Jumat, 24 Mei 2013

ASWAJA MASA RASUL


Sejarah Perkembangan Aswaja Pada Zaman Rasul Dan Shahabat


BAB I
PENDAHULUAN


                ASWAJA adalah kepanjangan dari kata Ahlussunnah Waljama’ah. Ahlussunnah berarti orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan Waljama’ah berarti mayoritas sahabat atau umat Nabi Muhammad SAW.
                Jadi, definisi Ahlussunnah Waljama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. dan mayoritas sahabat (maa ana ‘alaihi wa ashabi) baik dalam syari’at maupun akidah dan tashawuf. Istilah Ahlussunnah Waljama’ah belum dikenal pada zaman Nabi Muhammad SAW. maupun khulafa’urrasyidin bahkan tidak dikenal pada zaman pemerintahan Bani Umayyah (41-133H/ 611-750 M)          . Istilah Ahlussunnah Waljama’ah untuk pertama kali dipakai pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al Mansur (137-159 H/754-775 M) dan Kholifah Harun Al Rasyid kedua dari dinasti ‘Abasiyah. Istilah Ahlussunnah Waljama’ah semakin tampak kepermukaan pada zaman pemerintahan Al Ma’mun. Pada masa pemerintahan Al Ma’mun menjadikan Muktazilah (aliran yang mendasarkan Al Qur’an dan akal) sebagai madzhab resmi Negara. Untuk pembahasan selanjutnya akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah
                Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah secara bahasa adalah berasal dari kata “ahlun” yang berarti keluarga, golongan atau pengikut. Sedangkan “ahlussunnah” berarti orang-orang yang mengikuti sunnah (baik perkataan, pemikiran atau amal pebuatan Nabi Muhammad SAW). Dan “waljama’ah” memiliki arti mayoritas ‘ulama dan jama’ah umat Islam pengikut sunnah Rasul. Dengan demikian secara bahasa ASWAJA berarti orang-orang atau mayoritas para ‘ulama atau umat islam yang


mengikuti sunnah Rasul dan para shahabat atau tabi’in.
                      Secara istilah “Ahlussunnah Waljama’ah” berarti golongan umat Islam yang dalam bidang tauhid menganut pemikiran imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi, sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut imam madzhab empat yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali, serta menganut dalam bidang tashawuf pada imam Al Ghazali dan Imam Junaidi Al Baghdadi.
                      Manhaj (metode/ cara berfikir/ ideologi)
                      Madzhab (golongan/firqoh) secara bahasa berasal dari kata madzhabun yang berarti tempat berjalan. Menurut istilah ialah metode atau cara yang dipakai seorang mujtahid (ulama yang memenuhi syarat berijtihad) dalam menetapkan hukum berdasarkan Al Qur’an dan Al Hadits. Maka bermadzhab adalah menjalankan syariat agama sesuai dengan hasil ijtihad imam mujtahid.

B.       Sejarah Munculnya Istilah Ahlussunnah Waljama’ah
                      Istilah Ahlussunnah Waljama’ah pertama kali dipakai pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al Mansur (137-159H/754-775M) dan khalifah Harun Al Rasyid (170-194H/785-809M) keduanya dari dinasti ‘Abasiyah (750-1258).  Isatilah Ahlussunnah Waljama’ah semakin tampak kepermukaan pada zaman pemerintahan khalifah Al Ma’mun (198-218H/813-833M). pada zamanya, Al Ma’mun menjadikan muktazilah (aliran yang mendasarkan ajaran islam pada Al Qur’an dan akal) sebagai madzhab resmi negara, dan ia memaksa para pejabat dan tokoh-tokoh agama agar mengikuti faham ini, terutama yang berkaitan dengan kemakhlukan  Al Qur’an. Untuk itu, ia melakukan mihnah (inquisition), yaitu ujian akidah terhadap pejabat dan ‘ulama. Materi pokok yang diujikan adalah masalah Al Qur’an. Bagi muktazilah, Al Qur’an adalah makhluk (diciptakan oleh Allah SWT), tidak qadim (ada sejak awal dari segala permulaan), sebab tidak ada yang qadim selain Allah SWT. Orang yang berpendapat bahwa Al Qur’an itu qadim berarti syirik dan syirik merupakan dosa besar yang tak terampuni. Untuk membebaskan manusia dari syirik, Al Ma’mun melakukan mihnah. Ada beberapa ulama yang terkena mihnah          dari Al Ma’mun, di antaranya, Imam Ahmad Ibnu Hanbal (164-241 H). penggunaan istilah Ahlussunnah Waljamaah semakin populer setelah munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (260-324 H/873-935 M) dan Abu  Manshur Al Maturidi (w.944 M), yang melahirkan aliran “Al Asy‘ariyah dan Al Maturidiyah” di bidang teologi. Sebagai perlawanan terhadap aliran muktazilah yang menjadi aliran resmi pemerintah waktu itu.  Teori Asy’ariyah lebih mendahulukan naql (teks Qur’an Hadist) dari pada aql (penalaran rasional). Dengan demikian bila dikatakan Ahlussunnah Waljamaah pada waktu ini, maka yang dimaksudkan  adalah penganut faham Al Asy’riyah atau Al Maturidiyah dibidang teologi. Dalam hubungan ini Ahlussunnah Waljamaah dibedakan dari Muktazilah, Qadariyah, Syi’ah, Khawarrij, dan aliran-aliran lain. Dari aliran Ahlussunnah Waljamaah atau disebut aliran Sunni  dibidang teologi kemudian juga berkembang dalam bidang lain yang menjadi ciri khas aliran ini, baik di bidang fiqh dan tashawuf. Sehingga menjadi istilah, jika disebut akidah sunni (Ahlussunnah Waljamaah) yang dimaksud adalah pengikut Asy’ariyah dan Maturidiyah atau Fiqh dan Sunni, yaitu pengiktu madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). Yang menggunakan rujukan Al Qur’an , Al Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Atau juga tashawuf sunni, yang dimaksud adalah pengikut metode tashawuf Abu Qashim Abdul Karim Al Qusyairi, Imam Al Hawi, Imam Al Ghazali dan Imam Junaid Al Baghdadi. Yang memadukan antara syari’at, hakikat dan ma’rifat.

C.      Dasar Istilah Firqoh Ahlussunnah Waljama’ah
                      Ada beberapa riwayat hadits tentang firqah (golongan) yang kemudian dijadikan landasan bagi firqah Ahlussunnah Waljama’ah. Sedikitnya ada 6 riwayat hadits tentang firqah yang semuanya sanadnya dapat dijadikan hujjah (dalil) karena tidak ada yang dhoif tetapi hadits shahih dan hasan. Dari hadits yang kesimpulanya menjelaskan bahwa umat Rasulullah akan menjadi 73 firqah, semua dineraka kecuali satu yang disurga itulah yang disebut firqah yang selamat “al firqah annajiyah”. Dari beberapa riwayat itu ada yang secara tegas menyebutkan: “Ahlussunnah Waljama’ah” atau “Al Jama’ah”. Tetapi yang paling banyak dengan kalimat “maa ana ‘alaihi wa ashabi”.

عن عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:" لباتين على امتي ما اتى على بني اسرائيل حذوالنعل بالنعل حتى ان كان منهم من باتي امه علانية لكان في امتي من  يصنع ذالك, وان بني اسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة وتفرقت امتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار الا واحدة", قالوا "ومن هي يا رسول الله ؟" قال: " ما انا عليه واصحابي”. (الترمذي والاجري والالكائي وغيرهم. حسن بشواهد كثيرة)

Artinya: Dari Abdillah Bin Amr berkata, Rasulullah SAW bersabda: “ Akan datang kepada umatku sebagaimana yang terjadi kepada Bani Isra’il. Mereka meniru perilakuan seseorang dengan sepadanya, walaupun diantara mereka ada yang menggauli ibunya terang-terangan niscaya akan ada diantara umatku yang melakukan seperti mereka. Sesungguhnya Bani Israil berkelompok menjadi 72 golongan. Dan umatku akan berkelompok menjadi 73 golongan, semua dineraka kecuali satu. Sahabat bertanya: “Siapa mereka itu Rasulullah?”, Rasulullah menjawab: “Apa yang ada padaku dan sahabat-sahabatku.” (HR. At Tirmidzi, Al Hijri, Al-Lalkai, Hadits Hasan).

عن انس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "ان بني اسرائيل افترقت على احدى وسبعين فرقة, وان امتي ستفترق على ثنتين وسبعين فرقة كلها في النار الا واحدة, وهي الجماعة" (ابن ماجه واحمد والا لكائي وغيرهم. هذا اسناد جيد)

Artinya: Dari Annas Bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Bani Israil akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan berkelompok menjadi 72 golongan, semua dineraka kecuali satu yaitu Al Jama’ah”. (Hr. Ibn Majah, Ahmad. Al-lakai dan lain. Hadits sanad baik).
                      Dari pengertian hadits diatas dapat difahami dan disimpulkan sebagai berikut:
Penganut suatu agama sejak sebelum Nabi Muhammad (yaitu bani israil) sudah banyak yang menyimpang dari ajaran aslinya, sehingga terjadi banyak interpretasi yang kemudian terakumulasi menjadi firqah-firqah.
                      Umat Nabi Muhammad SAW. juga akan menjadi beberapa firqah. Namun berapa jumlahnya? Bilangan 73 apakah sebagai angka pasti atau menunjukan banyak, sebagaimana kebiasaan budaya arab waktu itu? Bermacam-macam firqah itu masih diakui oleh nabi Muhammad SAW sebagai umatnya, berarti apapun nama firqah mereka dan apapun produk pemikiran dan pendapat mereka asal masih mengakui Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai nabi dan ka’bah sebagai kiblatnya tetap diakui muslim. Tidak boleh di cap kafir.
                      Pengertian semua dineraka kecuali satu, yaitu mereka yang tidak persis sesuai dengan sunnah nabi dan para sahabatnya akan masuk neraka dahulu tapi tidak kekal didalamnya yang satu akan langsung ke surga tanpa mampir di neraka dahulu. Kelompok yang selamat adalah meraka yang mengikuti sesuai apa yang mungkin berada di berbagai tempat, masa dan jama’ah. Tidak harus satu organisasi, satu negara, satu masa atau satu partai dan golongan.

D.      Perkembangan Ahlussunnah Waljama’ah
                      KH. Hasyim Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul ‘Ulama memberikan tashawur (gambaran) tentang Ahlussunnah Waljamaah sebagaimana ditegaskan dalam al qanun  al asasi, bahwa faham Ahlussunnah Waljamaah versi Nahdlatul ‘Ulama yaitu mengikuti Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Manshur Al Maturidi secara teologis, mengikuti salah satu empat madzhab fiqh (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) secara fiqhiyah, dan bertashawuf sebagaimana yang di pahami oleh Imam Al Ghazali atau Imam Junaid Al Baghdadi.
                      Penjelasan KH. Hasyim Asy’ari tentang Ahlussunnah Waljama’ah versi Nahdlatul ‘Ulama dapat dipahami sebagai berikut:
-                               Penjelasan Aswaja KH. Hasyim Asy’ari, merupakan gambaran yang lebih mudah bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan pembenaran dan pemahaman secara jelas, karena secara definitif tentang Ahlussunnah Waljama’ah para ‘ulama berbeda secara redaksional tapi muaranya sama yaitu “maa ana ‘alaihi wa ashabi”.
-                               Dan penjelasan Aswaja tersebut merupakan implementasi dari sejarah berdirinya kelompok Ahlussunnah Waljama’ah sejak masa pemerintahan ‘Abbasiyah yang kemudian terakumulasi menjadi firqah yang berteologi Asy’ariyyah dan Maturidiyah, berfiqih madzhab yang empat dan bertashawuf Al Ghazali dan Junaid Al Baghdadi.
-                               Dan juga merupakan perlawanan terhadap gerakan wahabiyah (islam modernis) di Indonesia waktu itu yang mengumandangkan konsep kembali kepada Al Qur’an dan As-Sunnah, dalam arti anti madzhab, anti taqlid, dan anti TBC (tahayul, bid’ah dan churafat). Sehingga dari penjelasan Aswaja versi NU dapat difahami bahwa untuk memahami Al Qur’an dan As-Sunnah perlu penafsiran para ‘ulama yang memang ahlinya. Karena sedikit sekali kaum muslimin mampu berijtihad, bahkan kebanyakan mereka itu muqallid dan muttabi’ baik mengakui atau tidak.
BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
                      Dari pemaparan tentang Ahlussunnah Waljama’ah, secara historis, teks hadits, dan penjelasan KH. Hasyim Asy’ari maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Secara historis Ahlussunnah Waljama’ah menjadi nama firqah sebuah aliran pada masa pemerintahan ‘Abbasiyah, akibat dari pergolakan pemikiran antara muktazilah dan kelompok lain. Dalam pandangan ini Ahlussunnah Waljama’ah adalah sebuah Al Manhaj Al Fiqri.
                      Pengklasifikasian firqah Islam menjadi 73 adalah sebuah prediksi Rasulullah sesuai sistem berfikir yang ada dan berkembang dimasa yang akan datang dalam memahami ajaran Islam. Kelompok yang selamat adalah sebuah perilaku dari perorangan atau kelompok yang mengikuti sunnah nabi dan para sahabatnya.

B.                          Daftar Pustaka
-                               Badri yatim, sejarah peradaban islam, 2001, Jakarta: raja grafindo jaya.
-                               Harun nasution, teologi islam aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, 2008, Jakarta: UI-press
-                               Azyumardi, azra, jaringan ulama’, 1994, bandung: mizan

Tidak ada komentar: