Selasa, 21 Mei 2013

TASAWUF New


TASAWUF DAN KEBATINAN DI INDONESIA

KATA PENGANTAR
Alhamdulilah,kami panjatkan rasa puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberkahi kami, sehingga laporan ini dapat selesai dengan tepat waktu. Sholawat serta salam tak lupa kami ucapkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW yang telah memberi jalan yang terang dan mengentas kita dari
kebodohan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak dosen yang setia membimbing kami selama masa perkuliahan serta proses penyelesaian laporan ini. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kita dalam penyelasian laporan ini, terutama kepada orang tua kami yang selalu mendoakan kami Ndimana pun berada.Dan tak lupa kami ucapkan maaf atas segala khilaf atas penulisan makalah ini.Karena kami jua hanyalah manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Semoga apa yang kami
sajikan ini berguna bagi kita semua dan dapat membantu dalam segala hal.

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Banyaknya aliran sangat meresahkan kehidupan antar sesama. Kita semua tahu
bahwa dengan agama pun telah membimbing kita menuju pada kebenaran yang hakiki
dan sesuai dengan syariat yang telah diperjelas dalam kitab suci masing-masing. Namun, ada hal lain yang memang menurut mereka bahwa agama juga tidak selamanya membawa kita pada suatu hal yang baik dan benar adakalanya juga membawa hal yang kurang baik. Inilah mengapa ada perselisihan antara para penganut agama dengan para
penganut aliran kebatinan yang telah ada di Indonesia. Ini adalah sebuah keyakinan
dan suatu kepercayaan, oleh sebab itu kelompok kami akan membahasnya. Bagaimana agama dan aliran kebatinan yang ada saat ini. Di sini kami mengupas antara aliran kebatinan dengan tasawuf yang notabenenya adalah ibadah sakral dalam Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah perbedaan aliran kebatinan dan tawawuf ?
2. Ajaran apa saja yang terdapat pada aliran kebatinan dan tasawuf?
  
BAB II
PEMBAHASAN


A.    ALIRAN KEBATINAN
1.      Pengertian Kebatinan

Aliran Kebatinan atau sekarang lebih dikenal dengan “kepercayaan”, lengkapnya kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah suatu sistem kepercayaan atau sistem spriritual yang ada di Indonesia selain agama, aliran, faham, sekte atau madzhab dari agama tersebut, serta bukan pula termasuk kepercayaan adat.

Mistik kejawen atau kebatinan tujuan mistiknya dikenal dengan istilah manunggalaing kawula Gusti, yang menggambarkan kondisi persatuan antara manusia dengan Tuhan, merupakan pengalaman rohani yang dirasakan oleh seorang pemistik kebatinan dalam keadaan tidak sadar akan dirinya. Penamaan “Kejawen”, dipilih karena bahasa pengantar ibadahnya menggunakan bahasa Jawa.

Terdapat istilah-istilah lain seperti gambuh (dalam aliran sumarah), wor winoring loroloroningatunggal, yang semuanya menggambarkan kondisi persatuan antara kawula
(manusia) dengan gusti (Tuhan), antara Tuhan dengan manusia lebur menjadi satu,
dengan disimbolkan sebagai curiga manjing ing rangka, rangka manjing curiga (keris
yang bersatu dengan rangkanya).

 Menurut istilah umum kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis pada saat seseorang menganggap suatu premis benar. Kepercayaan merupakan satu keyakinan pada sesuatu hingga mengakibatkan penyembahan, sama ada kepada Tuhan, roh atau lainnya. Nama Kebatinan itu lebih dikenal pada tahun 1950-an sampai dengan tahun akhir 1960-an, dan Kebatinan muncul dalam berbagai bentuk gerakan atau perguruan.

Kembali kita menggunakan istilah Kebatinan, Masing-masing perguruan dipimpin
oleh guru Kebatinan yang mengajarkan ilmunya kepada pengikut-pengikutnya. Dengan
adanya berbagai macam perguruan yang ajarannya kadang-kadang berbeda karakteristiknya antara satu sama lain, oleh sebab itu terdapat berbagai macam aliran
Kebatinan. Ilmu yang diajarkan, yang pada umumnya menurut pengakuan para guru itu
diperoleh atas dasar wahyu atau bahasa jawanya wangsit dari Tuhan.

2.      Histori Kebatinan atau keberadaan Aliran Kebatinan
Keberadaan aliran Kebatinan atau dapat disebut juga kepercayaan dalam
wujudnya sebagai organisasi yang beraneka macam serta dalam jumlah yang tiada sedikit, barang kali itu boleh dipandang sebagai fenomena baru, oleh karena organisasi-organisasi aliran kepercayaan itu pada umumnya baru muncul setelah proklamasi kemerdekaan.
Sebagian di antaranya memang telah ada sejak zaman colonial Belanda, sekitar abad 20 ini. Akan tetapi apabila dilihat dari aspek ajarannya yang intinya adalah mistik Islam Kejawen, sesungguhnya memiliki akar yang cukup panjang sepanjang sejarah
perkembangan Islam di Jawa. Faham Kebatinan telah ada sejak Islam bersentuhan dengan budaya Jawa Hindu, justru perpaduan antara mistik Islam dan hindu budha itulah yang menghasilkan mistik Islam Kejawen yang menjadi ciri khas aliran kepercayaan.
Faham Kebatinan ini dalam proses perkembangannya senantiasa didukung oleh
golongan priyayi, yaitu golongan keluarga istana dan pejabat pemerintahan kraton.
Mereka termasuk ke dalam kategori orang-orang Islam abangan lapisan atas, yakni orang-orang Islam yang kurang mengetahui ajaran-ajaran Islam dan oleh karenanya tidak mengamalkan syari’at Islam. Mereka masih mempertahankan budaya Hindu, sementara Islam yang datang kemudian dipandang sebagai unsur tambahan. Unsur Islam diperlukan untuk melengkapi kata-kata atau ungkapan-ungkapan yang diperlukan ajaran mistik.
Dalam mistik priyayi ini, tidak ada bedanya antara Yang Mutlak (Tuhan) dengan

anusia. Faham Islam Kejawen sesungguhnya telah mulai masuk di kalangan istana/kraton sejak pemerintahan sultan Tranggono di kesultanan Demak. Penghulu istana Demak itu ialah sunan Geseng, saudara seperguruan Syekh Siti Jenar, yang mengajarkan mistik manunggaling kawulo gusti. Dan menantu Sultan Tranggono dari putrinya yang tertua yaitu Jaka Tingkir atau Mas Karebet adalah dari golongan Islam Kejawen. Di samping sebagai menantu Sultan, dia semula adalah sebagai bupati di Pengging, menggantikanm kedudukan ayahnya, yaitu Ki Kebo Kenanga. Dia juga termasuk salah seorang murid Syekh Siti Jenar. Sementara itu kakeknya, Prabu Andayaningrat dari Pangging juga, adalah menantu Prabu Brawijawa ke V dari Majapahit. Dan sewaktu kerajaan Demak sudah berdiri, Andayaningrat tetap berusahan untuk melanjutkan dinasti Majapahit dengan segala tradisinya.
Tatkala Jaka Tingkir keluar sebagai pemenang dalam perebutan dengan Arya Penangsang kemudian ia dikukuhkan sebagai sultan tahun 1550 menggantikan sultan
Trenggono dengan gelar Sultan Hadiwijaya, maka ibukota kerajaan dipindah dari Demak ke Pajang, sebab disana banyak penganut Islam Kejawen yang mendukung pemerintahannya, sehingga pada tahun 1568 terjadi pergeseran yang menyebabkan
olehnya diusahakan penyesuaian Islam dengan agama siwa Budha dan dengan resmi
diwujudkan dalam bentuk ajaran wihdatul wujud atau manunggaling kawula gusti sebagai dasar falsafat kerajaan, pergeseran itu diusahakan atas prakarsa ki Ageng Pengging (Ki Kebo Kenanga) ayah Jaka Tingkir. Sehingga saat itu terjadi polarisasi kehidupan beragama, disatu pihak ada kelompok lama yang secara murni melaksanakan syari’at Islam dan di lain pihak terdapat para bangsawan dan prajurit islam yang masih
melaksanakan kebiasaan adat kraton yang sinkretis yang biasa disebut kaum abangan.
Saat para kyai Indonesia banyak yang pergi haji ke mekkah dan banyak mempelajari islam yang murni disana, setelah itu menyebarkan islam yang murni di Indonesia dan membentuk gerakan-gerakan reformasi, dan arus modernisasi Barat semakin mengacam menjadikan semangat keberagamaan kejawen juga semakin meningkat, mereka bangkit mempertahankan apa yang dianggap sebagai nilai asli Jawa.
Dan pada saat kemerdekaan kebatinan sangat berkembang pesat terutama saat
pasca kemerdekaan Banyak para ahli ilu social maupun ilmu agama yang menganalisa
dan memberikan pendapatnya kenapa aliran kebatinan pada saat itu tumbuh begitu pesat.
Hal itu antara lain di samping dimungkinkan karena adanya pernyataan kebebasan
beragama yang tercantum dalam UUD 1945 pasal 29, juga karena berbagai krisis yang
timbul pada masa perjuangan membela kemerdekaan menuntut orang mencari pegangan
hidup, penguat batin.


3.      Ajaran Inti Kebatinan
Ajaran-ajaran Kejawen bervariasi, dan sejumlah aliran dapat mengadopsi ajaran agama pendatang, baik Hindu, Buddha, Islam, maupun Kristen. Gejala sinkretisme ini sendiri dipandang bukan sesuatu yang aneh karena dianggap memperkaya cara pandang terhadap tantangan perubahan zaman.
Down Ribbon: 4Ilmu Kebatinan selain disebut sebagai ilmu Kejawen kadang-kadang disebut juga ilmu kerohanian, ilmu kejiwaan, ilmu kasuksman, ilmu kesunyatan, ilmu kasampurnaan, atau juga ilmu ka-Allah-an.

Dari pandangan tersebut maka teologi yang mendasari mistik Kebatinan adalah
teologi yang bercorak pantheistic, oleh karena dalam pandangan tersebut tergambarkan
bahwa intisari manusia, esensinya sama dengan Tuhan. Dalam berbagai aliran Kebatinan, Tuhan digambarkan sebagai bersifat transenden, tidak bisa digambarkan seperti apa.

Menurut ajaran Kebatinan itu, manusia berasal dari Tuhan yang diciptakan oleh
Tuhan melalui suatu proses tanazzul, semacam proses emanasi, di mana Tuhan
mengejawantah atau menjelmakan diri dalam beberapa pangkat emanasi, dari wujud-Nya yang ghaib sampai pada akhirnya bermuara pada terwujudnya manusia yang terdiri dari unsur jasman rohani, yang disebut sebagai Insan kamil.
Berkenaan dengan pendapat ajaran kebatinan tentang alam, dibagi menjadi dua,
v  Alam gaib:  alam gaib sendiri bertingkat-tingkat kegaibannyasejak dari alam  ketuhanan, yang disebut juga alam sonya ruri, alam kasunyatan, alam azali abadi, sangkan paraning dumadi sampai dengan alam para makhluk halus, roh-roh dan dunia batin manusia.
v  Alam lahir dibedakan menjadi dua yakni alam besar, alamsemesta ini atau bahasa jawanya jagad gede, dan alam kecil bahasa jawanya alam cilikyang meliputi manusia. Terdapat hubungan kesatuan antara alam besar dengan alam kecilkeduanya merupakan pengejewantahan Tuhan.Tentang asal usul alam ini apakah berawal dari tidak ada menjadi ada, ataumerubah dari bentuk yang sudah ada atau juga ada dengan sendirinya. Setiap aliran yangtermasuk dalam kebatinan masing-masing menjelaskannya dengan bahasa sendiri-sendiri.

Ajaran tentang alam juga memasukkan istilah memayu hayuning bawana yang artinya bahwa bawana=alam hendaklah dihadapi dengan sedemikian rupa sehingga menjadikan selamat sejahtera bagi penghuninya termasuk didalamnya manusia dan penghuni lainnya.
 Jadi ajaran kebatinan juga mengharuskan para pengikutnya untuk menjaga dan melestarikan alam sekitar untuk menjaga keseimbangannya karena akibat marahnya alam ini juga akan berdampak bagi manusia dan makhluk hidup lainnya.
Tujuan untuk mencapai manuggaling kawula gusti itu dilandasi oleh suatu

pemikiran teologis-metafisis “sangkan paraning dumadi” (asal dan kembalinya segala
yang ada). Dari pandangan filosofis tersebut dapat diketahui ajaran-ajaran tentang Tuhan, manusia dan alam, siapakah manusia, dari mana asal usulnya, serta bagaimana
hubungannya dengan Tuhan. Seperti halnya pada Tasawuf, di dalam Kebatinan untuk sampai kepada manunggaling kawulo gusti, orang harus melakukan latihan-latihan kerohanian atau latihan kejiwaan atau juga oleh rasa dengan melalui menembah, sujud, meditasi, tapa brata, dan lain-lain.
Pada umumnya tingkatan latihan rohani itu terdiri atas tiga tingkat,
bersesuaian dengan tiga lapis struktur manusia; badan jasmani, badan rohani dan roh.
Ketiga tingkat latihan tersebut juga akan menghasilkan tiga suasana batin heneng, hening, henong. Heneng atau meneng, berkaitan dengan terhentinya nafsu-nafsu, di mana nafsu-nafsu itu ditimbulkan oleh rangsangan dari luar, sebagai hasil kerja indera. Hening berarti bening atau jernih, berkaitan dengan terhentinya kerja perasaan, pikiran ataupun anganangan dari memikirkan yang beraneka macam, tetapi pikiran perlu dikonsentrasikan pada satu objek, dalam hal ini adalah Tuhan. Kemudian henong adalah suasana kosong, di mana nafsu-nafsu telah terhenti, pikiran telah terkonsentrasi hanya kepada Tuhan. Dan pada saat itulah semua hijab yang membatasi diri manusia dengan Tuhan telah tersingkap.
Ketiga tingkat latihan kejiwaan itu digambarkan oleh Dr. S. De Jong dalam tiga
tahapan juga yakni; distansi, konsentrasi, dan reprensentasi.
·         Distansi maksudnya ialah mengambil jarak terhadap dunia materi yang dapat disentuh dengan indera, denganmaksud untuk memadamkan nafsu.
·         konsentrasi adalah suatu upaya memusatkan daya batiniyah dengan maksud memutuskan sama sekali semua bentuk hubungan dengan dunia materi.

Pada akhirnya jika kedua tahapan itu telah dapat dilalui maka akan tercapai derajat identifikasi dengan Tuhan, di mana seorang ahli Kebatinan telah mencapai derajat manunggaling kawula gusti, mati ing sajarone urip, dan itulah tahap representative. Jika seseorang telah mencapai tahap tersebut ia telah dihiasi oleh sifat-sifat keilahian, sifat-sifat kesempurnaan. Karena itu pula disebut sebagai Manusia Sempurna Atau Insan Kamil. Manusia sempurna semacam itu disebut sebagai satria pinandita, di satu sisi ia sebagai pendeta yang dekat dan selalu mendekatkan diri dengan Tuhan, sedangkan di sisi yang lain ia sebagai satria yang memiliki kemampuan supranatural, kemampuan di atas kemampuan manusia biasa, baik secara pisik maupun psikis, oleh karena ia telah dilimpahi sebagian sifat-sifat Tuhan.

B.     TITIK TEMU ALIRAN KEBATINAN DAN TASAWUF
1.      Tasawuf
Tujuan utama dalam Tasawuf adalah pengalaman dan kesadaran berhubungan
dengan Tuhan secara langsung, berada sedekat-dekatnya dengan Tuhan secara sadar
sehingga seseorang merasa berada dihadirat Tuhan. Tuhan dihayati sebagai hadir di
hadapannya, atau sufi berhubungan mesra sehingga menimbulkan rasa bahagia. Untuk
mencapai tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan ini, menurut sejarah, semula Tasawuf
mengambil bentuk zuhud, dalam arti sikap hidup sederhana dan menjauhi kemewahan
duniawi. Selanjutnya Tasawuf juga digunakan untuk memperhalus budi pekerti dan sopan santun ketika manusia mengadakan hubungan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia. Corak penghayatan Tasawuf seperti itulah yang muncul dalam perkembangan awal Tasawuf dan cenderung merupakan gerakan moral, dimaksudkan untuk memperhalus budi pekerti dan pengalaman syari’at yang biasanya dijalankan dengan ketat dan kaku, sehingga ajaran syari’at itu menjadi lebih halus, mendalam dan bermakna.
Karenanya Tasawuf semacam itu disebut Tasawuf akhlaki atau Tasawuf sunni dan dapat dikategorikan sebagai mistik kepribadian (mysticism personality). Disebut mistik
kepribadian karena hubungan antara manusia tidak sampai pada penyatuan esensi, karena antara Tuhan dan manusia dasarnya berbeda, manusia sebagai makhluk dan Tuhan sebagai Khalik (pencipta). Sedangkan kenapa disebut Tasawuf sunni, oleh karena
Tasawuf ini dikembangkan oleh golongan sunni terutama Al-Ghazali, dan tetap
berpegang pada ortodoksi al-Qur’an dan sunnah Nabi. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menggambarkan siksa neraka yang sangat pedih dan mengerikan yang
diancamkan terhadap orang yang berdosa. Tetapi terdapat pula ayat-ayat yang
menunjukan bahwa Tuhan itu mengasihi dan mencintai hamba-Nya, Tuhan maha
mengetahui, maha mendengar dan lain sebgainya. Ayat-ayat semacam itu yang kemudian mendorong munculnya tokoh-tokoh Tasawuf akhlaki, antara lain Hasan al-Basri (w.110H) dengan konsep al-khauf (takut) kepada balasan Tuhan, Robi’ah al-adawiyah (w.185H), dengan konsep al-hubb al-illahi yakni cinta kepada Allah, Zunun al-Misri dengan konsep ma’rifah billah, mengenal Tuhan dengan mata hati.
Namun dalam perkembangannya Tasawuf lebih lanjut, memperlihatkan bahwa
Tasawuf bukan hanya untuk memperhalus budi pekerti yang bersifat akhlaki, tetapi juga
merukan pandangan hidup yang disistimatisir atas dasar pemikiran mendalam dan

mendasar yang bersifat falsafi. Corak Tasawuf falsafi ini, bukan saja untuk mendekatkan diri kepada Tuhan sedekat-dekatnya, tetapi juga untuk bersatu dengan Tuhan. Tasawuf falsafi ini disebut juga sebagai Tasawuf non sunni dan dapat dikategorikan sebagai mistik ketakterhinggaan (mysticism infinity), yang berlandaskan kepada kepercayaan monistis, panteistis. Hubungan antara manusia dengan Tuhan diyakini sebagai persatuan dengan Tuhan karena adanya persamaan esensi antara Tuhan dengan manusia. Tasawuf falsafi banyak dikembangkan oleh golongan non Sunni terutama Al-Hallaj (858-922M) dan Ibn Al-Arabi (561H/1165M-638H/1240M).
Dengan melihat kepada kecenderungan penghayatan Tasawuf tersebut maka
secara garis besar rumusan tujuan Tasawuf  juga dibedakan menjadi dua, yakni:
v  ma’rifah billah dan Insan Kamil: Tujuan ma’rifah billah dipegangi oleh Tasawuf akhlaki atau Tasawuf Sunni. Di sisi lain, Tasawuf falsafi lebih menekankan pada tujuan pencapaian derajat Insan Kamil, manusia sempurna, yang menurut Abdul Karim al-Jili (767-811H/1365-1409M) kondisi itu dapat tercapai bagi orang yang telah berhasil merealisasi seluruh kemungkinan yang ada, potensi keTuhanan yang ada pada dirinya. Insan kamil merupakan cermin Tuhan (duplikat Tuhan) yang diciptakan atas nama-Nya.Usaha manusia untuk berada sedekat-dekatnya, bahkan manunggal dengan Tuhan adalah merupakan cermin kerinduan nurani manusia terhadap Tuhannya. Usaha semacam itu merupakan gejala universal dan konstan, tidak terbatas oleh ruang dan waktu, terjadi di Barat maupun di Timur, dari zaman dahulu sampai sekarang dan yang akan datang. Tasawuf sebagai mistik Islam, menurut Abu Wafa Taftazani memiliki ciri-ciri umum yang bersifat psikis, moral dan epistemologis. Menurut pendapatnya bahwa Tasawuf adalah merupakan suatu bentuk peningkatan moral, artinya setiap Tasawuf memiliki nilai-nilai moral tertentu dan merealisasikan nilai-nilai itu dengan maksud untuk membersihkan batin.
v 
Tujuan Tasawuf adalah untuk pemenuhan fana (sirna) dalam realitas mutlak, yaitu kondisi psikis tertentu, di mana seorang sufi tidak merasa adanya diri atau keakuannya. Lebih jauh lagi dia telah meleburkan kehendaknya bagi kehendak Yang Mutlak. Jika kondisi fana itu bisa terwujud maka sufi akan memungkinkan memperoleh pengetahuan intuitif langsung, bagaikan sinar kilat yang muncul dan pergi secara tiba-tiba. Selanjutnya, oleh karena Tasawuf diniatkan sebagai penunjuk dan pengendali hawa nafsu, secara psikis akan muncul pengalaman rohani yang dirasakan sebagai ketenteraman dan kebahagiaan rohani. Apa yang dialami itu diungkapkan dengan penggunaan simbolsimbol dalam ungkapan-ungkapan khas. Dalam hal ini setiap sufi mempunyai cara tersendiri dalam mengungkapkan kondisi yang dialami karena hal itu merupakan pengalaman subyektif.

Perjalanan batin atau perjalanan nurani manusia dalam mencapai kesempurnaan
hidup yakni berada sedekat-dekatnya dengan Tuhan itu disebut mistik. Dan oleh karena
mistik ini senantiasa berkaitan dengan pengalaman keagamaan, maka mistik ada pada
setiap agama, bahkan ada pada aliran-aliran pseudo agama (aliran mirip agama). Pada
agama-agama besar dunia terdapat mistik-mistik Hindu, Budha, Kristen, dan Islam,
sedangkan pada aliran yang menyerupai agama, kita mengenal mistik Kebatinan. Mistik
Islam dikenal dengan sebutan khas yakni Tasawuf’ atau sufisme sebagaimana disebut
oleh orientalis Barat, sedangkan mistik Kebatinan karena bersumberkan dari budaya
spriritual orang jawa, disebut sebagai mistik Kejawen.

Dimensi mistik pada setiap agama itu bermula dari kesadaran manusia bahwa ia
berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Keasadaran ini menimbulkan
pengalaman keagamaan pada dirinya mengenai hubungan dengan Tuhannya itu, yang
terefleksikan dalam sikap takut, cinta, rindu, ingin dekat kepada-Nya, dan lain
sebagainya. Pengalaman keagamaan itu kemudian terpolakan menjadi suatu system ajaran yang mengajarkan bagaimana cara, metode ataupun jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan yakni kembali menyatu dengan Tuhan.

Titik temu antara Tasawuf dengan Kebatinan yakni:
v  Upaya mendekatkan diri kepada Tuhan, tetapi juga pada alur piker yang melandasi jalan mistik yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan mistik tersebut.
v   Titik temu akan lebih Nampak kelihatan antara mistik Kebatinan dengan Tasawuf falsafi (non sunni) yang keduanya berkecenderungan mendasarkan kepada faham keTuhanan yang bercorak monism panteistik.
v 
 
bertujuan untuk mencapai persatuan antara manusia dengan Tuhan. Lain halnya dengan mistik Kebatinan itu dihubungkan dengan Tasawuf sunni atau Tasawuf akhlaki yang mendasarkan kepada faham keTuhanan monoteistik serta bertujuan hanya sebatas ma’rifatullah.
 Maka jelas keduanya tampak berbeda seperti yang tertulis dalam al-Quran surat ayat 22 .janganlah kamu adakan Tuhan yang lain di samping Allah, agar kamu tidak menjadi
tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).
Pada jalan yang ditempuh untuk mencapai tujuan mistik, meskipun tampak perbedaan di dalam praktek-praktek latihan kejiwaan, mamun tahapan-tahapan yang dilalui secara garis besar terdapat kesaamaan, masing-masing memiliki aspek purgative dan kontemplatif. Pada tahap awal merupakan tahap pensucian jiwa (purgative).
Adapun kontemplasi atau konsentrasi merupakan pemusatan kesadaran hanya kepada Allah yang dilakukan dengan cara dzikir, mengucapkan lafad allah dan lain sebgainya. Pola yang sama terdapat aliran Kebatinan, karena di dalam latihan kejiwaan, kebersihan rohani menjadi syarat utama. Untuk itu perlu dihindari sifat-sifat ataupun sikap-sikap tercela serta mengutamakan budi luhur, berbuat yang baik dengan cara mengekang hawa nafsu, mengambil jarak dari dunia materi. Kontemplasi pada Kebatinan dilakukan dengan melalui aktifitas sujud, meditasi atau cara berdzikir sebagaimana yang dilakukan dalam Tasawuf. Sementara itu terdapat juga konsep-konsep etika yang sama pada keduanya, seperti tawakal, zuhud, sabar, ikhlas, dan ridho.

Jadi pada Tasawuf dan mistik Kebatinan terdapat dasar-dasar pemikiran yang
sama dalam mencapai tujuan misitk meskipun titik tolaknya agak berbeda. Dalam
Tasawuf misalnya, terdapat dasar pemikiran bahwa roh manusia itu ibarar cermin yang
dapat yang menjadi kotor karena perbuatan-perbuatan yang tidak bermoral. Maka untuk
dapat menerima dan memancarkan cahaya Tuhan, cermin itu harus dibersihkan dengan
melakukan perbuatan baik atas dasar akhlakul karimah. Sebaliknya dalam pemikiran
Kebatinan bahwa inti manusia adalah rohani bukan jasmani. Supaya rohani manjadi kuat dan sempurna, maka jasmani dilemahkan. Untuk melemahkan jasmani harus menjalankan laku, di antaranya berbuat yang baik dan meninggalkan wewaler (segala yang dilarang).

Penghindaran atau pengambilan jarak dari dunia materi (distansi) pada tasawuf dilakukan dengan zuhud dan uzlah, bahkan zuhud ini menurut sejarah merupakan bibit Tasawuf yang dilakukan dengan cara makan, minum dan berpakaian secara sederhana.
Down Ribbon: 10 Sedangkan pada mistik Kebatinan distansi dilakukan dengan asketik, tapa brata, mengurangi dahar lan guling (makan, minum dan tidur), puasa pati geni dan lain-lain. Dengan demikian perwujudan distansi itu berbeda, tetapi tujuannya sama yaitu untuk mensucikan batin, dengan cara melemahkan jasmani, karena jasmani itulah yang menjadi saluran-saluran nafsu.

Hanya saja terdapat kecenderungan Kebatinan memandang dunia sebagai penderitaan yang perlu dihindari sehingga dunia ini dihadapi secara pasif dan pandanannya seakan hanya tertuju kedalam dirinya saja untuk mencari kelepasan dari
penderitaan. Sebaliknya Tasawuf mempunyai kecenderungan untuk menghadapi dunia secara aktif, pandangan di arahkan ke luar dirinya, oleh karena keaktifan dalam menghadapi dunia ini sebagai perwujudan dari pelaksanaan perintah Allah ataupun
meninggalkan segala yang dilarang-Nya, sesuai tuntutan syari’at.

Berkenaan dengan syari’at itu pula, satu hal yang membedakan secara umum
antara Tasawuf dengan mistik Kebatinan bahwa untuk mencapai tujuan, Tasawuf tidak
bisa dilepaskan dari syari’at, justru syari’at merupakan jembatan untuk tercapainya tujuan Tasawuf. Lain halnya dengan mistik Kebatinan, meskipun pada umumnya penganut Kebatinan adalah orang-orang yang beragama Islam, maka di dalamnya tidak terdapat keharusan untuk melaksanakan syari’at, seprti sholat, puasa, menurut syari’at Islam. Hal itu dapat dimaklumi mengingat apa yang mereka ikuti dalam Kebatinan merupakan suatu bentuk penghindaran terhadap syari’at agama Islam, lantaran keawaman mereka yang berstatus sebagai orang Islam abangan.

BAB III
PENUTUP
·         Kesimpulan
Aliran kebatinan, kejawen, kepercayaan adalah sama istilah dalam penyebutan
tergantung dari penganut masing-masing mungkin dilihat dari sudut pandang dan masa
masing-masing, menurut sejarah Faham Kebatinan ini dalam proses perkembangannya
senantiasa didukung oleh golongan priyayi, yaitu golongan keluarga istana dan pejabat
pemerintahan kraton. Mereka termasuk ke dalam kategori orang-orang Islam abangan lapisan atas, yakni orang-orang Islam yang kurang mengetahui ajaran-ajaran Islam dan oleh karenanya tidak mengamalkan syari’at Islam. Mereka masih mempertahankan budaya Hindu, sementara Islam yang datang kemudian dipandang sebagai unsur tambahan. Didalam ajaran inti dari kebatinan dibagi menjadi tiga ajaran tentang tuhan, manusia dan alam selain itu juga terdapat ajaran etika terhadap sesama. kebatinan identik dengan tasawuf falsafi karena keduanya berkecenderungan mendasarkan kepada faham keTuhanan yang bercorak monism panteistik dan bertujuan untuk mencapai persatuan antara manusia dengan Tuhan. Lain halnya dengan mistik Kebatinan itu dihubungkan dengan Tasawuf sunni atau Tasawuf akhlaki yang mendasarkan kepada faham keTuhanan monoteistik serta bertujuan hanya sebatas ma’rifatullah, maka jelas keduanya tampak berbeda.
Misalnya ritual dalam tasawuf guna mendekatkan diri kepada Alloh dengan cara
dzikir, mengucapkan lafad allah dan lain sebagainya. Tetapi dalam aliran Kebatinan
menjalankan dengan menghindari sifat-sifat ataupun sikap-sikap tercela serta mengutamakan budi luhur, berbuat yang baik dengan cara mengekang hawa nafsu, mengambil jarak dari dunia materi. Untuk mencapai tujuan mistik tasawuf memilih melakukan perbuatan baik atas dasar akhlakul karimah, tetapi kebatinan dalam melemahkan jasmani harus menjalankan laku, di antaranya berbuat yang baik dan meninggalkan wewaler (segala yang dilarang).
Dan untuk menjaga jarak dengan dunia penganut tasawuf menjalani hidup zuhud dan uzlah Lalukebatinan menjalaninya dengan mengurangi dahar lan guling (makan, minum dan tidur),puasa pati geni, asketik, tapa brata, dll dilihat dari ritual kedua aliran yang terlihat bersebranyan sebenarnya terdapat keidentikan segi tujuannya tetapi hanyalah bentuk ritualnya yang agak sedikit berbeda. Namun sebenarnya tujuan utama dari kedua aliran tersebut tetap mempunyai tujuan yang sama yakni bersatu dengan tuhan dan dapat lebih mengenal tuhan

DAFTAR PUSTAKA
Ø  Nnwar, Rosihan , Solihin, Mukhtar. 2000 . Ilmu Tasawuf. CV.Pustaka Setia: Bandung.
Ø  Rahnip. 1987. Aliran Kebatinan Dan Kepercayaan Dalam Sorotan. Pustaka Progressif: Surabaya.
Ø  Sofwan, Ridin. 1999. Menguak Seluk Beluk Aliran Kebatinan. Aneka Ilmu         :Semarang.

Tidak ada komentar: