A.
PENDAHULUAN
Kiai Haji Nahrowi Dalhar adalah seorang ulama yang senang melakukan
riyadhah sehingga pantas saja jika menurut riwayat shahih yang berasal
dari para ulama ahli hakikat sahabat-sahabatnya, beliau adalah orang yang amat
akrab dengan Nabiyullah Khidhr as. Sampai- sampai ada putera beliau yang diberi
nama Khidr karena tafaullan dengan nabiyullah tersebut. Sayang,
putera beliau yang cukup ‘alim ini dalam usia muda dikehendaki kembali
oleh Allah Swt. Kiai Haji Nahrowi Dalhar atau Mbah Dalhar sebagai ulama besar
dan kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Darussalam Watucongol Muntilan
Magelang dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Kiai Haji Dalhar , Watucongol,
Magelang dikenal sebagai salah satu guru para ulama. Kharisma dan ketinggian
ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba ilmu. Banyak sekali tokoh-tokoh
ulama terkenal negara ini yang sempat berguru kepada beliau semenjak sekitar
tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus, Lirboyo, K.H. Dimyathi,
Banten, K.H. Marzuki, Giriloyo dll. “Mbah Dalhar”, begitu panggilan
akrabnya adalah sosok yang disegani sekaligus panutan umat Islam, terutama di
Jawa Tengah. Salah satu mursyid tarekat Syadziliyah ini dikenal juga menelorkan
banyak ulama yang mumpuni.
B.
BIOGRAFI K.H. NAHROWI DALHAR
1.
Kelahiran dan Silsilah Keturunan
Kyai Dalhar lahir di komplek pesantren Darussalam, Watucongol,
Muntilan, Magelang pada hari Rabu, 10 Syawal 1286 H atau 10 Syawal 1798 (12
Januari 1870 M). Ketika lahir beliau diberi nama oleh ayahnya dengan nama
Nahrowi. Ayahnya adalah seorang mudda’i ilallah bernama Abdurrahman bin
Abdurrauf Bin Hasan Tuqo. Kyai Abdurrauf adalah salah seorang panglima perang
Pangeran Diponegoro. Nasab Kyai Hasan Tuqo sendiri sampai kepada Sunan
Amangkurat Mas atau Amangkurat III. Oleh karenanya sebagai keturunan raja, Kyai
Hasan Tuqo juga mempunyai nama lain dengan sebutan Raden Bagus Kemuning. Diriwayatkan,
Kyai Hasan Tuqo keluar dari komplek keraton karena beliau memang lebih senang
mempelajari ilmu agama daripada hidup dalam kepriyayian. Belakangan waktu baru
diketahui jika beliau hidup menyepi didaerah Godean, Yogyakarta. Sekarang desa
tempat beliau tinggal dikenal dengan nama desa Tetuko. Sementara itu salah
seorang putera beliau yang bernama Abdurrauf juga mengikuti jejak ayahnya yaitu
senang mengkaji ilmu agama. Namun ketika Pangeran Diponegoro membutuhkan kemampuan
beliau untuk bersama-sama memerangi penjajah Belanda, Abdurrauf tergerak
hatinya untuk membantu sang Pangeran.
2.
Wafat
Kyai Dalhar wafat sesudah mengalami sakit selama kurang lebih 3
tahun, pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1890-Jimakir (1378 H) atau bertepatan
dengan 8 April 1959 M. Ada yang meriwayatkan jika beliau wafat pada 23 Ramadhan
1959. Akan tetapi 23 Ramadhan 1959 bukanlah hari Rabu namun jatuh hari Kamis
Pahing. Menurut K.H. Ahmad Abdul Haq (putera laki-laki mbah Kyai Dalhar), yang
benar mbah Kyai Dalhar itu wafat pada hari Rabu Pon.
C.
PERJUANGAN
Dalam gerilyanya, pasukan Pangeran Diponegoro sempat mempertahankan
wilayah Magelang dari penjajahan secara habis-habisan. Karena Magelang bagi
pandangan militer Belanda nilainya amat strategis untuk penguasaan teritori
lintas Kedu. Oleh karenanya, Pangeran Diponegoro membutuhkan figur-figur yang
dapat membantu perjuangan beliau melawan Belanda sekaligus dapat menguatkan
ruhul jihad dimasyarakat. Menilik dari kelebihan yang dimilikinya serta
beratnya perjuangan waktu itu maka diputuskanlah agar Abdurrauf diserahi tugas
untuk mempertahankan serta menjaga wilayah Muntilan dan sekitarnya. Untuk ini
Abdurrauf kemudian tinggal di dukuh Tempur, Desa Gunung Pring, Kecamatan
Muntilan. Beliau lalu membangun sebuah pesantren sehingga masyhurlah namanya
menjadi Kyai Abdurrauf. Pesantren Kyai Abdurrauf ini dilanjutkan oleh puteranya
yang bernama Abdurrahman. Namun letaknya bergeser ke sebelah utara ditempat
yang sekarang dikenal dengan dukuh Santren (masih dalam desa Gunung Pring).
Sementara ketika masa dewasa mbah Kyai Dalhar, beliau juga meneruskan pesantren
ayahnya (Kyai Abdurrahman) hanya saja letaknya juga digeser kearah sebelah
barat ditempat yang sekarang bernama Watu Congol.
D.
TA’LIM DAN RIHLAH
Mbah Kyai Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup
kehidupan pesantren. Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh
ayahnya untuk senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya,
beliau belajar Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan pada ayahnya sendiri
yaitu Kyai Abdurrahman. Menginjak usia 13 tahun, mbah Kyai Dalhar mulia belajar
mondok. Ia dititipkan oleh sang ayah pada Mbah Kyai Mad Ushul (begitu sebutan
masyhurnya) di Dukuh Mbawang, Desa Ngadirejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten
Magelang. Disini beliau belajar ilmu tauhid selama kurang lebih 2 tahun.
Sesudah dari Salaman, mbah Kyai Dalhar dibawa oleh ayahnya ke Pondok Pesantren
Al-Kahfi Somalangu, Kebumen. Saat itu beliau berusia 15 tahun. Oleh ayahnya,
mbah Kyai Dalhar diserahkan pendidikannya pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin
Muhammad Al-Jilani Al-Hasani atau yang ma’ruf dengan laqobnya Syeikh Abdul
Kahfi Ats-Tsani. Delapan tahun mbah Kyai Dalhar belajar di pesantren ini. Dan
selama di pesantren beliau berkhidmah di ndalem pengasuh. Itu terjadi karena
atas dasar permintaan ayah beliau sendiri pada Syeikh As_Sayid Ibrahim bin
Muhammad Al-Jilani Al-Hasani.
Kurang lebih
pada tahun 1314 H/1896 M, mbah Kyai Dalhar diminta oleh gurunya yaitu Syeikh
As_Sayid Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani untuk menemani putera laki –
laki tertuanya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani thalabul ilmi
ke Makkah Musyarrafah. Dalam kejadian bersejarah ini ada kisah menarik yang
perlu disuri tauladani atas ketaatan dan keta’dziman mbah Kyai Dalhar pada
gurunya. Namun akan kita tulis pada segmen lainnya.
Syeikh As_Sayid
Ibrahim bin Muhammad Al-Jilani Al-Hasani punya keinginan menyerahkan pendidikan
puteranya yang bernama Sayid Abdurrahman Al-Jilani Al-Hasani kepada shahib
beliau yang berada di Makkah dan menjadi mufti syafi’iyyah waktu itu bernama
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani (ayah Syeikh As_Sayid Muhammad
Sa’id Babashol Al-Hasani). Sayid Abdurrahman Al-Hasani bersama mbah Kyai Dalhar
berangkat ke Makkah dengan menggunakan kapal laut melalui pelabuhan Tanjung
Mas, Semarang. Dikisahkan selama perjalanan dari Kebumen, singgah di Muntilan dan
kemudian lanjut sampai di Semarang, saking ta’dzimnya mbah Kyai Dalhar kepada
putera gurunya, beliau memilih tetap berjalan kaki sambil menuntun kuda yang
dikendarai oleh Sayid Abdurrahman. Padahal Sayid Abdurrahman telah
mempersilahkan mbah Kyai Dalhar agar naik kuda bersama. Namun itulah sikap yang
diambil oleh sosok mbah Kyai Dalhar. Subhanallah.
Sesampainya di
Mekah (waktu itu masih bernama Hijaz), mbah Kyai Dalhar dan Sayid Abdurrahman
tinggal di rubath (asrama tempat para santri tinggal) Syeikh As_Sayid Muhammad
Babashol Al-Hasani yaitu didaerah Misfalah. Sayid Abdurrahman dalam rihlah ini
hanya sempat belajar pada Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani selama 3
bulan, karena beliau diminta oleh gurunya dan para ulama Hejaz untuk memimpin
kaum muslimin mempertahankan Mekah dan Madinah dari serangan sekutu. Sementara
itu mbah Kyai Dalhar diuntungkan dengan dapat belajar ditanah suci tersebut
hingga mencapai waktu 25 tahun.
Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol Al-Hasani inilah yang kemudian
memberi nama “Dalhar” pada mbah Kyai Dalhar. Hingga akhirnya beliau memakai
nama Nahrowi Dalhar. Dimana nama Nahrowi adalah nama asli beliau dan Dalhar
adalah nama yang diberikan untuk beliau oleh Syeikh As_Sayid Muhammad Babashol
Al-Hasani. Rupanya atas kehendak Allah Swt, mbah Kyai Nahrowi Dalhar dibelakang
waktu lebih masyhur namanya dengan nama pemberian sang guru yaitu Mbah Kyai
“Dalhar”. Ketika berada di Hijaz inilah mbah Kyai Dalhar memperoleh ijazah kemursyidan
Thariqah As-Syadziliyyah dari Syeikh Muhtarom Al-Makki dan ijazah aurad
Dalailil Khoerat dari Sayid Muhammad Amin Al-Madani. Dimana kedua amaliyah ini
dibelakang waktu menjadi bagian amaliah rutin yang memasyhurkan nama beliau di
Jawa.
E.
RIYADHAH DAN AMALIAH
Selama di tanah suci, mbah Kyai Dalhar pernah melakukan khalwat
selama 3 tahun disuatu goa yang teramat sempit tempatnya. Dan selama itu pula
beliau melakukan puasa dengan berbuka hanya memakan 3 buah biji kurma saja
serta meminum seteguk air zamzam secukupnya. Dari bagian riyadhahnya, beliau
juga pernah melakukan riyadhah khusus untuk medo’akan para keturunan beliau
serta para santri-santrinya. Dalam hal adab selama ditanah suci, mbah Kyai
Dalhar tidak pernah buang air kecil ataupun air besar di tanah Haram. Ketika
merasa perlu untuk qadhil hajat, beliau lari keluar tanah Haram.
Selain
mengamalkan dzikir jahr ‘ala thariqatis syadziliyyah, mbah Kyai Dalhar
juga senang melakukan dzikir sirr. Ketika sudah tagharruq dengan dzikir
sirnya ini, mbah Kyai Dalhar dapat mencapai 3 hari 3 malam tak dapat diganggu
oleh siapapun. Dalam hal thariqah As-Syadziliyyah ini menurut kakek penulis K.H.
Ahmad Abdul Haq, beliau mbah Kyai Dalhar menurunkan ijazah kemursyidan hanya
kepada 3 orang, yaitu Kyai Iskandar Salatiga, K.H. Dimyathi Banten dan K.H.
Ahmad Abdul Haq. Sahrallayal (meninggalkan tidur malam) adalah juga
bagian dari riyadhah mbah Kyai Dalhar. Meninggalkan tidur malam ini menjadi
bagian adat kebiasaan yang berlaku bagi para putera-putera di Watucongol.
F.
KARAMAH
Sebagai seorang auliyaillah, mbah Kyai Dalhar mempunyai banyak
karamah. Diantara karamah yang dimiliki oleh beliau ialah :
1.
Suaranya apabila memberikan pengajian dapat didengar sampai jarak
sekitar 300 meter walau tidak menggunakan pengeras suara
Mengetahui makam-makam waliyullah yang sempat dilupakan oleh para
ahli, santri atau masyarakat sekitar dimana beliau-beliau tersebut pernah
bertempat tinggal.
G.
KARYA-KARYA
Karya mbah Kyai Dalhar yang sementara ini dikenal dan telah beredar
secara umum adalah Kitab Tanwirul Ma’ani. Sebuah karya tulis berbahasa
Arab tentang manaqib Syeikh As-Sayid Abil Hasan ‘Ali bin Abdillah bin Abdil
Jabbar As-Syadzili Al-Hasani, imam thariqah As-Syadziliyyah. Selain daripada
itu sementara ini masih dalam penelitian. Karena salah sebuah karya tulis
tentang sharaf yang sempat diduga sebagai karya beliau setelah ditashih kepada
K.H. Ahmad Abdul Haq ternyata yang benar adalah kitab sharaf susunan Syeikh
As-Sayid Mahfudz bin Abdurrahman Somalangu. Karena beliau pernah mengajar di
Watucongol, setelah menyusun kitab tersebut di Tremas. Dimana pada saat
tersebut belum muncul tashrifan ala Jombang.
H.
PENUTUP
Mbah Kyai
Dalhar adalah seorang yang dilahirkan dalam ruang lingkup kehidupan pesantren.
Oleh karenanya semenjak kecil beliau telah diarahkan oleh ayahnya untuk
senantiasa mencintai ilmu agama. Pada masa kanak – kanaknya, beliau belajar
Al-Qur’an dan beberapa dasar ilmu keagamaan. Kiai Haji Nahrowi Dalhar atau Mbah
Dalhar sebagai ulama besar dan kharismatik pengasuh Pondok Pesantren Darussalam
Watucongol Muntilan Magelang dikenal sebagai ulama yang mumpuni. Kiai Haji
Dalhar , Watucongol, Magelang dikenal sebagai salah satu guru para ulama.
Kharisma dan ketinggian ilmunya menjadikan rujukan umat Islam untuk menimba
ilmu. Banyak sekali tokoh – tokoh ulama terkenal negara ini yang sempat berguru
kepada beliau semenjak sekitar tahun 1920 – 1959. Diantaranya adalah KH Mahrus,
Lirboyo, K.H. Dimyathi, Banten, K.H. Marzuki, Giriloyo dll. “Mbah Dalhar”
, begitu panggilan akrabnya adalah sosok yang disegani sekaligus panutan umat
Islam, terutama di Jawa Tengah. Salah satu mursyid tarekat Syadziliyah ini
dikenal juga menelorkan banyak ulama yang mumpuni. Beliau wafat sesudah
mengalami sakit selama kurang lebih 3 tahun, pada hari Rabu Pon, 29 Ramadhan 1378
H atau bertepatan dengan 8 April 1959 M.
Demikianlah biografi
singkat Kiai Haji Nahrowi Dalhar yang dapat pemakalah tulis. Semoga menjadikan manfaat
dan faham bagi semua pihak. Amiin ya Rabbal ‘alamiin.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.krjogja.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar