Sejarah Perkembangan
Aswaja Pada Zaman Rasul Dan Shahabat
BAB I
PENDAHULUAN
ASWAJA
adalah kepanjangan dari kata Ahlussunnah Waljama’ah. Ahlussunnah berarti
orang-orang yang menganut atau mengikuti sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan Waljama’ah
berarti mayoritas sahabat atau umat Nabi Muhammad SAW.
Jadi,
definisi Ahlussunnah Waljama’ah adalah orang-orang yang mengikuti sunnah Nabi Muhammad
SAW. dan mayoritas sahabat (maa ana ‘alaihi wa ashabi) baik dalam syari’at
maupun akidah dan tashawuf. Istilah Ahlussunnah Waljama’ah belum dikenal pada zaman
Nabi Muhammad SAW. maupun khulafa’urrasyidin bahkan tidak dikenal pada zaman
pemerintahan Bani Umayyah (41-133H/ 611-750 M) . Istilah Ahlussunnah Waljama’ah untuk
pertama kali dipakai pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al Mansur (137-159
H/754-775 M) dan Kholifah Harun Al Rasyid kedua dari dinasti ‘Abasiyah. Istilah
Ahlussunnah Waljama’ah semakin tampak kepermukaan pada zaman pemerintahan Al
Ma’mun. Pada masa pemerintahan Al Ma’mun menjadikan Muktazilah (aliran yang
mendasarkan Al Qur’an dan akal) sebagai madzhab resmi Negara. Untuk pembahasan
selanjutnya akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ahlussunnah Wal Jama’ah
Pengertian Ahlussunnah Waljama’ah secara bahasa adalah berasal dari kata “ahlun” yang berarti keluarga, golongan atau
pengikut. Sedangkan “ahlussunnah” berarti orang-orang yang mengikuti sunnah (baik
perkataan, pemikiran atau amal pebuatan Nabi Muhammad SAW). Dan “waljama’ah”
memiliki arti mayoritas ‘ulama dan jama’ah umat Islam pengikut sunnah Rasul.
Dengan demikian secara bahasa ASWAJA berarti orang-orang atau mayoritas para
‘ulama atau umat islam yang
mengikuti sunnah Rasul dan para shahabat atau
tabi’in.
Secara istilah “Ahlussunnah Waljama’ah” berarti golongan umat Islam yang dalam bidang
tauhid menganut pemikiran imam Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Mansur Al Maturidi,
sedangkan dalam bidang ilmu fiqih menganut imam madzhab empat yaitu Hanafi,
Maliki, Syafi’i dan Hambali, serta menganut dalam bidang tashawuf pada imam Al
Ghazali dan Imam Junaidi Al Baghdadi.
Manhaj (metode/ cara
berfikir/ ideologi)
Madzhab (golongan/firqoh) secara bahasa berasal dari kata madzhabun yang berarti tempat
berjalan. Menurut istilah ialah metode atau cara yang dipakai seorang mujtahid
(ulama yang memenuhi syarat berijtihad) dalam menetapkan hukum berdasarkan Al
Qur’an dan Al Hadits. Maka bermadzhab adalah menjalankan syariat agama sesuai
dengan hasil ijtihad imam mujtahid.
B.
Sejarah Munculnya Istilah Ahlussunnah Waljama’ah
Istilah Ahlussunnah Waljama’ah pertama kali dipakai
pada masa pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al Mansur (137-159H/754-775M) dan
khalifah Harun Al Rasyid (170-194H/785-809M) keduanya dari dinasti ‘Abasiyah (750-1258). Isatilah Ahlussunnah Waljama’ah semakin
tampak kepermukaan pada zaman pemerintahan khalifah Al Ma’mun (198-218H/813-833M).
pada zamanya, Al Ma’mun menjadikan muktazilah (aliran yang mendasarkan ajaran
islam pada Al Qur’an dan akal) sebagai madzhab resmi negara, dan ia memaksa
para pejabat dan tokoh-tokoh agama agar mengikuti faham ini, terutama yang berkaitan
dengan kemakhlukan Al Qur’an. Untuk itu,
ia melakukan mihnah (inquisition), yaitu ujian akidah terhadap pejabat dan
‘ulama. Materi pokok yang diujikan adalah masalah Al Qur’an. Bagi muktazilah,
Al Qur’an adalah makhluk (diciptakan oleh Allah SWT), tidak qadim (ada sejak awal
dari segala permulaan), sebab tidak ada yang qadim selain Allah SWT. Orang yang
berpendapat bahwa Al Qur’an itu qadim berarti syirik dan syirik merupakan dosa
besar yang tak terampuni. Untuk membebaskan manusia dari syirik, Al Ma’mun
melakukan mihnah. Ada beberapa ulama yang terkena mihnah dari Al
Ma’mun, di antaranya, Imam
Ahmad Ibnu Hanbal (164-241 H). penggunaan istilah Ahlussunnah Waljamaah semakin
populer setelah munculnya Abu Hasan Al-Asy’ari (260-324 H/873-935 M) dan
Abu Manshur Al Maturidi (w.944 M), yang
melahirkan aliran “Al Asy‘ariyah dan Al Maturidiyah” di bidang teologi. Sebagai
perlawanan terhadap aliran muktazilah yang menjadi aliran resmi pemerintah
waktu itu. Teori Asy’ariyah lebih
mendahulukan naql (teks Qur’an Hadist) dari pada aql (penalaran
rasional). Dengan demikian bila dikatakan Ahlussunnah Waljamaah pada waktu ini,
maka yang dimaksudkan adalah penganut faham
Al Asy’riyah atau Al Maturidiyah dibidang teologi. Dalam hubungan ini Ahlussunnah
Waljamaah dibedakan dari Muktazilah, Qadariyah, Syi’ah, Khawarrij, dan
aliran-aliran lain. Dari aliran Ahlussunnah Waljamaah atau disebut aliran Sunni dibidang teologi kemudian juga berkembang dalam
bidang lain yang menjadi ciri khas aliran ini, baik di bidang fiqh dan tashawuf.
Sehingga menjadi istilah, jika disebut akidah sunni (Ahlussunnah Waljamaah)
yang dimaksud adalah pengikut Asy’ariyah dan Maturidiyah atau Fiqh dan Sunni,
yaitu pengiktu madzhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali). Yang
menggunakan rujukan Al Qur’an , Al Hadits, Ijma’, dan Qiyas. Atau juga tashawuf
sunni, yang dimaksud adalah pengikut metode tashawuf Abu Qashim Abdul Karim Al
Qusyairi, Imam Al Hawi, Imam Al Ghazali dan Imam Junaid Al Baghdadi. Yang memadukan
antara syari’at, hakikat dan ma’rifat.
C.
Dasar Istilah Firqoh Ahlussunnah Waljama’ah
Ada beberapa riwayat hadits tentang firqah
(golongan) yang kemudian dijadikan landasan bagi firqah Ahlussunnah Waljama’ah.
Sedikitnya ada 6 riwayat hadits tentang firqah yang semuanya sanadnya dapat
dijadikan hujjah (dalil) karena tidak ada yang dhoif tetapi hadits shahih dan
hasan. Dari hadits yang kesimpulanya menjelaskan bahwa umat Rasulullah akan
menjadi 73 firqah, semua dineraka kecuali satu yang disurga itulah yang disebut
firqah yang selamat “al firqah annajiyah”. Dari beberapa riwayat itu ada yang
secara tegas menyebutkan: “Ahlussunnah Waljama’ah” atau “Al Jama’ah”. Tetapi
yang paling banyak dengan kalimat “maa ana ‘alaihi wa ashabi”.
عن
عبد الله بن عمرو قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:" لباتين على امتي
ما اتى على بني اسرائيل حذوالنعل بالنعل حتى ان كان منهم من باتي امه علانية لكان
في امتي من يصنع ذالك, وان بني اسرائيل
تفرقت على ثنتين وسبعين ملة وتفرقت امتي على ثلاث وسبعين ملة كلهم في النار الا
واحدة", قالوا "ومن هي يا رسول الله ؟" قال: " ما انا عليه
واصحابي”. (الترمذي والاجري والالكائي وغيرهم. حسن بشواهد كثيرة)
Artinya: Dari Abdillah Bin Amr berkata, Rasulullah SAW bersabda: “
Akan datang kepada umatku sebagaimana yang terjadi kepada Bani Isra’il. Mereka
meniru perilakuan seseorang dengan sepadanya, walaupun diantara mereka ada yang
menggauli ibunya terang-terangan niscaya akan ada diantara umatku yang
melakukan seperti mereka. Sesungguhnya Bani Israil berkelompok menjadi 72
golongan. Dan umatku akan berkelompok menjadi 73 golongan, semua dineraka
kecuali satu. Sahabat bertanya: “Siapa mereka itu Rasulullah?”, Rasulullah
menjawab: “Apa yang ada padaku dan sahabat-sahabatku.” (HR. At Tirmidzi, Al
Hijri, Al-Lalkai, Hadits Hasan).
عن
انس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "ان بني اسرائيل افترقت
على احدى وسبعين فرقة, وان امتي ستفترق على ثنتين وسبعين فرقة كلها في النار الا
واحدة, وهي الجماعة" (ابن ماجه واحمد والا لكائي وغيرهم. هذا اسناد جيد)
Artinya: Dari Annas Bin Malik berkata, Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Bani Israil akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya
umatku akan berkelompok menjadi 72 golongan, semua dineraka kecuali satu yaitu
Al Jama’ah”. (Hr. Ibn Majah, Ahmad. Al-lakai dan lain. Hadits sanad baik).
Dari
pengertian hadits diatas dapat difahami dan disimpulkan sebagai berikut:
Penganut suatu agama sejak sebelum Nabi Muhammad (yaitu bani israil)
sudah banyak yang menyimpang dari ajaran aslinya, sehingga terjadi banyak
interpretasi yang kemudian terakumulasi menjadi firqah-firqah.
Umat Nabi Muhammad
SAW. juga akan menjadi beberapa firqah. Namun berapa jumlahnya? Bilangan 73
apakah sebagai angka pasti atau menunjukan banyak, sebagaimana kebiasaan budaya
arab waktu itu? Bermacam-macam firqah itu masih diakui oleh nabi Muhammad SAW
sebagai umatnya, berarti apapun nama firqah mereka dan apapun produk pemikiran
dan pendapat mereka asal masih mengakui Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai
nabi dan ka’bah sebagai kiblatnya tetap diakui muslim. Tidak boleh di cap
kafir.
Pengertian
semua dineraka kecuali satu, yaitu mereka yang tidak persis sesuai dengan
sunnah nabi dan para sahabatnya akan masuk neraka dahulu tapi tidak kekal
didalamnya yang satu akan langsung ke surga tanpa mampir di neraka dahulu.
Kelompok yang selamat adalah meraka yang mengikuti sesuai apa yang mungkin
berada di berbagai tempat, masa dan jama’ah. Tidak harus satu organisasi, satu negara,
satu masa atau satu partai dan golongan.
D.
Perkembangan Ahlussunnah Waljama’ah
KH. Hasyim
Asy’ari, Rais Akbar Nahdlatul ‘Ulama memberikan tashawur (gambaran) tentang Ahlussunnah
Waljamaah sebagaimana ditegaskan dalam al qanun al asasi, bahwa faham Ahlussunnah Waljamaah versi
Nahdlatul ‘Ulama yaitu mengikuti Abu Hasan Al Asy’ari dan Abu Manshur Al Maturidi
secara teologis, mengikuti salah satu empat madzhab fiqh (Hanafi, Maliki,
Syafi’i dan Hanbali) secara fiqhiyah, dan bertashawuf sebagaimana yang di
pahami oleh Imam Al Ghazali atau Imam Junaid Al Baghdadi.
Penjelasan KH.
Hasyim Asy’ari tentang Ahlussunnah Waljama’ah versi Nahdlatul ‘Ulama dapat
dipahami sebagai berikut:
-
Penjelasan Aswaja KH. Hasyim Asy’ari, merupakan
gambaran yang lebih mudah bagi masyarakat untuk bisa mendapatkan pembenaran dan
pemahaman secara jelas, karena secara definitif tentang Ahlussunnah Waljama’ah para
‘ulama berbeda secara redaksional tapi muaranya sama yaitu “maa ana ‘alaihi wa
ashabi”.
-
Dan penjelasan Aswaja tersebut merupakan
implementasi dari sejarah berdirinya kelompok Ahlussunnah Waljama’ah sejak masa
pemerintahan ‘Abbasiyah yang kemudian terakumulasi menjadi firqah yang
berteologi Asy’ariyyah dan Maturidiyah, berfiqih madzhab yang empat dan
bertashawuf Al Ghazali dan Junaid Al Baghdadi.
-
Dan juga merupakan perlawanan terhadap gerakan
wahabiyah (islam modernis) di Indonesia waktu itu yang mengumandangkan konsep
kembali kepada Al Qur’an dan As-Sunnah, dalam arti anti madzhab, anti taqlid,
dan anti TBC (tahayul, bid’ah dan churafat). Sehingga dari penjelasan Aswaja versi
NU dapat difahami bahwa untuk memahami Al Qur’an dan As-Sunnah perlu penafsiran
para ‘ulama yang memang ahlinya. Karena sedikit sekali kaum muslimin mampu
berijtihad, bahkan kebanyakan mereka itu muqallid dan muttabi’ baik mengakui
atau tidak.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pemaparan
tentang Ahlussunnah Waljama’ah, secara historis, teks hadits, dan penjelasan
KH. Hasyim Asy’ari maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
Secara
historis Ahlussunnah Waljama’ah menjadi nama firqah sebuah aliran pada masa
pemerintahan ‘Abbasiyah, akibat dari pergolakan pemikiran antara muktazilah dan
kelompok lain. Dalam pandangan ini Ahlussunnah Waljama’ah adalah sebuah Al
Manhaj Al Fiqri.
Pengklasifikasian firqah Islam
menjadi 73 adalah sebuah prediksi Rasulullah sesuai sistem berfikir yang ada
dan berkembang dimasa yang akan datang dalam memahami ajaran Islam. Kelompok
yang selamat adalah sebuah perilaku dari perorangan atau kelompok yang
mengikuti sunnah nabi dan para sahabatnya.
B.
Daftar Pustaka
-
Badri yatim, sejarah peradaban islam,
2001, Jakarta: raja grafindo jaya.
-
Harun nasution, teologi islam
aliran-aliran sejarah analisa perbandingan, 2008, Jakarta: UI-press
-
Azyumardi, azra, jaringan ulama’, 1994,
bandung: mizan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar