Jumat, 24 Mei 2013

TELAAH KURIKULUM PAI


KURIKULUM PENDIDIKAN INDONESIA

PEMBAHASAN
           Kurikulum mempunyai hubungan erat dengan teori pendidikan, meskipun demikian tidak termasuk dalam komponen pendidikan, namun kurikulum itu harus ada dan harus melingkupi semua komponen pendidikan. Karena kurikulum bisa menjadi acuan berjalannya suatu proses pendidikan agar tidak melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan oleh pendidikan itu sendiri. Kurikulum juga dapat dipandang sebagai rencana konkret penerapan dari suatu teori pendidikan. Menurut Beauchamp (1965: 6) dan Zais membedakan kurikulum sebagai rencana dan kurikulum yang fungsional. Beauchamp lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan, sedangkan Zais lebih menekankan bahwa kebaikan suatu kurikulum tidak dapat dinilai dari dokumen tertulis saja, melainkan harus dinilai dalam proses pelaksanaan fungsinya didalam kelas.
           Terlepas dari hal tersebut, kurikulum yang dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan dan sebagai penentu pelaksanaan dan hasil belajar, harus dimiliki oleh setiap negara, termasuk indonesia. Karena yang kita ketahui bahwa pendidikan merupakan komponen yang memiliki nilai vitalitas tinggi untuk mempersiapkan generasi muda untuk terjun dimasyarakat dan mencapai perkembangan yang lebih lanjut dimasyarakat. Oleh karena itu, suatu kurikulum harus dirancang secara matang dan efektif agar suatu pendidikan itu berjalan sesuai dengan karakteristik dan kekayaan budaya yang dimiliki oleh suatu bangsa. Lantas bagaimana dengan kurikulum indonesia yang senantiasa terkesan bongkar pasang? Mengapa demikian? Benarkah hal itu efektif bagi para peserta didik dan pendidik? Hal itulah yang sekiranya harus dipertanyakan dan mendapat jawaban dari fenomena yang terjadi dengan kurikulum indonesia.
A.    Hakikat Kurikulum
           Secara epistemologi, kurikulum berasal dari bahasa yunani yaitu cirir yang artinya pelari dan curare yang artinya tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada zaman romawi kuno di yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Dalam bahasa ‘arab, kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj yang berarti jalan terang yang dilalui manusia dalam segala bidang kehidupan. Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al dirasah) dalam kamus tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media  yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
           M. Arifin dalam bukunya ilmu pendidikan islam mengatakan bahwa kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran yang harus disajikan dalam konsep kependidikan dalam suatu sistem institusional pendidikan.
           Dengan demikian pengertian kurikulum dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja, akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupanya. Kemudian konsep kurikulum berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, juga bervariasi sesuai dengan aliran/teori pendidikan yang dianutnya. Pendapat-pendapat selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi lebih memberikan tekanan pada pengalaman. Perubahan penekanan pada pengalaman ini lebih dijelaskan lagi oleh Ronald C. Doll (1974: 22)
           Devinisi Doll ini selain menunjukkan adanya perubahan dari isi menuju proses juga merubah ruang lingkup, dari konsep yang sangat sempit menuju konsep yang sangat luas. Mauritz johnson mengajukan keberatan terhadap konsep kurikulum yang dikemukakan oleh Ronald C. Doll. Menurut Johnson, pengalaman hanya akan terjadi jika terjadi interaksi antara siswa dan lingkunganya. Hal seperti ini menurut Johnson bukan termasuk kurikulum, namun pengajaran. Kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil belajar yang diharapkan akan dicapai oleh siswa. Dan juga merupakan suatu rencana yang memberi pedoman/pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
B.     Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan
           Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dari beberapa lingkungan pendidikan yang ada tersebut, yang paling banyak ditemui menggunakan kurikulum adalah pendidikan yang berada dalam wilayah sekolah karena pendidikan dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Oleh karena itu, dalam pendidikan disekolah memiliki rancangan pendidikan /rancangan kurikulum tertulis dan tersusun secara jelas, rinci dan sistematis. Selain itu interaksi pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat serta aturan-aturan permainan tertentu pula.
           Telah banyak diuraikan oleh para ilmuan dalam beberapa buku pendidikan, bahwa adanya rancangan /kurikulum formal dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan disekolah. Dengan kata lain, kurikulum merupakan syarat muthlak bagi pendidikan disekolah. Hal itu berarti bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan/pengajaran. Setiap praktek pendidikan diarahkan pada pencapaian-pencapaian tujuan tertentu sehingga dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan siswa akan berlangsung dengan baik untuk mencapai tujuan tersebut. Proses pendidikan merencanakan kurikulum dalam pendidikan bukanlah pekerjaan yang ringan lagi gampang. Dalam pekerjaan ini, seseorang dituntut mempertimbangkan 3 hal penting yang saling terkait. Disamping harus mencerminkan falsafah bangsa, merencanakan, kurikulum itu harus sesuai dengan tuntutan sosial (social demand), harus sesuai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, juga harus sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja (man power). Padahal 3 hal itu berubah dengan cepat secepat perubahan zaman.
C.    Fenomena Perubahan Kurikulum Pendidikan Indonesia
           Yang menjadi masalah dalam pembahasan ini adalah kurikulum Indonesia yang seringkali berubah bagai permainan bongkar pasang. Padahal perubahan kurikulum itu jelas berpengaruh terhadap proses belajar mengajar antara peserta didik dan pendidik. Kita menyadari bersama bahwa perubahan kurikulum itu adalah suatu yang biasa, bilamana dampak negatifnya tidak akan mampu bertahan selama 10 tahun lebih. Kurikulum yang telah dinilai usang atau tidak sesuai dengan tuntutan sosial, tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jelas harus diperbaharui, karena jika tidak, hal itu akan menyebabkan sekolah terasing dari masyarakat, ketinggalan perkembangan pengetahuan dan tidak mampu lagi menunjang pelaksanaan pembangunan nasional melainkan justru menghambatnya. Meskipun demikian, berkaitan dengan penyediaan sarana pembelajaran dalam arti luas guna merealisir apa yang tertuang dalam kurikulum, tidak memungkinkan perubahan kurikulum dalam waktu yang relatif singkat. Kurikulum senantiasa bersifat dinamis, menyesuaikan diri dengan berbagai keadaan supaya dapat memantapkan pembelajaran hasil belajar. Itulah sebabnya mengapa kurikulum harus senantiasa diperbaharui, namun meskipun demikian, sekolah tidak selalu menghasilkan lulusan yang berkualitas, mengingat bahwa kurikulum itu bersifat hipotesis sedangkan realitasnya banyak bergantung pada faktor pendidik.
           Kurikulum pendidikan di indonesia, hingga sekarang telah berkali-kali mengalami perbaikan/perubahan. Perubahan kurikulum tahun 1964 menyempurnakan kurikulum sebelumnya. Kurikulum 1964 diganti dengan kurikulum 1975 yang dipandang lebih baku dan sempurna untuk kalangan SD sampai SLTA. Setelah beberapa lama kurikulum 1975 ditetapkan, tenyata muncul masalah baru, masalah yang mendapat sorotan tajam, adalah masalah kualitas pendidikan dan masalah relevansi lulusan pendidikan dengan tuntutan masyarakat. Kurikulum dinilai menghasilkan lulusan sekolah yang tidak siap pakai, karena tidak memiliki kualifikasi keterampilan yang cocok untuk menangani lowongan kerja, akhirnya banyak lulusan yang menganggur. Untuk mengatasi hal ini diberlakukan kurikulum 1984 khusus untuk SLTA, sedangkan untuk SD dan SLTP tetap menerapkan kurikulum 1975 sampai dengan berlakunya kurikulum 1994. Yang kemudian diganti dengan kurikulum 2004/KBK, sampai saat ini masih dirubah dengan KTSP, lalu bagaimana hakikat KBK dan KTSP itu sendiri? Seperti apakah profil kurikulum pendidikan terkini? Berikut sedikit pemaparanya.
A.    Kurikulum berbasis kompetensi (kbk)
           Perubahan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dengan kurikulum 2006/KTSP memicu beberapa pendapat yang pro dan kontra. Beberapa alasan yang muncul dari perubahan kurikulum tersebut adalah kbk sangat sulit diterapkan di daerah-daerah yang kekurangan fasilitas pendukung kegiatan pendidikan dan juga banyak para guru yang belum memahami filosofi KBK itu sendiri. Kurikulum 2004/KBK itu dinilai mengingkari filosofi kurikulum, karena sarat isi dan terlalu menuntut guru secara detail sampai pada pembuatan indikator. Tuntutan yang terlalu mendetail itu belum tentu sesuai dengan kebutuhan sekolah.
           Guru dalam sistem KBK harus memiliki banyak alat bantu dalam setiap pengajaranya, agar peserta didik tidak merasa bosan, sehingga diharapkan mampu mengubah pola pikir yang telah ada. Artinya, pendidikan bukan hanya sebagai transfer of knowledge namun juga lebih dari itu, yaitu sebagai alat pendewasaan dan meningkatkan potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Munculnya kurikulum KBK karena :
1.   Adanya misi perbaikan sektor pendidikan yang mau tidak mau harus berubah/penyempurnaan kurikulum.
2.   Mutu output yang kurang memuaskan.
3.   Terjadi perubahan-perubahan besar dalam peradaban dunia yang perlu direspons dan diantisipasi oleh dunia pendidikan.
Beberapa alasan diatas menunjukan bahwa pemerintah masih berkiblat pada pendidikan luar negeri, padahal pendidikan di Indonesia jelas berbeda model dengan model pendidikan di amerika, malaysia dan lainya. Setiap negara memiliki budaya dan etnik yang berbeda. Oleh karena itu, setiap bangsa harus memiliki kekhasan yang tidak dimiliki negara lain dan menjadi keunggulan pendidikan disebuah negara. Dari adanya sistem KBK ini juga memicu lahirnya akselerasi (program percepatan) dan full day school.
B.     Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
           Dalam SNP pasal 1 ayat 15 dijelaskan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) beberapa hal yang berhubungan dengan makna KTSP adalah:
-       KTSP dalam pengembanganya tidak terlepas dari kektetapan-ketetapan yang telah disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan untuk mengembangkan kurikulum  akan tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja, sedangakan yang menjadi rujukan pengembanganya itu sendiri ditentukan oleh pemerintah (sentralisasi dan desentralisasi). Diberikanya kesempatan kepada daerah untuk mengembangkan potensinya melalui kurikulum pendidikan dimaksudkan agar penduduk setempat mampu dimaksudkan agar penduduk setempat mampu membangun wilayahnya sendiri dan tidak pergi ke daerah lain, karena seandainya daerah tidak diberi kesempatan demikian, maka hasil pendidikan justru akan mengosongkan daerah yang bersangkutan.
-       Sebagai kurikulum operasional, para pengembang KTSP dituntut memperhatikan ciri khas kedaerahanya, sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 ayat 2, yaitu bahwa kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
-       Sebagai kurikulum operasional, para pengembang kurikulum didaerah memiliki keluasan dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran.

1.   Tujuan KTSP
     Secara umum tujuan diterapkanya KTSP adalah untuk memandirikan dan memperdayakan satuan pendidikan melalui pemberian kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan.
Secara khusus tujuan diterapkanya KTSP adalah untuk:
a)      Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dengan mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b)      Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama.
c)      Meningkatkan kompetensi yang sehat antar satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Sekolah dengan KTSP-nya tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah diatur pusat, akan tetapi juga sebagai pengambil keputusan tentang pengembangan dan implementasi kurikulum.

2.   Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyusunan KTSP
     Ktsp berkembang didasarkan pada dua landasan pokok, yaitu landasan empiris dan landasan formal.
Landasan empirisnya antara lain :
a)      Kenyataan rendahnya kualitas pendidikan indonesia baik dilihat dari sudut proses maupun hasil belajar. Proses pendidikan cenderung berorientasi hanya pada pengembangan kognitif/pengembangan intelektual, sedangkan pengembangan sikap dan psikomotorik cenderung terabaikan.
b)      Indonesia adalah negara yang sangat luas yang memiliki keragaman sosial dan budaya yang berbeda. Kurikulum yang bersifat sentralistis cenderung mengabaikan potensi dan kebutuhan daerah yang berbeda itu, sehingga lulusan pendidikan tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan tempat siswa tinggal.
c)      Peran sekolah dan masyarakat dalam mengembangkan kurikulum bersifat pasif. Sekolah hanya berfungsi untuk melaksanakan kurikulum yang disusun oleh pusat, yang kemudian berimbas pada kurangya peran dan tanggung jawab masyarakat dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program sekolah. KTSP adalah bentuk kurikulum desentralistik menuntut peran sekolah dan masyarakat yang aktif.
Yang menjadi landasan formal, KTSP disusun dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Penyusunan KTSP jenjang pendidikkan dasar dan menengah mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidkan  dasar dan menengah,  peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan satuan pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya, secara teknis penyusunan  KTSP berpedoman pada panduan yang disusun oleh BNSP.
     Melihat penjelasan yang telah dipaparkan diatas, berarti pengajar/guru secara kesuluruhan dituntut kerja keras mengadakan research supaya memperoleh data mengenai  social demand, man power, perkembangan ilmu pengetahuan  dan teknologi serta seni untuk memperkokoh kerja sama dengan  stakeholders dalam mengembangkan kurikulum pada satuan pendidikan tempat mengabdikan diri menjadikan profesi sebagai pengajar, dan menetapkan teori-teori yang dipahami mengenai seputar KTSP bukan hanya tebatas mendiskusikan dan memperdebatkan KTSP.
C.    Pendidik Sebagai Salah Satu Faktor Terealisasinya Kurikulum
     Paulo Fareire dan Ki Hajar Dewantara yang dinilai oleh para pengamat, praktisi dan elemen pendidikan lainya sebagai dua pakar yang secara teoritis dan praktis telah menjalankan agenda pendidikan, juga memiliki kehendak yang sangat kuat untuk melakukan reorientasi kurikulum secara pasif, tidak setengah-setengah sebagaimana yang terjadi di indonesia. Paulo Freire memperkenalkan perubahan besar mengenai kurikulum yang dilakukan di brazil. Salah satu program penting yang dilakukan adalah program pengembangan pendidik secara permanen karena dalam pandangan paulo freire, suatu yang sangat penting terkait hal tersebut adalah para pendidik membutuhkan praktek pendidikan yang serius dan kompeten yang dapat merespons pandangan baru sistem persekolahan.
Enam prinsip program pelatihan pendidik adalah :
1.   Pendidik adalah subyek dari praktik pengajaran harus aktif, kreatif, produktif untuk melahirkan metode pengajaran baru yang kontestual dan fleksibel sesuai kebutuhan lapangan.
2.   Pendidik harus memiliki pengetahuan mendalam dan luas terkait persoalan-persoalan yang berada di sekitar ruang belajar-mengajar sehingga ini bisa memperkaya pengalaman cara mempraktekan pengajaranya lebih baik.
3.   Pendidik harus mengikuiti pelatihan secara konstan dan sistematis karena praktek pendidikan selalu berupa transformasi.
4.   Praktek pendidik mensyaratkan pemahaman asal usul ilmu pengetahuan.
5.   Program pelatihan pendidik adalah sebuah batu loncatan untuk proses reorientasi kurikulum.
6.   Program pelatihan pendidik akan memiliki hal-hal berikut :
·         Tambahan kemajuan ilimiah
·         Pandangan tentang sekolah yang dicita-citakan sebagai horizon tawaran pendidikan yang baru
·         Kebutuhan untuk menyediakan komponen-komponen formatif dasar bagi para pendidik dalam bidang studi yang berbeda-beda.
     Bagi Freire, hal ini mampu melahirkan pendidik yang profesional. Karena kurikulum yang dirancang sebaik apapun tak akan berjalan kondusif tanpa adanya peran guru profesional.
     Hal yang menarik adalah Paulo Freire ingin menggeser paradigma kurikulum yang terlalu sentral. Dengan kata lain, desentralisasi kurikulum adalah suatu hal yang penting untuk dikerjakan dengan sedemikian rupa karena kurikulum yang benar harus mencerminkan segala persoalan dan kebutuhan yang dibutuhkan sekolah terkait, termasuk kehidupan di tempat tinggal anak didik. Dalam konteks pendidikan tersebut, pendidikan hadir sebagai identitas ideal, yang menjadi basis utama bagi keberlangsungan pendidik yang dapat melahirkan pendidikan membebaskan dan mencerdaskan.

KESIMPULAN
           Kurikulum yang memiliki kedudukan sentral sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan harus dirancang secara efektif, efisien agar dapat melahirkan generasi penerus yang cerdas dan terampil. Tentu saja hal itu, tidak boleh lepas dari tiga hal :
·      Mencerminkan/mendasarkan falsafah bangsa
·      Harus sesuai dengan tuntutan sosial
·      Sesuai laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
·      Sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja
           Namun, sebaik apapun kurikulum takkan maksimal dalam menunjukan nilai positifnya tanpa partisipasi dari berbagai elemen terkait dan guru profesional. Karena disini guru profesional menjadi salah satu komponen yang memiliki nilai vital bagi berlangsungnya pendidikan di Indonesia.
Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.

DAFTAR PUSTAKA
v  Setiawan, Beni. Agenda Pendidikan Nasional. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2008
v  Rohmad, Ali. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta : Teras. 2009
v  Sanjaya, Wina. Kurikulum Dan Perkembangan. Jakarta : Prenada Media Group. 2008
v  Yamin, Moh. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2009
v  Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah ri no. 47 tahun 2008

Tidak ada komentar: