Sabtu, 02 Maret 2013

Study Pesantren 1


 PONDOK PESANTREN GIRIKESUMO
GIRIKUSUMO MRANGGEN DEMAK 59567
A. Sejarah Pondok Pesantren
     Pondok Pesantren Salaf Girikesumo, Banyumeneng Mranggen Demak Jawa Tengah didirikan oleh Syeikh Muhammad Hadi pada tahun 1288 H. bertepatan dengan tahun 1868 M. Pondok Pesantren yang kini telah berusia kurang lebih 139 tahun itu merupakan perwujudan gagasan syaikh Muhammad Hadi untuk membangun sebuah lembaga pendidikan yang menangani pendidikan akhlak dan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat.
     Untuk mendukung gagasannya itu Syaikh Kyai Muhammad Hadi yang oleh para santri dan masyarakat disekitar Girikusumo Mranggen dipanggil dengan sebutan Mbah Hadi, Mbah Hasan Mukibat atau Mbah Giri, mendirikan sebuah bangunan masjid ditepi hutan jati yang kini  pengelolaannya ditangani oleh Perum Perhutani Unit I Jawa tengah.
     Bangunan masjid yang kini masih dipertahankan keaslianya itu konstruksinya menggunakan kayu-kayu jati pilihan. Demikian juga lantainya menggunakan lembaran-lembaran kayu jati pilihan yang berkualitas tinggi.
Kekokohan bangunan masjid yang masih nampak hingga kini sekarang kendati usianya mencapai satu abad lebih itu seakan mengiringi ketegaran Pengasuh Pondok yang hingga  sekarang ini masih mempertahankan sistem pendidikan salaf ditengah derasnya pengaruh perubahan yang juga melanda didunia pesantren ditanah air.
    Menurut catatan prasasti didinding bagian depan bangunan masjid yang seluruh bangunannya menggunakan kayu jati itu dibangun hanya dalam waktu 4 jam, dimulai dari jam sembilan malam selesai  jam satu malam itu juga. Prasasti yang ditulis dengan menggunakan huruf arab pegon dan bahasanya menggunakan bahasa jawa itu berbunyi : “ Iki pepenget masjid dukuh Girikusumo, tahun ba hijriyah nabi sollallahu alaihi wasallam 1228 wulan rabiul akhir tangggal ping nembelas awit jam songo dalu jam setunggal dalu rampung, yasane Kyai Muhammad Giri ugi saksekabehane wong ahli mukmin kang hadir tqobblallahu taala amin “.
    Jika dialihbahasakan kedalam bahasa Indonesia dalam terjamahan bebas prasasti itu kurang lebih berbunyi, “ Ini adalah pengingat masjid Girikusumo yang didirikan pada tanggal 16 Rabiul Akhir tahun ba hijrah nabi Muhammad SAW. 1288 H, dibangun dari pukul 9 malam sampai pukul satu malam (dini hari), hasil karya Kyai Muhammad Giri dan semua orang mukmin yang, semoga diterima Allah taala amin “.
     Dengan bekal sebuah bangunan masjid yang lokasinya berada dikaki sebuah perbukitan yang rimbun, waktu itu Mbah Hadi setiap hari mengajar santrinya. Jumlah santri yang mengikuti pengajian setiap hari terus bertambah sehingga asrama atau kamar-kamar  yang disediakan dikanan kiri masjid tidak mampu lagi menampung sehingga Mbah Hadi menambah jumlah bangunan agar mampu menampung hasrat santri yang ingin mengaji kepadanya.
    Mbah Hadi oleh Allah SWT. dikaruniai umur yang cukup panjang, sehingga memiliki  kesempatan dan waktu yang cukup untuk menyiapkan kader-kader penerus perjuangan yang dirintisnya dikemudian hari, demikian pula dengan anak dan keluarganya Mbah Hadi memiliki perhatian yang sangat besar terutama dalam hal pendidikan. Perhatian ini dibuktikan dengan memondokkan putara-putranya diberbagai Pondok pesantren di Jawa tangah maupun Jawa timur, yang mampu memunculkan generasi penerus semisal Kyai Sirajuddin dan Kyai Mansur. Yang akhirnya Kyai Sirajuddin sepulang dari Pondok ditunjuk untuk meneruskan program Pondok pesantren yang telah dirintis ayahandanya, khususnya santri-santri muda, sementara santri tua /toriqoh tetap dipegang oleh Mbah Hadi.   Sementara Kyai Mansur ditugaskan ayahnya untuk meneruskan perjuangannya didaerah Solo, tepatnya di desa Dlanggu Klaten. Namun Kyai Sirajuddin dikaruniai umur yang tidak panjang oleh Tuhan sehingga beliau meninggal mendahului ayahandannya.
     Sementara Mbah Hadi meninggal dunia pada tahun 1931 dan selanjutnya tugas kepemimpinan pondok pesantren diteruskan oleh adik kandung Kyai Sirojudin yaitu  Kyai Zahid
Kerangka pendidikan dan pengajaran yang telah dicanangkan oleh mbah Hadi tetap diteruskan oleh Mbah Zahid, pengajian kitab dengan system bandongan dan Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah terus berjalan, jumlah pesertanya juga semakin meningkat.
    Santri-santri pondok Giri yang dikemudian hari tidak sedikit yang berhasil menjadi tokoh panutan masyarakat, sehingga menjadikan ajaran-ajaran yang diberikan oleh pengasuhnya baik semasa mbah Hadi maupun Mbah Zahid semakin menyebar tidak lagi sebatas di pulau jawa saja, bahkan seantero nusantara, terutama ajaran Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyahnya.
     Tentang keberhasilan pondok Giri menyebarluaskan ajaran Thoriqah Naqsibandiyah Khalidiyah hingga menerobos di daerah-daerah luar jawa seperti Kalimantan, Sumatera dan Sulawesi tidak lepas dari peran santri-santrinya yang mengikuti program transmigrasi ke luar Jawa baik di masa colonial maupun setelah kemerdekaan, mereka selepas meninggalkan Jawa di tempat baru mengembangkan dan mengajarkan tentang apa-apa yang diperolehnya semasa masih ngaji dengan mbah Hadi maupun mbah Zahid.
    Ikatan primordial antara seorang guru dan murid memang sangat kental sekali di lingkungan pondok-pondok pesantren terutama pondok yang memakai system salaf, hubungan antara seorang santri dengan guru akan terus berjalan sepanjang masa sampai kepada anak cucunya. Inilah kelebihan yang dimiliki pondok-pondok salaf, ikatan batin antara santri, kyai dan alumni serta seluruh keluarannya dapat berjalan secara alamiah tanpa diatur dengan dinding protokoler yang ketat. Ini pula yang terjadi pada pondok pesantren Girikusumo. 

B. Dipenjara Belanda
    Selain memberikan pengajaran akhlaq melalui pengajian Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah dan pengajian kitab, sejak berdiri hingga sekarang Pondok Giri juga menanamkan wawasan kebangsaan kepada para santrinya. Ini bisa dilihat dari 2 orang pengasuh yang berlainan generasi, mbah Hadi dan mbah Zahid senantiasa mengambil sikap non koperatif terhadap colonial Belanda pada waktu itu . Karena sikap-sikap           Anti Belanda yang ditanamkan kepada santri, beberapa kali mbah Hadi ditangap oleh Belanda dan dijebloskan di penjara Semarang. Beruntung sekali dalam waktu yang tak lama Mbah Hadi yang selama di penjara diberi kebebasan untuk keluar dari ruang tahanan, guna memimpin sholat di masjid Pekojan Semarang, setiap waktu sholat lima waktu tiba, segera dibebaskan sehingga dapat kembali mengendalikan jalannya pesantren.
     Tidak sebagaimana ayahnya, Mbah Hadi yang cukup lama memimpin Pondok Giri, Mbah Zahid sebagai generasi kedua hanya memimpin pondok dalam kurun waktu 30 tahun. Tahun 1961 tongkat kepemimpinan pondok diserahkan kepada anak tertuanya K.H. Muhammad Zuhri yang oleh para santri dan masyarakat dipanggil dengan sebutan Mbah Muh Giri, karena kondisi kesehatan mbah Zahid semakin menurun dan meninggal dunia pada tahun 1967.
     Di bawah kepemimpinan Mbah Muh inilah pondok Giri mulai mencoba untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dibidang pendidikan santri, penyajian pendidikan yang selama ini berjalan dengan system bandongan dilengkapi dengan system klasikal, sementara system lama tetap berjalan, kemudian beilau beri nama Madrasah Falakhiyah sementara Pondok Pesantrenya beliau beri nama Darul Falah .
     Diterapkannya system klasikal dengan nama Madrasah Falakhiyah itu bukan semata-mata untuk mengikuti perkembangan zaman, tetapi lebih dari itu, agar penyajian kitab-kitab kepada para santri dapat berjalan lebih sistematis, selain itu dengan mengikuti system ini akan dapat membantu santri dalam menguasai materi kitab-kitab yang di kaji.
     Didirikanya Madrasah Falakhiah ternyata dapat mendukung usaha-usaha santri dalam memahami kitab-kitab yang diajarkan. Pembagian kelas disesuaikan dengan kemampuan masing-masing santri dengan tanpa membedakan umur. Kepemimpinan Mbah Muh hanya berlangsung 19 tahun. Tahun 1980 Mbah Muh wafat, dan estafet kepemimpinan pondok segera beralih pada generasi ke-4. Kyai Munif  Zuhri, putra keempat (bungsu) dari Mbah Muh segera tampil meneruskan perjuangan leluhurnya.
Dengan tekad yang bulat Kyai Munif  pada waktu menerima amanah untuk meneruskan perjuangan ayahandanya yang ketika itu masih berusia relative sangat  muda belum genap 30 tahun, mulai memberikan perhatian besar terhadap lembaga pendidikan klasikal yang dibuka oleh almarhum ayahandanya. Sementara kegiatan-kegiatan lainnya seperti pengajian secara bandongan dan pengajian Thoriqoh Naqsibandiyah Kholidiyah tetap berjalan, jumlah santrinyapun semakin hari semakin banyak.

C.  Berdirinya Sekolah Islam Salaf
     Kepulangan kakaknya, K.H. Nadzif Zuhri (putra ketiga) dari Mbah Muh dari pengembaraannya mencari ilmu di Universitas Islam Madinah pada tahun 1985, membawa angin segar pada jalannya proses KBM di Pondok Giri. Lembaga pendidikan yang dirintis oleh ayahnya yakni Madrasah Falakhiyah  yang sudah diatur secara klasikal dipertajam system penyajian materi pelajarannya.
Meski pada awalnya angin perubahan yang dihembuskan oleh Kyai Nazdif sempat dirasakan gerah oleh sebagian masyarakat dengan alasan apa yang dilakukannya akan menggusur nilai-nilai yang sudah mapan di lingkungan pondok salaf, tidak menjadikannya surut dalam melangkah, justru sebaliknya dengan kepiawaiannya dalam merealisasikan ide yang dinilai controversial itu belakangan dirasa semakin mempertegas eksistensi, arah dan tujuan pendidikan pondok salaf yang dirintis Mbah Hadi ini, yakni tidak sebatas membentuk manusia yang berilmu dan berakhlaq tetapi sekaligus mampu mengantisipasi persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat dengan mendirikan madrasah diniyah Sekolah Islam Salaf  (SIS) pada tahun 1986. 

D.  Realita Sistem Pendidikan
    Tanpa bermaksud menggusur apa yang sudah ada, melalui SIS yang dirintisnya, Kyai Nazhif mencoba menata ulang kembali atas lembaga pendidikan formal yang sudah ada dengan menerapkan system baru. Madrasah yang telah ada dijadikan cikal bakal keberadaan SIS, system pendidikan yang sudah ada dan dilaksanakan bertahun-tahun dibenahi dan ditata kembali.
      Ini bukan berarti Pondok Giri yang telah berusia seabad lebih, mengalami pergeseran tujuan dan orentasi. Karena di sini ciri-ciri pesantren salaf yang memiliki kemampuan sangat dominan dalam mempertahankan semangat kemandirian, keberanian menderita dalam upaya mencapai tujuan, memiliki potensi penguasaan dan ketelitian dalam penguasaan bahasa Arab dengan berbagai ilmu alatnya, tetap dipertahankan. Justru dengan melalui perubahan system pendidikan yang kurikulumnya disusun sendiri itu Pondok Giri melalui program SIS semakin mempertegas kemandiriannya.
     Sebagai lembaga pendidikan formal di lingkungan pondok, kegiatan SIS ditata sedemikian rupa, mulai dari perencanaan materi yang diajarkan sampai tujuan akhir dari pendidikan yang selama ini nyaris tidak pernah disentuh oleh kalangan pengelola pondok-pondok salaf, oleh pengasuh SIS disusun dengan tertib.
Hal ini bisa di lihat tidak hanya dari pembagian dan penjenjangan santri yang masa pendidikannya dibatasi hanya 8 tahun tahun bagi santri yang ketika masuk sudah memiliki bekal dasar-dasar penguasaan agama, atau 9 (sembilan) tahun bagi calon santri yang belum memiliki bekal apa-apa, selisih atau kelebihan waktu 1 tahun diperuntukkan mengikuti program penyesuaian atau persiapan sebelum masuk  di kelas satu lingkungan SIS.
      Maka tidak heran kalau disini diberlakukan tes atau ujian masuk bagi para calon santri yang akan belajar di Sekolah Islam Salaf untuk menentukan jenjang pendidikan yang akan diikutinya, suatu tahapan atau kegiatan yang selama ini tidak dikenal sama sekali di dunia pesantren, karena biasanya kyai dengan sikap keterbukaannya selalu well come menerima siapa saja yang ingin belajar di pesantrennya tanpa melihat batasan umur dan tingkat kecerdasannya, juga dibebaskan akan ngaji kitab apa saja yang ada sampai kelas berapa dipersilahkan.
    Barangkali inikah salah satu terobosan pesantren salaf dalam upaya mempertahankan dan mengembangkan jati dirinya di tengah-tengah derasnya arus perubahan yang terjadi diluar lingkungan pesantren tanpa harus kehilangan jati diri salafnya. wallahu a’lam. Yang jelas pesanten-pesantern di Indonesia yang merupakan lembaga pendidikan tertua masing-masing mencoba dengan caranya sendiri agar tetap eksis dan keberadaannya dibutuhkan oleh masyarakat.
Sehingga wajar saja kalau saat ini muncul berbagai langkah inovatif yang ditempuh oleh dunia pesantren dengan tanpa terkoordinir suatu lembaga manapun, termasuk pesantren-pesantren salaf yang telah terbukti ketangguhannya dalam melahirkan tokoh-tokoh masyarakat.
Demikian halnya dengan Pondok Giri, melalui SIS yang dikibarkan sejak 20 tahun lalu dengan mengandalkan kurikulum pendidikan yang ditetapkan langsung oleh pengasuhnya mencoba menawarkan alternative agar pesantren salaf mampu menelorkan santri-santri yang siap berkiprah di masyarakat, sehingga peranannya dalam menyiapkan sumber daya manusia di era pembangunan seperti sekarang ini tidak akan terputus.

E.  Jenjang Pendidikan
    Alternative yang ditawarkan  SIS yang dibagi dalam 4 stresing itu, masing-masing jenjang persiapan (1 tahun), jenjang ini dikhususkan bagi para santri yang belum mengenal sama sekali tentang pengetahuan agama. Berikutnya jenjang  2 tahun untuk mendalami ilmu tata bahasa (nahwu Shorof, 2 tahun berikutnya adalah pendalaman Ulum Syari`ah (fiqh), 2 tahun berikutnya adalah pendalaman Tasawuf dan 2 tahun terakhir adalah program takhosus. 

F.  Kurikulum  
      Materi pelajaran yang diajarkan meliputi 3 bidang. Pertama bidang Agama meliputi Al-Qur’an Al-Karim, Al-Hadits Assyarif, Fiqih, Tauhid dan Perbandingan Agama, Tasawuf dan Akhlaq. Kedua bidang Bahasa dan Gramatika yang materinya meliputi Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, dan ketiga bidang sosiologi Islam dengan materi Sejarah Nabi, Sejarah Islam, Tsaqofah Islamiyah dan Siyasah.
    Sekilas system yang diterapkan di dalam SIS tidak jauh berbeda dengan system-system pondok salaf lainnya, hanya saja di sini terdapat mata pelajaran tambahan yakni diajarkannya pelajaran umum seperti bahasa Inggris dan lain-lainnya, serta adanya penjenjangan yang lebih menonjol, tetapi jika diruntut lebih jauh SIS memiliki ciri khas tersendiri dengan menawarkan system pendidikan agama yang jauh lebih efisien dan efektif baik dari sisi penggunaan waktu belajar, biaya sampai pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh santri.
      Hal ini bisa dibandingkan dengan system pendidikan yang selama ini diterapkan pada pondok-pondok salaf yang pada umumnya kurang efektif, banyak waktu yang terbuang, tidak sedikit biaya yang dikeluarkan oleh santri karena ia harus berlama-lama di pesantren untuk mengikuti pelajaran kitab demi kitab yang dibaca oleh pengasuhnya sampai khatam, meski dari satu kitab ke kitab berikutnya hanya mendalami bahasan materi teorinya saja. Sehingga seolah tidak ada waktu lagi untuk mengapresiasikan apa yang dimiliki oleh santri.
Panjang atau lamanya waktu yang dibutuhkan oleh santri di kebanyakan pondol-pondok salaf memang tidak bisa ditutup-tutupi, misalnya seorang santri yang mengaji masalah fiqih ia terpaksa harus mengulang-ulang bab atau masalah-masalah yang sedang dikajinya dari kitab yang satu ke kitab berikutnya yang dibacakan oleh pengasuhnya. Kitab Taqrib, Fathul Muin dan Iqna’ yang selama ini seolah boleh dibilang menjadi bacaan wajib di lingkungan pesantren salaf, barangkali bisa dijadikan salah satu contoh, ketiga kitab itu biasanya dikaji secara berturut-turut oleh santri padahal bab dan bahasanya hampir sama, ini sangat tidak efisien dan membuang-buang waktu saja.
      Pengulang-ulangan bahasan pada satu mata pelajaran seperti itu tidak akan ditemui di dalam SIS, karena materi pelajaran sudah terprogram dengan rapi dan sistematis. Kurikulum yang dirancang sendiri itu hingga sekarang telah berusia 10 tahun dari hasilnya cukup memuaskan. Santri yang dididik dalam SIS setelah terjun di masyarakat tidak mengecewakan penguasaan ilmu agamanya, dan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat disambut dengan antusias.
     Sebab selama nyantri mereka tidak melulu dikonsentrasikan untuk belajar di bidangnya saja, tetapi juga debekali dengan ketrampilan-ketrampilan yang mampu menunjang untuk bekal hidup di masyarakat. Untuk menambah wawasan para santri yang mengikuti program SIS, Pondok Giri saat ini telah melengkapi diri dengan beberapa fasilitas seperti computer yang dilengkapi dengan Ms Word berbahasa Arab, Holy Qur’an, Hadits Program, Kamus Bahasa, terjamah Qur’an dalam bahasa Inggris dan Indonesia.
      Satu lagi terobosan yang ditempuh oleh pondok pesantren salaf Girikusumo dalam upaya memanfaatkan waktu seeifien mungkin yakni diterapkannya sistem target (tahdid), yakni pembatasan metode pendidikan sistem salaf yang mengedepankan pada penggunaan makna gandul  .
Kendati pondok Giri mencoba melakukan lompatan-lompatan strategis melalui SIS-nya bukan berarti bentuk-bentuk kegiatan yang lain ditinggalkan sama sekali, justru jenis-jenis kegiatan keagamaan yang sudah ada tetap mendapatkan perhatian yang khusus.
    Misalnya di bidang pendidikan non formal, selain mengintensifkan pengajian kitab-kitab kuning yang diajarkan dengan system bandongan, Pondok Giri juga membuka program hafalan Al-Qur’an, ceramah ilmiyah (1 bulan sekali), majlis taklim untuk masyarakat umum (35 hari sekali), latihan ketrampilan meliputi pertukangan, pertanian, computer dan menjahit. Selain itu olah raga juga diprioritaskan, meliputi oleh raga bela diri, bulu tangkis, sepak takraw, bola voli, tennis meja dan sepak bola.
    Sementara untuk kegiatan pengajian thariqah yang menjadi salah satu tiang penyangga dan cikal bakal berdirinya Pondok Giri hingga sekarang masih terus berlangsung dengan santri yang sebagian besar sudah berusia lanjut, programnya tetap berlangsung sebagaimana sedia kala.
Pengajian Thariqah dilaksanakan selama 10 hari berturut-turut 4 kali dalam setahun yakni setiap tanggal 1 – 10 bulan Muharrom, Robi’ul Awwal, Rajab dan Ramadhan. Rata-rata santri Thariqoh yang mengikuti program pengajian Thariqiah setiap kali dilaksanakan pada salah satu dari 4 bulan itu jumlahnya mencapai 500 sampai 1.000 orang.
      Pada tahun 1997 melalui ide cemerlang adik kandung Kyai Nadlif, Kyai Munif mencoba mencari format baru  untuk mengembangkan  pendidikan dilingkungan pesantren Giri, dengan mendirikan sebuah Yayasan yang diberi nama Yayasan Ky Ageng Giri dengan maksud membawahi lembaga –lembaga formal  yang mengikuti program pemerintah. Hal ini didasarkan pada orientasi dan kebutuhan mayarakat  akan formalitas dengan tidak meninggalkan ciri khas lembaga  yang bernaung dibawah pesantren yaitu dominasi religiusitas kurikulum yang diterapkan dilembaga dibawah Yayasan.
Dalam waktu yang relative singkat Yayasan Ky Ageng Giri telah memiliki beberapa lembaga pendidikan seperti : TK, SD, SMP, dan SMA.

G.  Kembalinya satu kepemimpinan
     Dua kepemimpinan Pondok Pesantren Giri dengan pembagian K.H. Nadzif Zuhri mengasuh Pondok Muda dan K.H. Munif Zuhri mengasuh Pondok Tua tidak bertahan lama sekitar 10 tahun disebabkan wafatnya K.H. Nadzif Zuhri pada tahun 2000 M. Akhirnya kepemimpinanpun dilimpahkan pada satu pengasuh yaitu K.H. Munif Zuhri.

H.  Lembaga Pendidikan Dibawah Naungan Pondok Pesantren
1. Sekolah Islam Salaf
    Sekolah Islam Salaf  Pondok Pesantren Girikesumo Girikusuma Mranggen Demak adalah Lembaga pendidikan  Islam yang menangani putra dan putri dengan berorentasi pada sistem dan pemahaman `Ulama`  salaf.
   Tentu kita sependapat bahwa makna perjuangan Islam dan pertahananya tidak bisa lepas dari menyampaikan ajaran Islam dari generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu dengan diabaikanya kaderisasi oleh umat Islam berarti awal kehancuran Islam itu sendiri.
    Tidak berlebihan apabila Sekolah Islam Salaf Pondok Pesantren Girikesumo beranggapan bahwa, Pondok Pesantren dalam perjalanan sejarahnya sejak zaman dahulu sampai sekarang adalah benteng pertahanan Umat Islam, karena Pesantren menfokuskan pembahasan materinya  pada ajaran-ajaran Islam dan pemecahan  problematika umat  dalam kehidupan individu maupun sosial demi menjunjung tinggi kalimah Allah , agar mendapatkan  RidhoNya.

Berdirinya SIS
      Sekolah Islam Salaf Pondok Pesantren Girikesumo, Girikusuma  Mranggen Demak di dirikan sekitar tahun 1288 H. Oleh guru Mursyid Thoriqoh Naqsyabandiyah Syeh Kiyai Muhammad Hadi yang bermadzhab Syafi`i. Sesudah beliau wafat diteruskan oleh puteranya Syeikh Mursyid Kiyai Muhammad Zahid, kemudian  oleh putranya Syeikh Mursyid Kiyai Muhammad Zuhry, dan kemudian  oleh puteranya, Ustadz Muhammad Nazhif. Sedangkan yang memegang Irsyadad Naksyabandiyah dan Sekolah Islam Salaf sekarang adalah saudara kandungnya Syeikh Mursyid Kiyai Muhammad Munif.

Tujuan
1.  Menyebarkan ajaran Islam keseluruh umat. 
2.  Mendidik   para   santri   agar   berpegang  teguh  pada  ajaran Islam,dengan berbekal ilmu pengetahuan  dan ketrampilan yang membuat mereka mampu berdakwah serta mampu memecahkan problematika umat menurut petunjuk  Al-Qur`an, Sunah Nabi SAW dan amal `Ulama Salaf.
3.  Menanamkan  semangat  memiliki  Islam dengan memberikan  latihan-latihan praktis dalam kehidupan individu maupun sosial yang didasarkan pada keikhlasan dengan mengikuti jejak Rasulullah SAW.serta `Ulama Salaf.

Program Pendidikan
Sekolah Islam Salaf Pondok Pesantren Girikusuma Mranggen Demak   
memiliki sistem Pendidikan  Kurikuler dan   Extra Kurikuler.

Jenjang Pendidikan
1. Sekolah  Persiapan (i`idad)ditempuh satu tahun.
2. Menengah pertama (Mutawasith), sederajat dengan tingkat  tsanawi ditempuh tiga tahun.
3. Menengah atas (Tsanawi), sederajad dengan tigkat aliyah,  ditempuh tiga tahun.
4. Sekolah Tinggi (Ma`had Aly), ditempuh tiga tahun
A.5. Materi pelajaran

No
I`IDAD

MUTAWASITH

TSANAWI
1
Alquran
Alquran
Alquran
2
Hadist
Tafsir
Hadits
3
Tauhid
Hadis
Tafsir
4
Fiqh
Tauhid
`Ulumu Alquran
5
Qowa`id
Nusus
`Ulumu Alhadits
6
Syafahi
Fiqh
Tauhid
7
Qiraah
Nahwu
Fiqh
8
Tahriri
Akhlak
Ushul Fiqh
9
Nusus
Syafahi
Qawa`id Fiqh
10
Akhlaq
Tahriri
Faraid
11
Khat Imla`
Qira`ah
Qowa`id
12
Nahwu
Sirah
Muthola`ah
13
Shorf
Khath dan Imla`
Siroh
14

Sharaf.
Manahijulbahts
15


Balaghah
16


Turuqu Attadris
17


Tarikh tasyri`
18


Tsaqafah

Materi pelajaran extrakulikuler
Materipelajaran extrakulikuler disesuaikan dengan tingkatan, dibacakan Fiqh,Hadits,Tafsir,Tasawuf dan Akhlaq.  

Program Tahfidlul Quran
Tahfidlulquran ini diperuntukkan bagi santri putra dan putri dengan program sebagai berikut:
1. Binnadlor
2. BilGhaib

2. Madrasah Diniyah.
Lembaga ini didirikan untuk memberikan program tambahan bagi santri yang mengikuti program sekolah formal, disisi lain sebagai bekal para santri dalam bidang agama setelah mereka mengenyam meta pelajaram umum dipagi hari, dengan harapan mereka mengerti dan faham akan bekal kehidupan mereka yang baik di dunia maupun  diakhirat.
Program pendidikan.
Madrasah diniyah ini memiliki dua jenjang pendidikan, tingkat I’dad dan Mutawasith.  Dan diberikan materi tambahan (ekstrakurikuler) berupa pengajian Alqur’an serta pengajian kitab diberbagai disiplin ilmu dengan system bandongan.
Materi pelajaran.
            2.a. I`dad                    : Fiqh, Tauhid, Al-Qur`an, Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab.
            2.b. Mutawassith         : Fiqh, Tauhid, Al-Qur`an, Hadits, Tajwid, Nahwu, Shorof, Bahasa Arab, Sirah, Tarikh Tasyri`.

Materi Pelajaran Extrakurikuler
            Materi Extrakurikuler disesuaikan dengan tingkatan, dibacakan secara bandongan maupun sorogan kitab Fiqih, Hadits, Tafsir, dan Akhlaq. Dan pelajaran Baca Tulis Al-Qur`an bagi anak yang masih buta huruf arab.

3. Yayasan Ky Ageng Giri.
Sejarah Berdirinya Yayasan
      Bermula dari keprihatinan Almukarrom K.H. Munif Muhammad Zuhri terhadap kondisi umat islam yang kiuan terpuruk dan tersingkir dari derasnya arus globalisasi dan sekaligus dalam rangka menjawab kebutuhan umat di berbagai aspek kehidupan, maka dengan bekal keyakinan yang kuat akhirnya lahirlah Yayasan Ky Ageng Giri. Sebuah nama yang disandarkan pada tokoh Simbah Syaikh Muhammad Hadi yang juga dikanal dengan Ky Ageng Giri. Yayasan ini tepatnya lahir pada tanggal 02 Januari 1997 M.
       Yayasan Ky Ageng Giri yang salah satu konsentrasinya adalah di bidang formal, mulai menapaki sejarah dengan mendirikan SLTP Ky Ageng Giri. Namun dalam waktu tak begitu lama Yayasan ini telah memiliki beberapa lembaga pendidikan sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Tujuan
Meningkatkan kwalitas sumberdaya manusia di lingkungan umat islam untuk mencapai `Izzul Islam Wal Muslimin di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara didalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
- Menyelenggarakan, mengembengkan dan mengusahakan lembaga pendidikan dan pengajaran menurut paham Ahluaaunnah wal jamaah dengan menganut salah satu madzhab empat : Hanafi, Maliki , Syafi`i dan Hambali.
- Menyelenggarakan dan mengusahakan berbagai kegiatan keagamaan, tempat/sarana ibadah dan usaha-usaha sosial dalam wadah dan nafas Islam.

Lembaga-lembaga Pendidikan
a. TK,
b. SD
c. SMP,
d. SMA.

    Demikian selayang pandang Pondok Pesantren Girikesumo dengan alamat Girikusuma Banyumeneng Mranggen Demak 59567 Telp. (024) 70783037/70783038. Semoga dapat bermanfaat dan dapat dijadikan panduan oleh masyarakat atau siapa saja yang ingin mengenal dan mengetahui tentang keberadaan Pondok Pesantren Girikesumo yang sudah cukup tua ini.

Sumber: Mudirul Ma'had Ponpes Girikesumo 

Tidak ada komentar: