MENGUPAS IHDINASSHIROTHOL MUSTAQIM
(Ihdina) bayaanan lilmathluubi minal ma’uunati,
kaanahu qiila : kaifa u’iinukum? : faqooluu : (ihdina shiroothol mustaqiim) wa
innamaa kaana ahsana litalaa’umilkalaami, wa akhdzi ba’dhihi bihujzati ba’dhin,
wa qoro’a ibnu hubaisyin : (nista’iinu)
Terjemah:
(---)[1]
menjelaskan tentang permintaan tolong, seakan-akan dikatakan ; “bagaimana saya
menolong kalian?” : maka orang-orang menjawab : sesungguhnya ucapan/jawaban itu
(---) sangat bagus untuk menyelaraskan perkataan, dan perkataan yang teratur,
rapi (kiasan)[2]
: dan Ibnu Hubaisy[3]
membaca : (nistaiinu)
Hadaa
aslinya digabung dengan laam atau dengan ilaa, seperti firman ALLAH : (inna
haadzal qur’aana yahdi lillati hiya aqwam)[4] dan
(innaka latahdii ilaa shirootiin mustaqiimin)[5] kemudian
diberlakukan sebagaimana kata : ikhtaaro (memilih) didalam firman ALLAH :
(wakhtaaro muusa qoumahu)[6] dan
maknanya meminta petunjuk dan mereka diberi petunjuk : minta tambah pentunjuk; dengan
memberi kebajikan sebagaimana firman Allah SWT : (walladzinahtadau zaadahum hudaa)[7] ,
(walladzina jaahaduu fiina lanahdiyannahum subulanaa)[8] ,
dan diseritakan dari shohabat ‘ali dan ubay [9]
rodhiyallahu ‘anhuma : tunjukkanlah kami tetapkanlah kami, dan shighot/ bentuk
perintah dan do’a itu satu ; karena setiap salah satu dari keduanya itu tholab
/ pengharapan, hanya saja keduanya terpaut dalam tingkaatan. Dan Abdullah[10]
membaca : tunjukanlah kamsi. Jalan yang besar yang tak berpohon kanan kirinya
termasuk menelan sesuatu ketika menelanya ; karenanya menempuh jalan yang
dilalui ketika dia menempuhnya, sebagaimana dinamai (puluk’an) ; karenanya
menelan mereka[11],
dan shirood dari digantinya sin menjadi shood sebab huruf tho’,
sebagaimana ; (mushaitir/ ) dalam (musaitir/ ) dan terkadang
huruf shood dibaca isymaam seakan suaranya zai, dan dibaca dengan semuanya
dibaca dengan itu, dan fasihnya yaitu memurnikan shood, yaitu bahasa quraisy,
yaitu pendapat imam[12],
dan jama’nya lafadz sirooth adalah suruthon sperti lafadz kitaabun dan kutubun,
dan dimudzakarkan dan dimu’annatskan seperti thoriiq dan sabiil, dan yang
dikehendaki adalah jalan kebenaaran, yaitu millatul islam/ agama islam.
(Wadzkuru ni’matallai ‘alaikum) yaitu
nikmat islam (wamiitsaaqohulladzi waatsaqokum bihi) artinya mengikat kalian
dengan islam dengan ikatan dan kokoh, yaitu perjanjian yang diambil oleh
orang-orang islam ketika rosulullah membai’at mereka atas dasar patuh/setia dan
ta’at dalam keadaan mudah dan susah dan kegembiraan/kesenangan dan
kebencian/tidak disenangi, kemudioan mereka menerima, dan mereka berkata :
(sami’na wa atho’na/ kami mendengar dan menta’ati) dan dikatakan : yaitu
perjanjian pada malam ‘aqobah, dan perjanjian di bai’aturridwan. Lafadz
yajrimannakum dijadikan muta’addi dengan huruf isti’laa’ dengan mengandung
makna fi’il muta’addi seakan dikatakan walaa yahmilannakum, dan boleh jika
pendapatnya : an ta’taddu dengan makna : ‘alaa. An ta’tadduu, kemudian dibuang
bersama an, dan semisalnya sabda nabi AS (man atba’a ‘alaa mala’in fal yattabi’
) karenanya bermakna uhiila / dipindah/di sempurnakan. Dan dibaca : syan’aan
dibaca sukun, dan bandingangan/ persamaanya dalam mashdar layyaan. Dan makna :
jangan sekali kali sebagian dari kalian menganjurkan terhadap orang-orang
musyrik untuk meninggalkan keadilan kemudian meninggalkan mereka ; sebgai
contoh menolong dari mereka, dan menambah sesuatu yang ada pada hati mereka
yang berupa dendam/dengki ; dengan melakukan
sesuatu yang diperbolekan bagi kalian yaitu berupa balasan/ hukuman, atau
tuduhan atau mebunuh anak atau wanita, atau menepati janji atau semisalnya.
Pembahasan
Kalam insya’ : Etimologi : mewujudkan
Terminology : kalimat yang mengandung k ebenaran dan kedustaan bagi zatnya
Insya’ ada 2 : tholabi dan ghoiru tholabi
Insya’ tholabi : kalimat yang menghendaki makna yang diharapkan yang tidak
tercapai menurut keyakinan mutakallim pada waktu adanya tuntutan itu.
Kalam insya’ ada 5 : amar (perintah), nahi (larangan), istifham
(pertanyaan), tamanni (angan-angan), nida’ (panggilan).
Amar (perintah) : adalah mengaharapkan tercapainya perbuatan dari
mukhothob yang datang dari pihak atasan.
Bentuk amar ada 4 macam shighat : fi’il amar, fi’il mudhori’ yang
dijazemkan dengan lam amar, isim fi’il aamar dan mashdar yang menggaantikan
fi’il amar.
Tersebutkan pada ayat diatas : wa dzkuru (udzkur) dan wa ttaquu (ittaquu).
Merupakan kalam insya’ dalam bentuk amar dan shighotnya berupa fi’il amar,
kata udzkuruu adalah jama’ dan mufrodnya adalah udzkur berasal dari mashdar
dzukron,
Jika di tashrif :
Dan sebagaimana udzkuruu, ittaquu adalah jama’ dan mufrodnya adalah ittaqi
berasal dari mashdar ittaqoo,
Jika di tashrif :
Dalam kitab nahwu wadhih fi’il amar adalah setiap pekerjaan yang
diharapkan terjadinya sesuatu pada masa yang akan datang.
Dalam kitab matan jurumiyah wal amru majzuumun Abadan : dan fi’il amar
selalu di I’robi dengan I’rob jazem.
Dan keadaan lafadz udzkuruu dan ittaquu adalah mabni ‘alaa hadzfinuun :
mabni atas membuang nun ; yaitu kedua lafadz tersebut bertemu/nyambung dengan
wawu jama’ maka dibuanglah nun, dan asal dari pada kedua lafadz tersebut adalah
udzkuruuna dan ittaquuna.
7.
Dan ingatlah karunia Allah kepadamu dan perjanjian-Nya[405]
yang telah diikat-Nya dengan kamu, ketika kamu mengatakan: "Kami dengar
dan kami taati." Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah
Mengetahui isi hati(mu).
|
[405].
Perjanjian itu ialah:
perjanjian akan mendengar dan mengikuti Nabi dalam segala keadaan yang
diikrarkan waktu bai'ah.
|
[1] Ihdina : alladzi ya’ti
(yang hadir)
[2] Bi hujzati ba’dhin : al hujzatu
maudhi”u syaddil izaar minalwashthi, wal muroodu ittisaaqulkalaami, wa syiddatu
mulaa’imati ba’dhihi liba’dhin. (hujzah itu memiliki arti tempat
mengikatkan kain/ pinggang, tempat ikat pinggang, dan yang dimaksud adalah perkataan,
dan sangat menyelaraskan kiasan)
[3] Ibnu hubaisy : beliau termasuk ulama’ yang sampai
[4] Al isro’ : 9
[5] Al syuuro : 52
[6] Al a’roof : 155
[7] Muhammad : 17
[8] Al ankabuut : 69
[9] Ubay : ubay bin ka’b. shohabat dari beberapa shohabat nabi SAW, dan
termasuk pembaca kitab (penghafal qur’an) dan penulis wahyu. Telah banyak
qiro’ah yang diriwayatkan darinya, dan dia memiliki tempat (pangkat) diantara
ulama’ shohabah dan yang shohabat2 paling mulia.
[10] Dia adalah ibnu mas’ud, dan demikian setiap tempat yang terdapat
lafadz ‘abdullah itu muthlaq. Beliau termasuk penulis wahyu, dan shohabat yang
termulia, dan beliau terkenal dengan ilmu dan periwayatanya, dan beliau sekolah di Iraq termasuk lulusan
sekolah-sekolah agama dalam mendalami islam.
[11] Menelan mereka : seakan menelan makanan sepuluk’an, kemudian telat
menelanya karena pluk’an
[12] Didalam imam ; mushaf imam,nyaitu mushaf ‘utsman – rodhiyallahu
‘anhu –
Tidak ada komentar:
Posting Komentar