KONSEP TOLERANSI BERAGAMA
(Suatu Kajian Al Qur'an)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Toleransi
Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan,
kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang berbeda atau bertentangan dengan
pendirian sendiri.
Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan
politik, ia adalah simbol kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik
atau saling berkonfrontasi untuk kemudian bahu-membahu membela kepentingan
bersama, menjaganya dan memperjuangkannya. Demikianlah yang bisa kita simpulkan
dari celotehan para tokoh budaya, tokoh sosial politik dan tokoh agama
diberbagai negeri, khususnya di Indonesia . Maka toleransi itu adalah kerukunan
sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada
diantara mereka.
Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan
politik, ia adalah simbol kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik
atau saling berkonfrontasi untuk kemudian bahu-membahu membela kepentingan
bersama, menjaganya dan memperjuangkannya. Demikianlah yang bisa kita simpulkan
dari celotehan para tokoh budaya, tokoh sosial politik dan tokoh agama
diberbagai negeri, khususnya di Indonesia . Maka toleransi itu adalah kerukunan
sesama warga negara dengan saling menenggang berbagai perbedaan yang ada
diantara mereka.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Agama
Islam
Agama Islam bukanlah agama yang disebarkan dengan
kekerasan, karena Allah SWT, melarang kaum muslimin dari memaksa orang untuk
masuk agama Islam, sebagaimana firman Allah SWT, :
لاَ إِكْرَاهَ
فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ
بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى
لاَ انْفِصَامَ
لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
Artinya: “Tidak ada paksaan dalam
masuk ke dalam agama Islam, karena telah jelas antara petunjuk dari kesesatan.
Maka barangsiapa yang ingkar kepada thoghut dan beriman kepada Allah
sesungguhnya dia telah berpegang kepada buhul tali yang kuat yang tidak akan
pernah putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.” (Qs. Al-Baqoroh : 256 )
Dalam ayat yang lain Allah SWT, berfirman kepada Rasulullah SAW, :
فَذَكِّرْ
إِنَّمَا أَنْتَ مُذَكِّرٌ لَسْتَ عَلَيْهِمْ بِمُسَيْطِرٍ
Artinya: “Berilah peringatan,
karena engkau ( Muhammad ) hanyalah seorang pemberi peringatan, engkau bukan
orang yang memaksa mereka.”
( Qs. Al-Ghosyiyah : 21 -22 )
Rasulullah SAW, saja tidak boleh memaksa
orang lain untuk memeluk agama Islam, apalagi selain beliau. Ini merupakan
bantahan yang kuat bagi kaum orientalis yang menuduh Islam disebarkan dengan
kekerasan atau Islam menyukai kekerasan. Andai pun terjadi kekerasan yang
dilakukan oleh sebagian kecil umat Islam, maka tindakan mereka tidak mewakili
seluruh umat Islam, sekalipun mereka dalam aksinya membawa nama Islam.
Hal ini ditegaskan oleh Nabi SAW dalam sabdanya mengomentari golongan
radikalis ekstrim yang bakal muncul di umat ini :
يَخْرُجُ فِى
هَذِهِ الأُمَّةِ قَوْمٌ تَحْقِرُونَ صَلاَتَكُمْ مَعَ صَلاَتِهِمْ ، يَقْرَءُونَ
الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ حُلُوقَهُمْ
-
أَوْ حَنَاجِرَهُمْ - يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ
مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ
Artinya: “Akan keluar di akhir
zaman suatu kaum yang sholat kalian tidak ada apa-apanya dibanding sholat
mereka, mereka membaca Al-Qur’an namun bacaannya tidak melampaui
kerongkongannya, mereka keluar dari agama Islam sebagaimana keluarnya anak
panah setelah menembus hewan buruannya.” ( HR. Al-Bukhori dan Muslim )
Sehingga meskipun sholat dan ibadah mereka begitu tekun mengalahkan umumnya
kaum muslimin, tetapi tindakan mereka yang radikal dan ekstrim menjadikan
mereka divonis sebagai keluar dari Islam, yakni perbuatan mereka sama sekali
tindak mencerminkan seorang muslim yang benar keislamannya.
Banyak kaum orientalis yang menuduh Islam mengajarkan kekerasan, bahkan ada
di antara mereka yang mencoba mempengaruhi opini dunia dengan membuat film
FITNAH yang memang berisi fitnah
besar terhadap kaum muslimin. Di dalamnya mereka menukil ayat-ayat perang
disertai tayangan terorisme yang dilakukan kaum ekstrim radikal yang agama
Islam sendiri tidak mengakui tindakan tersebut. Di antara ayat yang sering
dijadikan bukti oleh kaum orientalis untuk menuduh Islam sebagai agama
kekerasan adalah firman Allah SWT, :
فَإِذَا
انْسَلَخَ الأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ
وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ
كُلَّ مَرْصَدٍ
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا
سَبِيلَهُمْ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Dan bila telah di luar
bulan-bulan haram, perangilah kaum musyrikin di mana pun kalian jumpai, tangkap
mereka, kepung mereka, dan duduki tempat-tempat pengintaian untuk mengintai
mereka ! Bila mereka bertaubat, menegakkan sholat dan menunaikan zakat maka
lepaskan mereka, sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” ( Qs. At-Taubah : 5 )
Ayat di atas adalah ayat
perang yaitu diizinkan berperang sebagaimana tersebut dalam ayat di atas selama
tidak dalam bulan-bulan haram. Ayat di atas berhubungan erat dengan dalil-dalil
yang melarang berperang dan melakukan aktivitas apa pun yang terkait dengan
perang, seperti mengepung, mengintai dan menangkap musuh di bulan-bulan haram
yakni bulan-bulan di mana bangsa arab menunaikan ibadah haji. Sehingga ayat ini
berisi perintah setelah adanya larangan, yang di dalam kaidah disebutkan bahwa
: Perintah yang datang setelah larangan menunjukkan kembalinya ia ke hukum
asalnya. Dan hukum asal berperang disebutkan dalam firman Alloh ta’ala :
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلَا
عُدْوَانَ إِلَّا عَلَى الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan perangilah mereka
sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama menjadi milik Allah. Bila mereka berhenti,
maka tidak ada permusuhan kecuali terhadap orang-orang yang zhalim.” ( Qs. Al-Baqoroh : 193 )
Ayat di atas menunjukkan
bahwa asal dari disyari’atkannya perang dalam Islam adalah untuk menghilangkan
fitnah. Al-Imam As-Suyuthi rahima-hullah menafsirkan : “hingga
tidak mungkin akan terjadi lagi penyiksaan terhadap orang-orang yang beriman
untuk kedua kalinya.”
Disebutkan dalam ayat yang
lainnya :
وَقَاتِلُواْ
المشركين كَآفَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَآفَّةً
Artinya: “Perangilah orang-orang
musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kalian semuanya.” ( Qs. At-Taubah : 36 )
Yang demikian karena
banyaknya musuh-musuh Islam dan orang-orang yang dengki dengan kaum muslimin
yang selalu merongrong kaum muslimin dan merintangi da’wah secara damai.
Seandainya suatu kaum yang kafir tidak memusuhi Islam, bahkan menjalin hubungan
baik dengan kaum muslimin, maka tidaklah mereka diperangi oleh kaum muslimin.
Rosululloh saw memiliki beberapa sekutu dari kalangan kabilah-kabilah yang
belum muslim atau masih tetap dalam kekafirannya. Tetapi kabilah dan suku
tersebut tidak memusuhi Islam, menjalin kerja sama yang baik dengan kaum muslimin
serta tidak menghalangi penyebaran da’wah Islam di mana pun para da’i
berda’wah.
Toleransi atau tasamuh
yaitu berlapang dada melihat orang lain memiliki keyakinan yang berbeda tanpa
memusuhi mereka. Sebagaimana firman Alloh ta’ala :
لَكُمْ
دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ
Artinya: “Hanya bagi
kalian agama kalian dan hanya bagiku agamaku.” ( Qs. Al-Kafirun : 6 )
Dalam ayat yang lain
disebutkan :
لَنَا أَعْمَالُنَا وَلَكُمْ
أَعْمَالُكُمْ
Artinya: “Hanya bagi kami amal-amal
kami dan hanya bagi kalian amal-amal kalian.” (Qs. Al-Qoshosh : 55 dan
Asy-Syuro : 15 )
Inilah makna toleransi yang benar. Ada sebagian kalangan yang
salah dalam memahami makna toleransi, yakni dengan ikut-ikutan mengucapkan
selamat hari raya kepada agama lain, bahkan ada yang sampai menghadiri perayaan
hari agama mereka. Perbuatan ini menyelisihi konsep toleransi yang sebenarnya.
Bahkan telah mengarah kepada faham pluralisme, yaitu menganggap sama semua
agama. Faham ini berdampak kepada lemahnya aqidah kaum muslimin dan membuka
peluang para missionaris dalam menebarkan racun berbisa mereka untuk
memurtadkan kaum muslimin. Karena bila semua agama sama, lalu apa bedanya Islam
dengan Kristen, Hindu atau Budha ? Lalu dengan iming-iming materi duniawi
mereka mengupayakan agar kaum muslimin yang telah dilemahkan aqidahnya ini
menjadi menganggap baik tindakan pindah agama. Akhirnya dengan mudah mereka
dimurtadkan secara pelan-pelan.
B.
Toleransi
Beragama Menurut Islam
Ada
beberapa prinsip yang tidak boleh diabaikan sedikitpun oleh umat islam dalam
bertoleransi dengan penganut agama lain yaitu :
1.
Kebenaran
itu hanya ada pada Islam dan selain Islam adalah bathil. Allah Ta’ala
berfirman: “Sesungguhnya agama yang
diridhoi disisi Allah hanyalah islam”.(Al-Imran:
19)
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali
tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk
orang-orang yang rugi.” (Al-imran: 85)
2.
Kebenaran
yang telah diturunkan oleh Allah didunia ini adalah pasti dan tidak ada keraguan
sedikitpun kepadanya. Dan kebenaran itu hanya ada di agama Allah Ta’ ala.
“Kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu. Maka janganlah engkau termasuk kalangan orang yang
bimbang.” ( Al- baqarah :147 )
3.
Kebenaran
Islam telah sempurna sehingga tidak bersandar kepada apapun yang selainnya
untuk kepastiaan kebenarannya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Pada hari ini Aku sempurnakan bagi kalian
agama kalian dan Aku lengkapi nikmatku atas kalian dan Aku ridhoi islam sebagai
agama kalian”. (Al-Maidah: 3)
4.
Kaum
mu’minin derajat kemuliaannya dan kehormatannya lebih tinggi daripada
orang-orang kafir (non-muslim) dan lebih tinggi pula daripada orang-orang yang
munafik (ahlul bid’ah) Allah menegaskan yang artinya “maka janganlan kalian
bersikap lemah dan jangan pula bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang
paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman (Al-Imran:
139)
5.
Kaum
muslimin dilarang ridho atau bahkan ikut serta dalam segala bentuk peribadatan
dan keyakinan orang-orang kafir dan musyrikin hal ini sebagaimana yang
dinyatakan oleh Allah Ta’ala dalam firmanNya:
“Katakanlah:
wahai orang-orang kafir, aku tidak menyembah apa yang kamu sembah dan kalian
tidak menyembah apa yang aku sembah dan aku tidak menyembah apa yang kalian
sembah dan kalian tidak menyembah apa yang aku sembah bagi kalian agama kalian
dan bagiku agamaku”. (Al-Kafirun: 1-6).
6.
Kaum
muslimin jangan lupa bahwa orang kafir dari kalangan ahlul kitab dan musyrikin
menyimpan dihati mereka kebencian tradisional terhadap kaum muslimin, khususnya
bila kaum muslimin mengamalkan agamanya. Oleh karena itu kaum muslimin jangan
minder (merasa rendah diri) menampakkan prinsip agamanya diantara mereka dan
jangan sampai mempertimbangkan keterseinggungan perasaan orang-orang kafir
ketika menjalankan dan mengatakan prinsip agamanya. Demikian pula keadaan
orang-orang munafik (Ahlul Bid’ah) Firman Allah:
“Orang-orang
yahudi dan nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama
mereka. Katakanlah: sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar).
Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang
kepadamu maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”. (Al-Baqarah: 120)
Firman Allah :
“Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang
diluar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang meyusahkan kamu. Telah nyata
kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih
besar lagi. Sungguh telah kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu
memahaminya beginilah kamu, kamu menyukai mereka padahal mereka tidak menyukai
kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab semuanya. Apabila mereka menjumpai
kamu, mereka berkata : “Kami beriman” dan apabila mereka menyendiri, mereka
menggigit ujung jari lantaran marah bercampur benci terhadap kamu katakanlah
(kepada mereka): Matilah kamu karena kemarahanmu. Sesungguhnya Allah maha
mengetahui segala isi hati”. (Al-Imran: 118-120)
7.
kaum
muslimin dilarang menyatakan kasih sayang dengan orang-orang kafir dan munafik
yang terang-terangan menyatakan kebenciannya kepada islam dan muslimin. Allah
berfirman :
“Kamu tidak akan
mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih
sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekali pun
orang-orang itu bapak-bapak atau anak-anak, saudara-saudara, keluarga mereka.
Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanaman keimanan dalam hati mereka
dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripadanya. Dan
dimasukannya mereka kedalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai mereka
kekal didalamnya. Allah ridho terhadap mereka dan mereka pun merasa puas
terhadap (limpahan rahmatnya). Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya golongan Allah-lah itulah golongan yang beruntung”. (Al-Mujadilah: 22)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar