GIRIKUSUMO MRANGGEN DEMAK 59567
A. Sejarah Pondok Pesantren
Pondok Pesantren Salaf Girikesumo, Banyumeneng Mranggen
Demak Jawa Tengah didirikan oleh Syeikh Muhammad Hadi pada tahun 1288 H. bertepatan
dengan tahun 1868 M. Pondok Pesantren yang kini telah berusia kurang lebih 139
tahun itu merupakan perwujudan gagasan syaikh Muhammad Hadi untuk membangun
sebuah lembaga pendidikan yang menangani pendidikan akhlak dan ilmu agama di
tengah-tengah masyarakat.
Untuk mendukung gagasannya itu Syaikh Kyai Muhammad Hadi
yang oleh para santri dan masyarakat disekitar Girikusumo Mranggen dipanggil
dengan sebutan Mbah Hadi, Mbah Hasan Mukibat atau Mbah Giri, mendirikan sebuah
bangunan masjid ditepi hutan jati yang kini
pengelolaannya ditangani oleh Perum Perhutani Unit I Jawa tengah.
Bangunan masjid yang kini masih dipertahankan keaslianya
itu konstruksinya menggunakan kayu-kayu jati pilihan. Demikian juga lantainya
menggunakan lembaran-lembaran kayu jati pilihan yang berkualitas tinggi.
Kekokohan bangunan masjid yang masih nampak hingga kini
sekarang kendati usianya mencapai satu abad lebih itu seakan mengiringi
ketegaran Pengasuh Pondok yang hingga
sekarang ini masih mempertahankan sistem pendidikan salaf ditengah
derasnya pengaruh perubahan yang juga melanda didunia pesantren ditanah air.
Menurut catatan prasasti didinding bagian depan
bangunan masjid yang seluruh bangunannya menggunakan kayu jati itu dibangun
hanya dalam waktu 4 jam, dimulai dari jam sembilan malam selesai jam satu malam itu juga. Prasasti yang ditulis
dengan menggunakan huruf arab pegon dan bahasanya menggunakan bahasa jawa itu
berbunyi : “ Iki pepenget masjid dukuh Girikusumo, tahun ba hijriyah nabi
sollallahu alaihi wasallam 1228 wulan rabiul akhir tangggal ping nembelas awit
jam songo dalu jam setunggal dalu rampung, yasane Kyai Muhammad Giri ugi
saksekabehane wong ahli mukmin kang hadir tqobblallahu taala amin “.
Jika dialihbahasakan kedalam bahasa Indonesia dalam
terjamahan bebas prasasti itu kurang lebih berbunyi, “ Ini adalah pengingat
masjid Girikusumo yang didirikan pada tanggal 16 Rabiul Akhir tahun ba hijrah
nabi Muhammad SAW. 1288 H, dibangun dari pukul 9 malam sampai pukul satu malam
(dini hari), hasil karya Kyai Muhammad Giri dan semua orang mukmin yang, semoga
diterima Allah taala amin “.
Dengan bekal sebuah bangunan masjid yang lokasinya berada dikaki
sebuah perbukitan yang rimbun, waktu itu Mbah Hadi setiap hari mengajar
santrinya. Jumlah santri yang mengikuti pengajian setiap hari terus bertambah
sehingga asrama atau kamar-kamar yang
disediakan dikanan kiri masjid tidak mampu lagi menampung sehingga Mbah Hadi
menambah jumlah bangunan agar mampu menampung hasrat santri yang ingin mengaji
kepadanya.
Mbah Hadi oleh Allah SWT. dikaruniai umur yang cukup panjang,
sehingga memiliki kesempatan dan waktu
yang cukup untuk menyiapkan kader-kader penerus perjuangan yang dirintisnya
dikemudian hari, demikian pula dengan anak dan keluarganya Mbah Hadi memiliki
perhatian yang sangat besar terutama dalam hal pendidikan. Perhatian ini
dibuktikan dengan memondokkan putara-putranya diberbagai Pondok pesantren di
Jawa tangah maupun Jawa timur, yang mampu memunculkan generasi penerus semisal
Kyai Sirajuddin dan Kyai Mansur. Yang akhirnya Kyai Sirajuddin sepulang dari
Pondok ditunjuk untuk meneruskan program Pondok pesantren yang telah dirintis
ayahandanya, khususnya santri-santri muda, sementara santri tua /toriqoh tetap
dipegang oleh Mbah Hadi. Sementara Kyai
Mansur ditugaskan ayahnya untuk meneruskan perjuangannya didaerah Solo, tepatnya
di desa Dlanggu Klaten. Namun Kyai Sirajuddin dikaruniai umur yang tidak
panjang oleh Tuhan sehingga beliau meninggal mendahului ayahandannya.
Sementara Mbah Hadi meninggal dunia pada tahun 1931 dan selanjutnya
tugas kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh adik kandung Kyai Sirojudin
yaitu Kyai Zahid
Kerangka pendidikan dan pengajaran yang telah dicanangkan oleh mbah
Hadi tetap diteruskan oleh Mbah Zahid, pengajian kitab dengan system bandongan
dan Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah terus berjalan, jumlah pesertanya juga
semakin meningkat.
Santri-santri pondok Giri yang dikemudian hari tidak
sedikit yang berhasil menjadi tokoh panutan masyarakat, sehingga menjadikan
ajaran-ajaran yang diberikan oleh pengasuhnya baik semasa mbah Hadi maupun Mbah
Zahid semakin menyebar tidak lagi sebatas di pulau jawa saja, bahkan seantero
nusantara, terutama ajaran Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyahnya.
Tentang keberhasilan pondok Giri menyebarluaskan ajaran
Thoriqah Naqsibandiyah Khalidiyah hingga menerobos di daerah-daerah luar jawa
seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi tidak lepas dari peran
santri-santrinya yang mengikuti program transmigrasi ke luar Jawa baik di masa
colonial maupun setelah kemerdekaan, mereka selepas meninggalkan Jawa di tempat
baru mengembangkan dan mengajarkan tentang apa-apa yang diperolehnya semasa
masih ngaji dengan mbah Hadi maupun mbah Zahid.
Ikatan primordial antara seorang guru dan murid memang
sangat kental sekali di lingkungan pondok-pondok pesantren terutama pondok yang
memakai system salaf, hubungan antara seorang santri dengan guru akan terus
berjalan sepanjang masa sampai kepada anak cucunya. Inilah kelebihan yang
dimiliki pondok-pondok salaf, ikatan batin antara santri, kyai dan alumni serta
seluruh keluarannya dapat berjalan secara alamiah tanpa diatur dengan dinding
protokoler yang ketat. Ini pula yang terjadi pada pondok pesantren Girikusumo.
B. Dipenjara Belanda
Selain memberikan pengajaran akhlaq melalui pengajian Thoriqoh
Naqsibandiyah Kholidiyah dan pengajian kitab, sejak berdiri hingga sekarang Pondok
Giri juga menanamkan wawasan kebangsaan kepada para santrinya. Ini bisa dilihat
dari 2 orang pengasuh yang berlainan generasi, mbah Hadi dan mbah Zahid
senantiasa mengambil sikap non koperatif terhadap colonial Belanda pada waktu
itu . Karena sikap-sikap Anti Belanda yang ditanamkan kepada santri,
beberapa kali mbah Hadi ditangap oleh Belanda dan dijebloskan di penjara Semarang . Beruntung sekali
dalam waktu yang tak lama Mbah Hadi yang selama di penjara diberi kebebasan
untuk keluar dari ruang tahanan, guna memimpin sholat di masjid Pekojan
Semarang, setiap waktu sholat lima waktu tiba, segera dibebaskan sehingga dapat
kembali mengendalikan jalannya pesantren.
Tidak sebagaimana ayahnya, Mbah Hadi yang cukup lama
memimpin Pondok Giri, Mbah Zahid sebagai generasi kedua hanya memimpin pondok
dalam kurun waktu 30 tahun. Tahun 1961 tongkat kepemimpinan pondok diserahkan
kepada anak tertuanya K.H. Muhammad Zuhri yang oleh para santri dan masyarakat
dipanggil dengan sebutan Mbah Muh Giri, karena kondisi kesehatan mbah Zahid
semakin menurun dan meninggal dunia pada tahun 1967.
Di bawah kepemimpinan Mbah Muh inilah pondok Giri mulai
mencoba untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dibidang pendidikan santri,
penyajian pendidikan yang selama ini berjalan dengan system bandongan
dilengkapi dengan system klasikal, sementara system lama tetap berjalan,
kemudian beilau beri nama Madrasah Falakhiyah sementara Pondok
Pesantrenya beliau beri nama Darul Falah .
Diterapkannya system klasikal dengan nama Madrasah
Falakhiyah itu bukan semata-mata untuk mengikuti perkembangan zaman, tetapi
lebih dari itu, agar penyajian kitab-kitab kepada para santri dapat berjalan
lebih sistematis, selain itu dengan mengikuti system ini akan dapat membantu
santri dalam menguasai materi kitab-kitab yang di kaji.
Didirikanya Madrasah Falakhiah ternyata dapat
mendukung usaha-usaha santri dalam memahami kitab-kitab yang diajarkan. Pembagian
kelas disesuaikan dengan kemampuan masing-masing santri dengan tanpa membedakan
umur. Kepemimpinan Mbah Muh hanya berlangsung 19 tahun. Tahun 1980 Mbah Muh
wafat, dan estafet kepemimpinan pondok segera beralih pada generasi ke-4. Kyai
Munif Zuhri, putra keempat (bungsu) dari
Mbah Muh segera tampil meneruskan perjuangan leluhurnya.
Dengan tekad yang bulat Kyai Munif pada waktu menerima amanah untuk meneruskan
perjuangan ayahandanya yang ketika itu masih berusia relative sangat muda belum genap 30 tahun, mulai memberikan
perhatian besar terhadap lembaga pendidikan klasikal yang dibuka oleh almarhum
ayahandanya. Sementara kegiatan-kegiatan lainnya seperti pengajian secara
bandongan dan pengajian Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah tetap
berjalan, jumlah santrinyapun semakin hari semakin banyak.
C. Berdirinya Sekolah Islam Salaf
Kepulangan kakaknya, K.H. Nadzif Zuhri (putra ketiga)
dari Mbah Muh dari pengembaraannya mencari ilmu di Universitas Islam Madinah
pada tahun 1985, membawa angin segar pada jalannya proses KBM di Pondok Giri.
Lembaga pendidikan yang dirintis oleh ayahnya yakni Madrasah Falakhiyah yang sudah diatur secara klasikal dipertajam
system penyajian materi pelajarannya.
Meski pada awalnya angin perubahan yang dihembuskan oleh
Kyai Nazdif sempat dirasakan gerah oleh sebagian masyarakat dengan alasan apa
yang dilakukannya akan menggusur nilai-nilai yang sudah mapan di lingkungan
pondok salaf, tidak menjadikannya surut dalam melangkah, justru sebaliknya
dengan kepiawaiannya dalam merealisasikan ide yang dinilai controversial itu
belakangan dirasa semakin mempertegas eksistensi, arah dan tujuan pendidikan
pondok salaf yang dirintis Mbah Hadi ini, yakni tidak sebatas membentuk manusia
yang berilmu dan berakhlaq tetapi sekaligus mampu mengantisipasi
persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat dengan mendirikan madrasah
diniyah Sekolah Islam Salaf (SIS) pada tahun 1986.
D. Realita Sistem Pendidikan
Tanpa bermaksud menggusur apa yang sudah ada, melalui
SIS yang dirintisnya, Kyai Nazhif mencoba menata ulang kembali atas lembaga
pendidikan formal yang sudah ada dengan menerapkan system baru. Madrasah yang
telah ada dijadikan cikal bakal keberadaan SIS, system pendidikan yang sudah
ada dan dilaksanakan bertahun-tahun dibenahi dan ditata kembali.
Ini bukan berarti Pondok Giri yang telah berusia seabad
lebih, mengalami pergeseran tujuan dan orentasi. Karena di sini ciri-ciri
pesantren salaf yang memiliki kemampuan sangat dominan dalam mempertahankan
semangat kemandirian, keberanian menderita dalam upaya mencapai tujuan,
memiliki potensi penguasaan dan ketelitian dalam penguasaan bahasa Arab dengan
berbagai ilmu alatnya, tetap dipertahankan. Justru dengan melalui perubahan
system pendidikan yang kurikulumnya disusun sendiri itu Pondok Giri melalui
program SIS semakin mempertegas kemandiriannya.
Sebagai lembaga pendidikan formal di lingkungan pondok,
kegiatan SIS ditata sedemikian rupa, mulai dari perencanaan materi yang
diajarkan sampai tujuan akhir dari pendidikan yang selama ini nyaris tidak
pernah disentuh oleh kalangan pengelola pondok-pondok salaf, oleh pengasuh SIS
disusun dengan tertib.
Hal ini bisa di lihat tidak hanya dari pembagian dan
penjenjangan santri yang masa pendidikannya dibatasi hanya 8 tahun tahun bagi
santri yang ketika masuk sudah memiliki bekal dasar-dasar penguasaan agama,
atau 9 (sembilan) tahun bagi calon santri yang belum memiliki bekal apa-apa,
selisih atau kelebihan waktu 1 tahun diperuntukkan mengikuti program
penyesuaian atau persiapan sebelum masuk di kelas satu lingkungan SIS.
Maka tidak heran kalau disini diberlakukan tes atau ujian
masuk bagi para calon santri yang akan belajar di Sekolah Islam Salaf untuk
menentukan jenjang pendidikan yang akan diikutinya, suatu tahapan atau kegiatan
yang selama ini tidak dikenal sama sekali di dunia pesantren, karena biasanya
kyai dengan sikap keterbukaannya selalu well
come menerima siapa saja yang ingin belajar di pesantrennya tanpa melihat
batasan umur dan tingkat kecerdasannya, juga dibebaskan akan ngaji kitab apa
saja yang ada sampai kelas berapa dipersilahkan.
Barangkali inikah salah satu terobosan pesantren salaf
dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan jati dirinya di tengah-tengah
derasnya arus perubahan yang terjadi diluar lingkungan pesantren tanpa harus
kehilangan jati diri salafnya. wallahu
a’lam. Yang jelas pesanten-pesantern di Indonesia yang merupakan lembaga
pendidikan tertua masing-masing mencoba dengan caranya sendiri agar tetap eksis
dan keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat.
Sehingga wajar saja kalau saat ini muncul berbagai
langkah inovatif yang ditempuh oleh dunia pesantren dengan tanpa terkoordinir
suatu lembaga manapun, termasuk pesantren-pesantren salaf yang telah terbukti
ketangguhannya dalam melahirkan tokoh-tokoh masyarakat.
Demikian halnya dengan Pondok Giri, melalui SIS yang
dikibarkan sejak 20 tahun lalu dengan mengandalkan kurikulum pendidikan yang
ditetapkan langsung oleh pengasuhnya mencoba menawarkan alternative agar
pesantren salaf mampu menelorkan santri-santri yang siap berkiprah di
masyarakat, sehingga peranannya dalam menyiapkan sumber daya manusia di era
pembangunan seperti sekarang ini tidak akan terputus.
E. Jenjang Pendidikan
Alternative yang ditawarkan SIS yang dibagi dalam 4 stresing itu,
masing-masing jenjang persiapan (1 tahun), jenjang ini dikhususkan bagi para
santri yang belum mengenal sama sekali tentang pengetahuan agama. Berikutnya
jenjang 2 tahun untuk mendalami ilmu
tata bahasa (nahwu Shorof, 2 tahun berikutnya adalah pendalaman Ulum Syari`ah
(fiqh), 2 tahun berikutnya adalah pendalaman Tasawuf dan 2 tahun terakhir
adalah program takhosus.
F. Kurikulum
Materi pelajaran yang diajarkan meliputi 3 bidang.
Pertama bidang Agama meliputi Al-Qur’an Al-Karim, Al-Hadits Assyarif, Fiqih,
Tauhid dan Perbandingan Agama, Tasawuf dan Akhlaq. Kedua bidang Bahasa dan
Gramatika yang materinya meliputi Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, dan ketiga
bidang sosiologi Islam dengan materi Sejarah Nabi, Sejarah Islam, Tsaqofah
Islamiyah dan Siyasah.
Sekilas system yang diterapkan di dalam SIS tidak jauh
berbeda dengan system-system pondok salaf lainnya, hanya saja di sini terdapat
mata pelajaran tambahan yakni diajarkannya pelajaran umum seperti bahasa
Inggris dan lain-lainnya, serta adanya penjenjangan yang lebih menonjol, tetapi
jika diruntut lebih jauh SIS memiliki ciri khas tersendiri dengan menawarkan
system pendidikan agama yang jauh lebih efisien dan efektif baik dari sisi
penggunaan waktu belajar, biaya sampai pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh
santri.
Hal ini bisa dibandingkan dengan system pendidikan yang
selama ini diterapkan pada pondok-pondok salaf yang pada umumnya kurang
efektif, banyak waktu yang terbuang, tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh
santri karena ia harus berlama-lama di pesantren untuk mengikuti pelajaran
kitab demi kitab yang dibaca oleh pengasuhnya sampai khatam, meski dari satu
kitab ke kitab berikutnya hanya mendalami bahasan materi teorinya saja. Sehingga
seolah tidak ada waktu lagi untuk mengapresiasikan apa yang dimiliki oleh
santri.
Panjang atau lamanya waktu yang dibutuhkan oleh santri
di kebanyakan pondol-pondok salaf memang tidak bisa ditutup-tutupi, misalnya
seorang santri yang mengaji masalah fiqih ia terpaksa harus mengulang-ulang bab
atau masalah-masalah yang sedang dikajinya dari kitab yang satu ke kitab
berikutnya yang dibacakan oleh pengasuhnya. Kitab Taqrib, Fathul Muin dan Iqna’
yang selama ini seolah boleh dibilang menjadi bacaan wajib di lingkungan pesantren salaf, barangkali bisa dijadikan
salah satu contoh, ketiga kitab itu biasanya dikaji secara berturut-turut oleh
santri padahal bab dan bahasanya hampir sama, ini sangat tidak efisien dan
membuang-buang waktu saja.
Pengulang-ulangan bahasan pada satu mata pelajaran
seperti itu tidak akan ditemui di dalam SIS, karena materi pelajaran sudah
terprogram dengan rapi dan sistematis. Kurikulum yang dirancang sendiri itu hingga
sekarang telah berusia 10 tahun dari hasilnya cukup memuaskan. Santri yang
dididik dalam SIS setelah terjun di masyarakat tidak mengecewakan penguasaan
ilmu agamanya, dan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat disambut dengan
antusias.
Sebab selama nyantri mereka tidak melulu
dikonsentrasikan untuk belajar di bidangnya saja, tetapi juga debekali dengan
ketrampilan-ketrampilan yang mampu menunjang untuk bekal hidup di masyarakat.
Untuk menambah wawasan para santri yang mengikuti program SIS, Pondok Giri saat
ini telah melengkapi diri dengan beberapa fasilitas seperti computer yang dilengkapi
dengan Ms Word berbahasa Arab, Holy Qur’an, Hadits Program, Kamus Bahasa,
terjamah Qur’an dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
Satu lagi terobosan yang ditempuh oleh pondok pesantren
salaf Girikusumo dalam upaya memanfaatkan waktu seeifien mungkin yakni
diterapkannya sistem target (tahdid), yakni pembatasan metode pendidikan sistem
salaf yang mengedepankan pada penggunaan makna
gandul .
Kendati pondok Giri mencoba melakukan lompatan-lompatan
strategis melalui SIS-nya bukan berarti bentuk-bentuk kegiatan yang lain
ditinggalkan sama sekali, justru jenis-jenis kegiatan keagamaan yang sudah ada
tetap mendapatkan perhatian yang khusus.
Misalnya di bidang pendidikan non formal, selain
mengintensifkan pengajian kitab-kitab kuning yang diajarkan dengan system
bandongan, Pondok Giri juga membuka program hafalan Al-Qur’an, ceramah ilmiyah
(1 bulan sekali), majlis taklim untuk masyarakat umum (35 hari sekali), latihan
ketrampilan meliputi pertukangan, pertanian, computer dan menjahit. Selain itu
olah raga juga diprioritaskan, meliputi oleh raga bela diri, bulu tangkis,
sepak takraw, bola voli, tennis meja dan sepak bola.
Sementara untuk kegiatan pengajian thariqah yang menjadi
salah satu tiang penyangga dan cikal bakal berdirinya Pondok Giri hingga
sekarang masih terus berlangsung dengan santri yang sebagian besar sudah
berusia lanjut, programnya tetap berlangsung sebagaimana sedia kala.
Pengajian Thariqah dilaksanakan selama 10 hari
berturut-turut 4 kali dalam setahun yakni setiap tanggal 1 – 10 bulan Muharrom,
Robi’ul Awwal, Rajab dan Ramadhan. Rata-rata santri Thariqoh yang mengikuti
program pengajian Thariqiah setiap kali dilaksanakan pada salah satu dari 4
bulan itu jumlahnya mencapai 500 sampai 1.000 orang.
Pada tahun 1997
melalui ide cemerlang adik kandung Kyai Nadlif, Kyai Munif mencoba mencari
format baru untuk mengembangkan pendidikan dilingkungan pesantren Giri, dengan
mendirikan sebuah Yayasan yang diberi nama Yayasan Ky Ageng Giri dengan maksud
membawahi lembaga –lembaga formal yang
mengikuti program pemerintah. Hal ini didasarkan pada orientasi dan kebutuhan
mayarakat akan formalitas dengan tidak
meninggalkan ciri khas lembaga yang
bernaung dibawah pesantren yaitu dominasi religiusitas kurikulum yang
diterapkan dilembaga dibawah Yayasan.
Dalam waktu yang
relative singkat Yayasan Ky Ageng Giri telah memiliki beberapa lembaga
pendidikan seperti : TK , SD , SMP, dan SMA.
G. Kembalinya satu kepemimpinan
Dua
kepemimpinan Pondok Pesantren Giri dengan pembagian K.H. Nadzif Zuhri mengasuh
Pondok Muda dan K.H. Munif Zuhri mengasuh Pondok Tua tidak bertahan lama
sekitar 10 tahun disebabkan wafatnya K.H. Nadzif Zuhri pada tahun 2000 M.
Akhirnya kepemimpinanpun dilimpahkan pada satu pengasuh yaitu K.H. Munif Zuhri.
H. Lembaga Pendidikan Dibawah
Naungan Pondok Pesantren
1. Sekolah Islam Salaf
Sekolah Islam Salaf
Pondok Pesantren Girikesumo Girikusuma Mranggen Demak adalah Lembaga
pendidikan Islam yang menangani putra
dan putri dengan berorentasi pada sistem dan pemahaman `Ulama` salaf.
Tentu kita sependapat bahwa makna perjuangan Islam dan
pertahananya tidak bisa lepas dari menyampaikan ajaran Islam dari generasi ke
generasi berikutnya. Oleh karena itu dengan diabaikanya kaderisasi oleh umat
Islam berarti awal kehancuran Islam itu sendiri.
Tidak berlebihan
apabila Sekolah Islam Salaf Pondok Pesantren Girikesumo beranggapan bahwa,
Pondok Pesantren dalam perjalanan sejarahnya sejak zaman dahulu sampai sekarang
adalah benteng pertahanan Umat Islam, karena Pesantren menfokuskan pembahasan
materinya pada ajaran-ajaran Islam dan
pemecahan problematika umat dalam kehidupan individu maupun sosial demi
menjunjung tinggi kalimah Allah , agar mendapatkan RidhoNya.
Berdirinya SIS
Sekolah Islam Salaf
Pondok Pesantren Girikesumo, Girikusuma
Mranggen Demak di dirikan sekitar tahun 1288 H. Oleh guru Mursyid
Thoriqoh Naqsyabandiyah Syeh Kiyai Muhammad Hadi yang bermadzhab Syafi`i.
Sesudah beliau wafat diteruskan oleh puteranya Syeikh Mursyid Kiyai Muhammad
Zahid, kemudian oleh putranya Syeikh
Mursyid Kiyai Muhammad Zuhry, dan kemudian
oleh puteranya, Ustadz Muhammad Nazhif. Sedangkan yang memegang Irsyadad
Naksyabandiyah dan Sekolah Islam Salaf sekarang adalah saudara kandungnya
Syeikh Mursyid Kiyai Muhammad Munif.
Tujuan
1. Menyebarkan ajaran Islam keseluruh umat.
2. Mendidik
para santri agar
berpegang teguh pada
ajaran Islam,dengan berbekal ilmu pengetahuan dan ketrampilan yang membuat mereka mampu
berdakwah serta mampu memecahkan problematika umat menurut petunjuk Al-Qur`an, Sunah Nabi SAW dan amal `Ulama
Salaf.
3. Menanamkan
semangat memiliki Islam dengan memberikan latihan-latihan praktis dalam kehidupan
individu maupun sosial yang didasarkan pada keikhlasan dengan mengikuti jejak
Rasulullah SAW.serta `Ulama Salaf.
Program Pendidikan
Sekolah Islam Salaf
Pondok Pesantren Girikusuma Mranggen Demak
memiliki sistem
Pendidikan Kurikuler dan Extra Kurikuler.
Jenjang Pendidikan
1. Sekolah Persiapan (i`idad)ditempuh satu tahun.
2. Menengah pertama
(Mutawasith), sederajat dengan tingkat
tsanawi ditempuh tiga tahun.
3. Menengah atas
(Tsanawi), sederajad dengan tigkat aliyah,
ditempuh tiga tahun.
4. Sekolah Tinggi
(Ma`had Aly), ditempuh tiga tahun
A.5. Materi pelajaran
No
|
I`IDAD
|
MUTAWASITH
|
TSANAWI
|
1
|
Alquran
|
Alquran
|
Alquran
|
2
|
Hadist
|
Tafsir
|
Hadits
|
3
|
Tauhid
|
Hadis
|
Tafsir
|
4
|
Fiqh
|
Tauhid
|
`Ulumu Alquran
|
5
|
Qowa`id
|
Nusus
|
`Ulumu Alhadits
|
6
|
Syafahi
|
Fiqh
|
Tauhid
|
7
|
Qiraah
|
Nahwu
|
Fiqh
|
8
|
Tahriri
|
Akhlak
|
Ushul Fiqh
|
9
|
Nusus
|
Syafahi
|
Qawa`id Fiqh
|
10
|
Akhlaq
|
Tahriri
|
Faraid
|
11
|
Khat Imla`
|
Qira`ah
|
Qowa`id
|
12
|
Nahwu
|
Sirah
|
Muthola`ah
|
13
|
Shorf
|
Khath dan Imla`
|
Siroh
|
14
|
Sharaf.
|
Manahijulbahts
| |
15
|
Balaghah
| ||
16
|
Turuqu Attadris
| ||
17
|
Tarikh tasyri`
| ||
18
|
Tsaqafah
|
Materi pelajaran extrakulikuler
Materipelajaran
extrakulikuler disesuaikan dengan tingkatan, dibacakan
Fiqh,Hadits,Tafsir,Tasawuf dan Akhlaq.
Program Tahfidlul Quran
Tahfidlulquran ini diperuntukkan bagi
santri putra dan putri dengan program sebagai berikut:
1. Binnadlor
2. BilGhaib
2. Madrasah Diniyah.
Lembaga ini
didirikan untuk memberikan program tambahan bagi santri yang mengikuti program
sekolah formal, disisi lain sebagai bekal para santri dalam bidang agama
setelah mereka mengenyam meta pelajaram umum dipagi hari, dengan harapan mereka
mengerti dan faham akan bekal kehidupan mereka yang baik di dunia maupun diakhirat.
Program pendidikan.
Madrasah diniyah ini memiliki dua jenjang pendidikan,
tingkat I’dad dan Mutawasith. Dan
diberikan materi tambahan (ekstrakurikuler) berupa pengajian Alqur’an serta
pengajian kitab diberbagai disiplin ilmu dengan system bandongan.
Materi pelajaran.
2.a. I`dad : Fiqh, Tauhid, Al-Qur`an,
Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab.
2.b. Mutawassith : Fiqh, Tauhid, Al-Qur`an, Hadits,
Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab, Sirah, Tarikh Tasyri`.
Materi Pelajaran Extrakurikuler
Materi
Extrakurikuler disesuaikan dengan tingkatan, dibacakan secara bandongan maupun
sorogan kitab Fiqih, Hadits, Tafsir, dan Akhlaq. Dan pelajaran Baca Tulis
Al-Qur`an bagi anak yang masih buta huruf arab.
3. Yayasan Ky
Ageng Giri.
Sejarah
Berdirinya Yayasan
Bermula dari keprihatinan Almukarrom
K.H. Munif Muhammad Zuhri terhadap kondisi umat islam yang kiuan terpuruk dan
tersingkir dari derasnya arus globalisasi dan sekaligus dalam rangka menjawab
kebutuhan umat di berbagai aspek kehidupan, maka dengan bekal keyakinan yang
kuat akhirnya lahirlah Yayasan Ky Ageng Giri. Sebuah nama yang disandarkan pada
tokoh Simbah Syaikh Muhammad Hadi yang juga dikanal dengan Ky Ageng Giri.
Yayasan ini tepatnya lahir pada tanggal 02 Januari 1997 M.
Yayasan Ky Ageng Giri yang salah
satu konsentrasinya adalah di bidang formal, mulai menapaki sejarah dengan
mendirikan SLTP Ky Ageng Giri. Namun dalam waktu tak begitu lama Yayasan ini
telah memiliki beberapa lembaga pendidikan sebagaimana yang telah disebutkan
sebelumnya.
Tujuan
- Meningkatkan kwalitas
sumberdaya manusia di lingkungan umat islam untuk mencapai `Izzul Islam Wal
Muslimin di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara didalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
- Menyelenggarakan, mengembengkan
dan mengusahakan lembaga pendidikan dan pengajaran menurut paham Ahluaaunnah
wal jamaah dengan menganut salah satu madzhab empat : Hanafi, Maliki , Syafi`i
dan Hambali.
- Menyelenggarakan dan
mengusahakan berbagai kegiatan keagamaan, tempat/sarana ibadah dan usaha-usaha
sosial dalam wadah dan nafas Islam.
Lembaga-lembaga
Pendidikan
a. TK,
b. SD
c. SMP,
d. SMA.
Demikian selayang
pandang Pondok Pesantren Girikesumo dengan alamat Girikusuma Banyumeneng
Mranggen Demak 59567 Telp. (024) 70783037/70783038. Semoga dapat bermanfaat dan
dapat dijadikan panduan oleh masyarakat atau siapa saja yang ingin mengenal dan
mengetahui tentang keberadaan Pondok Pesantren Girikesumo yang sudah cukup tua
ini.
Sumber: Mudirul Ma'had Ponpes Girikesumo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar