KURIKULUM PENDIDIKAN INDONESIA
PEMBAHASAN
Kurikulum mempunyai hubungan erat
dengan teori pendidikan, meskipun demikian tidak termasuk dalam komponen
pendidikan, namun kurikulum itu harus ada dan harus melingkupi semua komponen
pendidikan. Karena kurikulum bisa menjadi acuan berjalannya suatu proses
pendidikan agar tidak melenceng dari tujuan yang telah ditetapkan oleh
pendidikan itu sendiri. Kurikulum juga dapat dipandang sebagai rencana konkret
penerapan dari suatu teori pendidikan. Menurut Beauchamp (1965: 6) dan Zais
membedakan kurikulum sebagai rencana dan kurikulum yang fungsional. Beauchamp
lebih memberikan tekanan bahwa kurikulum merupakan suatu rencana pendidikan,
sedangkan Zais lebih menekankan bahwa kebaikan suatu kurikulum tidak dapat
dinilai dari dokumen tertulis saja, melainkan harus dinilai dalam proses
pelaksanaan fungsinya didalam kelas.
Terlepas dari hal tersebut, kurikulum
yang dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan dan sebagai penentu
pelaksanaan dan hasil belajar, harus dimiliki oleh setiap negara, termasuk
indonesia. Karena yang kita ketahui bahwa pendidikan merupakan komponen yang
memiliki nilai vitalitas tinggi untuk mempersiapkan generasi muda untuk terjun
dimasyarakat dan mencapai perkembangan yang lebih lanjut dimasyarakat. Oleh
karena itu, suatu kurikulum harus dirancang secara matang dan efektif agar
suatu pendidikan itu berjalan sesuai dengan karakteristik dan kekayaan budaya
yang dimiliki oleh suatu bangsa. Lantas bagaimana dengan kurikulum indonesia
yang senantiasa terkesan bongkar pasang? Mengapa demikian? Benarkah hal itu
efektif bagi para peserta didik dan pendidik? Hal itulah yang sekiranya harus
dipertanyakan dan mendapat jawaban dari fenomena yang terjadi dengan kurikulum
indonesia.
A.
Hakikat Kurikulum
Secara epistemologi, kurikulum
berasal dari bahasa yunani yaitu cirir
yang artinya pelari dan curare yang
artinya tempat berpacu. Jadi istilah kurikulum berasal dari dunia olahraga pada
zaman romawi kuno di yunani, yang mengandung pengertian suatu jarak yang harus
ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis finish. Dalam bahasa ‘arab,
kata kurikulum biasa diungkapkan dengan manhaj
yang berarti jalan terang yang dilalui manusia dalam segala bidang
kehidupan. Sedangkan kurikulum pendidikan (manhaj al dirasah) dalam kamus
tarbiyah adalah seperangkat perencanaan dan media yang dijadikan acuan oleh lembaga pendidikan
dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.
M. Arifin dalam bukunya ilmu
pendidikan islam mengatakan bahwa kurikulum sebagai seluruh bahan pelajaran
yang harus disajikan dalam konsep kependidikan dalam suatu sistem institusional
pendidikan.
Dengan demikian pengertian kurikulum
dalam pandangan modern merupakan program pendidikan yang disediakan oleh
sekolah yang tidak hanya sebatas bidang studi dan kegiatan belajarnya saja,
akan tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
pembentukan pribadi siswa sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan
sehingga dapat meningkatkan mutu kehidupanya. Kemudian konsep kurikulum
berkembang sejalan dengan perkembangan teori dan praktek pendidikan, juga
bervariasi sesuai dengan aliran/teori pendidikan yang dianutnya.
Pendapat-pendapat selanjutnya telah beralih dari menekankan pada isi menjadi
lebih memberikan tekanan pada pengalaman. Perubahan penekanan pada pengalaman
ini lebih dijelaskan lagi oleh Ronald C. Doll (1974: 22)
Devinisi Doll ini selain menunjukkan
adanya perubahan dari isi menuju proses juga merubah ruang lingkup, dari konsep
yang sangat sempit menuju konsep yang sangat luas. Mauritz johnson mengajukan
keberatan terhadap konsep kurikulum yang dikemukakan oleh Ronald C. Doll.
Menurut Johnson, pengalaman hanya akan terjadi jika terjadi interaksi antara
siswa dan lingkunganya. Hal seperti ini menurut Johnson bukan termasuk
kurikulum, namun pengajaran. Kurikulum hanya berkenaan dengan hasil-hasil
belajar yang diharapkan akan dicapai oleh siswa. Dan juga merupakan suatu
rencana yang memberi pedoman/pegangan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
B.
Kedudukan Kurikulum Dalam Pendidikan
Pendidikan berintikan interaksi
antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik
menguasai tujuan-tujuan pendidikan. Interaksi pendidikan dapat berlangsung
dalam lingkungan keluarga, sekolah, ataupun masyarakat. Dari beberapa
lingkungan pendidikan yang ada tersebut, yang paling banyak ditemui menggunakan
kurikulum adalah pendidikan yang berada dalam wilayah sekolah karena pendidikan
dalam lingkungan sekolah lebih bersifat formal. Oleh karena itu, dalam
pendidikan disekolah memiliki rancangan pendidikan /rancangan kurikulum
tertulis dan tersusun secara jelas, rinci dan sistematis. Selain itu interaksi
pendidikan berlangsung dalam lingkungan tertentu, dengan fasilitas dan alat
serta aturan-aturan permainan tertentu pula.
Telah banyak diuraikan oleh para
ilmuan dalam beberapa buku pendidikan, bahwa adanya rancangan /kurikulum formal
dan tertulis merupakan ciri utama pendidikan disekolah. Dengan kata lain,
kurikulum merupakan syarat muthlak bagi pendidikan disekolah. Hal itu berarti
bahwa kurikulum merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan/pengajaran.
Setiap praktek pendidikan diarahkan pada pencapaian-pencapaian tujuan tertentu
sehingga dengan berpedoman pada kurikulum, interaksi pendidikan antara guru dan
siswa akan berlangsung dengan baik untuk mencapai tujuan tersebut. Proses
pendidikan merencanakan kurikulum dalam pendidikan bukanlah pekerjaan yang
ringan lagi gampang. Dalam pekerjaan ini, seseorang dituntut mempertimbangkan 3
hal penting yang saling terkait. Disamping harus mencerminkan falsafah bangsa,
merencanakan, kurikulum itu harus sesuai dengan tuntutan sosial (social demand), harus sesuai dengan laju
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, juga harus sesuai dengan
kebutuhan tenaga kerja (man power).
Padahal 3 hal itu berubah dengan cepat secepat perubahan zaman.
C.
Fenomena Perubahan Kurikulum Pendidikan Indonesia
Yang menjadi masalah dalam pembahasan
ini adalah kurikulum Indonesia yang seringkali berubah bagai permainan bongkar
pasang. Padahal perubahan kurikulum itu jelas berpengaruh terhadap proses
belajar mengajar antara peserta didik dan pendidik. Kita menyadari bersama
bahwa perubahan kurikulum itu adalah suatu yang biasa, bilamana dampak
negatifnya tidak akan mampu bertahan selama 10 tahun lebih. Kurikulum yang
telah dinilai usang atau tidak sesuai dengan tuntutan sosial, tidak sesuai lagi
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, jelas harus diperbaharui,
karena jika tidak, hal itu akan menyebabkan sekolah terasing dari masyarakat,
ketinggalan perkembangan pengetahuan dan tidak mampu lagi menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional melainkan justru menghambatnya. Meskipun demikian,
berkaitan dengan penyediaan sarana pembelajaran dalam arti luas guna merealisir
apa yang tertuang dalam kurikulum, tidak memungkinkan perubahan kurikulum dalam
waktu yang relatif singkat. Kurikulum senantiasa bersifat dinamis, menyesuaikan
diri dengan berbagai keadaan supaya dapat memantapkan pembelajaran hasil
belajar. Itulah sebabnya mengapa kurikulum harus senantiasa diperbaharui, namun
meskipun demikian, sekolah tidak selalu menghasilkan lulusan yang berkualitas,
mengingat bahwa kurikulum itu bersifat hipotesis sedangkan realitasnya banyak
bergantung pada faktor pendidik.
Kurikulum pendidikan di indonesia,
hingga sekarang telah berkali-kali mengalami perbaikan/perubahan. Perubahan
kurikulum tahun 1964 menyempurnakan kurikulum sebelumnya. Kurikulum 1964
diganti dengan kurikulum 1975 yang dipandang lebih baku dan sempurna untuk
kalangan SD sampai SLTA. Setelah beberapa lama kurikulum 1975 ditetapkan,
tenyata muncul masalah baru, masalah yang mendapat sorotan tajam, adalah
masalah kualitas pendidikan dan masalah relevansi lulusan pendidikan dengan
tuntutan masyarakat. Kurikulum dinilai menghasilkan lulusan sekolah yang tidak
siap pakai, karena tidak memiliki kualifikasi keterampilan yang cocok untuk
menangani lowongan kerja, akhirnya banyak lulusan yang menganggur. Untuk
mengatasi hal ini diberlakukan kurikulum 1984 khusus untuk SLTA, sedangkan
untuk SD dan SLTP tetap menerapkan kurikulum 1975 sampai dengan berlakunya
kurikulum 1994. Yang kemudian diganti dengan kurikulum 2004/KBK, sampai saat
ini masih dirubah dengan KTSP, lalu bagaimana hakikat KBK dan KTSP itu sendiri?
Seperti apakah profil kurikulum pendidikan terkini? Berikut sedikit
pemaparanya.
A.
Kurikulum berbasis kompetensi (kbk)
Perubahan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK) yang dilaksanakan oleh pemerintah melalui Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) dengan kurikulum 2006/KTSP memicu beberapa pendapat
yang pro dan kontra. Beberapa alasan yang muncul dari perubahan kurikulum
tersebut adalah kbk sangat sulit diterapkan di daerah-daerah yang kekurangan
fasilitas pendukung kegiatan pendidikan dan juga banyak para guru yang belum
memahami filosofi KBK itu sendiri. Kurikulum 2004/KBK itu dinilai mengingkari
filosofi kurikulum, karena sarat isi dan terlalu menuntut guru secara detail
sampai pada pembuatan indikator. Tuntutan yang terlalu mendetail itu belum
tentu sesuai dengan kebutuhan sekolah.
Guru dalam sistem KBK harus memiliki
banyak alat bantu dalam setiap pengajaranya, agar peserta didik tidak merasa
bosan, sehingga diharapkan mampu mengubah pola pikir yang telah ada. Artinya,
pendidikan bukan hanya sebagai transfer
of knowledge namun juga lebih dari itu, yaitu sebagai alat pendewasaan dan
meningkatkan potensi yang telah dimiliki oleh peserta didik.
Munculnya
kurikulum KBK karena :
1. Adanya misi perbaikan sektor pendidikan
yang mau tidak mau harus berubah/penyempurnaan kurikulum.
2. Mutu output yang kurang memuaskan.
3. Terjadi perubahan-perubahan besar dalam peradaban
dunia yang perlu direspons dan diantisipasi oleh dunia pendidikan.
Beberapa
alasan diatas menunjukan bahwa pemerintah masih berkiblat pada pendidikan luar
negeri, padahal pendidikan di Indonesia jelas berbeda model dengan model
pendidikan di amerika, malaysia dan lainya. Setiap negara memiliki budaya dan
etnik yang berbeda. Oleh karena itu, setiap bangsa harus memiliki kekhasan yang
tidak dimiliki negara lain dan menjadi keunggulan pendidikan disebuah negara.
Dari adanya sistem KBK ini juga memicu lahirnya akselerasi (program percepatan) dan full day school.
B.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam SNP pasal 1 ayat 15 dijelaskan
bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan
memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP) beberapa hal yang berhubungan dengan makna KTSP
adalah:
-
KTSP
dalam pengembanganya tidak terlepas dari kektetapan-ketetapan yang telah
disusun pemerintah secara nasional. Artinya, walaupun daerah diberi kewenangan
untuk mengembangkan kurikulum akan
tetapi kewenangan itu hanya sebatas pada pengembangan operasionalnya saja,
sedangakan yang menjadi rujukan pengembanganya itu sendiri ditentukan oleh
pemerintah (sentralisasi dan desentralisasi). Diberikanya kesempatan kepada
daerah untuk mengembangkan potensinya melalui kurikulum pendidikan dimaksudkan
agar penduduk setempat mampu dimaksudkan agar penduduk setempat mampu membangun
wilayahnya sendiri dan tidak pergi ke daerah lain, karena seandainya daerah
tidak diberi kesempatan demikian, maka hasil pendidikan justru akan
mengosongkan daerah yang bersangkutan.
-
Sebagai
kurikulum operasional, para pengembang KTSP dituntut memperhatikan ciri khas
kedaerahanya, sesuai dengan UU No. 20 tahun 2003 ayat 2, yaitu bahwa kurikulum
pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik.
-
Sebagai
kurikulum operasional, para pengembang kurikulum didaerah memiliki keluasan
dalam mengembangkan kurikulum menjadi unit-unit pelajaran.
1.
Tujuan KTSP
Secara umum tujuan diterapkanya KTSP adalah
untuk memandirikan dan memperdayakan satuan pendidikan melalui pemberian
kewenangan (otonomi) kepada lembaga pendidikan.
Secara
khusus tujuan diterapkanya KTSP adalah untuk:
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dengan mengembangkan kurikulum, mengelola,
dan memberdayakan sumber daya yang tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan
bersama.
c) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar
satuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai. Sekolah dengan
KTSP-nya tidak lagi hanya berfungsi sebagai pelaksana kurikulum yang telah
diatur pusat, akan tetapi juga sebagai pengambil keputusan tentang pengembangan
dan implementasi kurikulum.
2.
Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyusunan KTSP
Ktsp berkembang didasarkan pada dua
landasan pokok, yaitu landasan empiris dan landasan formal.
Landasan
empirisnya antara lain :
a) Kenyataan rendahnya kualitas pendidikan
indonesia baik dilihat dari sudut proses maupun hasil belajar. Proses
pendidikan cenderung berorientasi hanya pada pengembangan kognitif/pengembangan
intelektual, sedangkan pengembangan sikap dan psikomotorik cenderung
terabaikan.
b) Indonesia adalah negara yang sangat luas
yang memiliki keragaman sosial dan budaya yang berbeda. Kurikulum yang bersifat
sentralistis cenderung mengabaikan potensi dan kebutuhan daerah yang berbeda
itu, sehingga lulusan pendidikan tidak sesuai dengan harapan dan kebutuhan
tempat siswa tinggal.
c) Peran sekolah dan masyarakat dalam
mengembangkan kurikulum bersifat pasif. Sekolah hanya berfungsi untuk
melaksanakan kurikulum yang disusun oleh pusat, yang kemudian berimbas pada
kurangya peran dan tanggung jawab masyarakat dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan program sekolah. KTSP adalah bentuk kurikulum desentralistik
menuntut peran sekolah dan masyarakat yang aktif.
Yang menjadi landasan formal, KTSP disusun
dalam rangka memenuhi amanat yang tertuang dalam UU Republik Indonesia No. 20
tahun 2003 tentang Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah RI No. 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Penyusunan KTSP jenjang pendidikkan
dasar dan menengah mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22
tahun 2006 tentang standar isi untuk satuan pendidkan dasar dan menengah, peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23
tahun 2006 tentang standar kompetensi lulusan satuan pendidikan dasar dan
menengah. Selanjutnya, secara teknis penyusunan
KTSP berpedoman pada panduan yang disusun oleh BNSP.
Melihat penjelasan yang telah dipaparkan
diatas, berarti pengajar/guru secara kesuluruhan dituntut kerja keras
mengadakan research supaya memperoleh
data mengenai social demand, man power,
perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta seni untuk memperkokoh kerja sama dengan stakeholders
dalam mengembangkan kurikulum pada satuan pendidikan tempat mengabdikan diri
menjadikan profesi sebagai pengajar, dan menetapkan teori-teori yang dipahami
mengenai seputar KTSP bukan hanya tebatas mendiskusikan dan memperdebatkan KTSP.
C.
Pendidik Sebagai Salah Satu Faktor Terealisasinya
Kurikulum
Paulo Fareire dan Ki Hajar
Dewantara yang dinilai oleh para pengamat, praktisi dan elemen pendidikan
lainya sebagai dua pakar yang secara teoritis dan praktis telah menjalankan
agenda pendidikan, juga memiliki kehendak yang sangat kuat untuk melakukan
reorientasi kurikulum secara pasif, tidak setengah-setengah sebagaimana yang
terjadi di indonesia. Paulo Freire memperkenalkan perubahan besar mengenai
kurikulum yang dilakukan di brazil. Salah satu program penting yang dilakukan
adalah program pengembangan pendidik secara permanen karena dalam pandangan
paulo freire, suatu yang sangat penting terkait hal tersebut adalah para
pendidik membutuhkan praktek pendidikan yang serius dan kompeten yang dapat
merespons pandangan baru sistem persekolahan.
Enam
prinsip program pelatihan pendidik adalah :
1. Pendidik adalah subyek dari praktik
pengajaran harus aktif, kreatif, produktif untuk melahirkan metode pengajaran
baru yang kontestual dan fleksibel sesuai kebutuhan lapangan.
2. Pendidik harus memiliki pengetahuan
mendalam dan luas terkait persoalan-persoalan yang berada di sekitar ruang
belajar-mengajar sehingga ini bisa memperkaya pengalaman cara mempraktekan
pengajaranya lebih baik.
3. Pendidik harus mengikuiti pelatihan
secara konstan dan sistematis karena praktek pendidikan selalu berupa
transformasi.
4. Praktek pendidik mensyaratkan pemahaman
asal usul ilmu pengetahuan.
5. Program pelatihan pendidik adalah sebuah
batu loncatan untuk proses reorientasi kurikulum.
6. Program pelatihan pendidik akan memiliki
hal-hal berikut :
·
Tambahan
kemajuan ilimiah
·
Pandangan
tentang sekolah yang dicita-citakan sebagai horizon tawaran pendidikan yang
baru
·
Kebutuhan
untuk menyediakan komponen-komponen formatif dasar bagi para pendidik dalam
bidang studi yang berbeda-beda.
Bagi Freire, hal ini mampu melahirkan
pendidik yang profesional. Karena kurikulum yang dirancang sebaik apapun tak
akan berjalan kondusif tanpa adanya peran guru profesional.
Hal yang menarik adalah Paulo Freire ingin
menggeser paradigma kurikulum yang terlalu sentral. Dengan kata lain,
desentralisasi kurikulum adalah suatu hal yang penting untuk dikerjakan dengan
sedemikian rupa karena kurikulum yang benar harus mencerminkan segala persoalan
dan kebutuhan yang dibutuhkan sekolah terkait, termasuk kehidupan di tempat
tinggal anak didik. Dalam konteks pendidikan tersebut, pendidikan hadir sebagai
identitas ideal, yang menjadi basis utama bagi keberlangsungan pendidik yang
dapat melahirkan pendidikan membebaskan dan mencerdaskan.
KESIMPULAN
Kurikulum yang memiliki kedudukan
sentral sebagai pedoman untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan harus dirancang
secara efektif, efisien agar dapat melahirkan generasi penerus yang cerdas dan
terampil. Tentu saja hal itu, tidak boleh lepas dari tiga hal :
·
Mencerminkan/mendasarkan
falsafah bangsa
·
Harus
sesuai dengan tuntutan sosial
·
Sesuai
laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
·
Sesuai
dengan kebutuhan tenaga kerja
Namun,
sebaik apapun kurikulum takkan maksimal dalam menunjukan nilai positifnya tanpa
partisipasi dari berbagai elemen terkait dan guru profesional. Karena disini
guru profesional menjadi salah satu komponen yang memiliki nilai vital bagi
berlangsungnya pendidikan di Indonesia.
Semoga bermanfaat, wallahu a’lam.
DAFTAR
PUSTAKA
v Setiawan, Beni. Agenda Pendidikan Nasional. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2008
v Rohmad, Ali. Kapita Selekta Pendidikan. Yogyakarta : Teras. 2009
v Sanjaya, Wina. Kurikulum Dan Perkembangan. Jakarta : Prenada Media Group. 2008
v Yamin, Moh. Menggugat Pendidikan Indonesia. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. 2009
v Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 tentang
Sisdiknas dan Peraturan Pemerintah ri no. 47 tahun 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar