PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah
Globalisasi,
inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa
perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar dapat
terus bertahan, dengan cepat perusahaan-perusahaan mengubah dari bisnis yang
didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju knowledge
based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utama
ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik
ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge
management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan
transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri (Sawarjuwono, 2003).
Bisnis abad ke-21
semakin ditentukan dan didorong oleh elemen Modal Intelektual (IC). Pelaku
pasar, praktisi dan regulator sama berpendapat bahwa ada kebutuhan penting
untuk penyelidikan dan pemahaman lebih besar dari pelaporan IC sebagai manfaat
informasi keuangan dalam menjelaskan profitabilitas perusahaan yang terus
memburuk. Sebagai contoh, Bukh (2003) menegaskan bahwa mekanisme pelaporan
tradisional tidak mampu mengatasi secara memadai dengan persyaratan pelaporan
baru perusahaan ekonomi. Dia mengamati sebuah peningkatan ketidakpuasan
terhadap pelaporan keuangan tradisional dan kemampuannya untuk menyampaikan
kepada investor potensi kekayaan penciptaan perusahaan. Hal ini jelas menunjukkan peran IC yang makin penting dalam
kehidupan bisnis perusahaan dan membuat penelitian seputar IC perlu dilakukan
karena sangat membantu perusahaan dalam menjalankan bisnisnya, serta membantu
para investor dan stakeholder perusahaan untuk mengambil keputusan (Adityas
Wicaksana, 2011).
Nick Bontis (1998), (Direktur, Lembaga Penelitian Modal Intelektual,
Associate Editor, Jurnal Intelektual Modal), menyatakan "Modal Intelektual adalah mata
uang milenium baru. Mengelola dengan bijak adalah kunci untuk
kesuksesan bisnis di era pengetahuan. "Ada banyak
alasan bagi perusahaan untuk mengungkapkan modal intelektual
informasi dalam laporan tahunan mereka. Mereka adalah (a)
untuk membantu organisasi merumuskan strategi mereka, (b) untuk menilai
eksekusi strategi, (c) untuk membantu dalam pengambilan keputusan diversifikasi
dan ekspansi, (d) untuk digunakan sebagai dasar untuk kompensasi dan (e) untuk
berkomunikasi langkah-langkah untuk stakeholder eksternal (Marr et al., 2003
dalam Ihya’ul Ulum, 2008).
Menurut Yuniasih (2010) modal intelektual (intellectual
capital) merupakan topik yang baru berkembang beberapa tahun belakangan
ini. Di Indonesia, fenomena intellectual
capital (IC) mulai berkembang terutama setelah munculnya Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 19 (revisi 2000) tentang aktiva tidak berwujud.
Menurut PSAK No. 19, aktiva tidak berwujud adalah aktiva nonmoneter yang dapat
diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan
dalam menghasilkan atau menyerahkan barang atau jasa, disewakan kepada pihak
lainnya, atau untuk tujuan administratif (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007).
Intellectual
capital masih belum dikenal secara luas di
Indonesia. Hal ini disebabkan karena perusahaan-perusahaan di Indonesia masih
menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya, dan
perusahaan-perusahaan tersebut belum memberikan perhatian lebih kepada human
capital, structural capital, maupun customer capital. Apabila
perusahaan-perusahaan tersebut mengikuti perkembangan yang ada, yaitu manajemen
berbasis pengetahuan, maka perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat bersaing
secara kompetitif melalui inovasi-inovasi kreatif yang dihasilkan oleh modal
intelektual yang dimiliki perusahaan. Sehingga mendorong terciptanya
produk-produk yang favourable bagi konsumen (Abidin, dalam Sawarjuwono,
2003).
Dengan
adanya pengelolaan dari kinerja intellectual capital sebagai nilai tambah
di dalam perusahaan, dapat diketahui pula pengaruhnya terhadap business
performance atau kinerja perusahaan. Apabila pengelolaan intellectual
capital semakin baik maka kinerja perusahaan akan dinilai semakin baik.
Ukuran business performance dalam penelitian ini dilihat dari market
valuation (market to book value), rasio profitabilitas
(return on assets), dan rasio produktivitas (asset turnover).
Market to book value (M/B) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat ketertarikan para investor terhadap harga saham perusahaan tertentu.
Sedangkan return on assets (ROA) adalah rasio yang digunakan untuk melihat
efektivitas perusahaan di dalam menghasilkan keuntungan dengan menggunakan
aktiva yang dimilikinya. Asset turnover (ATO) digunakan untuk mengukur
sejauh mana kemampuan perusahaan didalam menghasilkan penjualan dengan menggunakan
aktiva yang dimiliki (Maritza Ellanyndra Puspitasari, 2011).
Intellectual
capital dalam organisasi digerakkan oleh trust
dan kultur organisasi (Bontis, 2000). Trust mampu menggerakan
human capital karena dengan adanya saling kepercayaan menyebabkan biaya
monitoring dapat ditekan (Cummings dan Bromiley, 1996; Curral dan Judge, 1995;
Smith dan Barclay, 1997). Trust juga membantu pengembangan dan
pemeliharaan internal diantara berbagai kelompok dalam perusahaan yang
memungkinkan terjalinnya kerjasama yang baik diantara anggota organisasi dalam
tugas-tugas tim. Dalam hubungannya dengan customer capital, adanya
saling kepercayaan dalam hubungan dengan pihak luar organisasi antara lain akan
menimbulkan kesediaan konsumen memberikan umpan balik bagi organisasi dan
terciptanya loyalitas konsumen. Organisasi juga akan memberikan yang terbaik
bagi konsumennya dengan selalu mewujudkan keinginan dan kebutuhan konsumen
dengan terus menerus berusaha membuat konsumen puas. Keberadaan trust juga
diyakini dapat mengerakkan structural capital. Adanya saling kepercayaan
antara lain akan menurunkan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan satu
transaksi, menurunnya biaya per transaksi (Biljsma dan Koopman, 2003), dan
terciptanya efisiensi (Partiwi Dwi Astuti, 2011).
Kultur organisasi merupakan penggerak
kedua bagi intellectual capital. Dari sisi human capital, ketika
anggota organisasi mengenal kultur organisasi positif, maka lingkungan
kerja cenderung menjadi lebih menyenangkan, sehingga akan mendorong semangat
kerja (Sadri dan Lees, 2001). Dengan lingkungan kerja tersebut, kerjasama dan sharing
informasi diantara anggota organisasi dapat meningkat dan dapat pula
membuka ide-ide baru (Goffee dan Jones, 1996). Kultur organisasi positif
akan menggerakkan customer capital. Misalnya, adanya disiplin waktu
dalam hal pengiriman yang dilakukan dengan cepat akan mengakibatkan konsumen
memiliki persepsi yang baik terhadap perusahaan. Kultur organisasi positif
juga menjadi penggerak structural capital. Adanya kultur organisasi
yang positif menyebabkan antara lain birokrasi dalam perusahaan dirasakan tidak
rumit dan struktur organisasi menyebabkan anggota organisasi merasa dekat satu
dengan lainnya (Partiwi Dwi Astuti, 2011).
Lin
(2006) serta Wright et al. (2009) dalam Istanti, Sri Layla Wahyu (2009), menemukan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja. Hal ini
menunjukkan bahwa perusahaan besar lebih menjanjikan kinerja yang baik. Calisir
et al. (2010) dalam Istanti, Sri Layla Wahyu (2009), juga menemukan pengaruh
positif ukuran perusahaan terhadap kinerja perusahaan sektor teknologi
informasi dan komunikasi di Turki. Tetapi Huang (2002) dalam Pulic (1998),
menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh ukuran perusahaan terhadap kinerja
perusahaan Taiwan yang berada di China. Demikian juga Talebria et al. (2010)
dalam Istanti, Sri Layla Wahyu (2009), tidak menemukan pengaruh ukuran
perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang terdaftar di Tehran Stock
Exchange.
Semakin besar ukuran perusahaan, semakin tinggi pula tuntutan terhadap
keterbukaan informasi dibanding perusahaan yang lebih kecil. Dengan
mengungkapkan informasi yang lebih banyak, perusahaan mencoba mengisyaratkan
bahwa perusahaan telah menerapkan prinsip-prinsip manajemen perusahaan yang
baik (Good Corporate Governance). Semakin banyaknya aktifitas yang
dilakukan oleh perusahaan maka perusahaan tersebut akan memiliki banyak
kesempatan dalam melakukan pengungkapan intellectual capital untuk
kelangsungan hidup perusahaan. Perusahaan yang besar dapat dengan mudah
mengembangkan human capital yang ada dalam perusahaan tersebut, dengan cara
memberikan pelatihan-pelatihan, training atau fasilitas yang
memadai dapat mengembangkan potensi dari masing-masing individu sehingga dapat
bekerja sesuai dengan tuntutan perusahaan. Perusahan yang besar mampu mendukung
kinerja structural capital, karena dalam perusahaan besar
tentunya terdapat susunan organisasi yang mapan, terkoordinir dan juga kejelasan tugas serta tanggung jawab
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh masing-masing individu. Hubungan
dengan customer capital pun akan semakin baik karena perusahaan yang
besar akan menarik banyak perhatian dari para stakeholder. Hal ini akan
berbanding terbalik dengan perusahaan yang memiliki ukuran yang kecil karena
akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan intellectual capital (Istanti,
sri layla wahyu, 2009).
Penelitian
tentang intelektual capital terhadap business performance dengan trust,
kultur organisasi dan ukuran perusahaan sebagai variable moderating. Telah
banyak dilakukan antara lain (1) Partiwi Dwi Astuti (2011), (2) Djoko
Suhardjanto dan Mari Wardhani (2010), (3) Partiwi Dwi Astuti (2005). Review
penelitian dapat dilihat pada table 1.
Penelitian
ini merupakan replikasi dari Partiwi Dwi Astuti (2011). Perbedaannya dengan
penelitian ini adalah pada variabel dan respondennya. Pada penelitian ini
variabel moderating ditambah dengan variabel ukuran perusahaan dengan alasan (1) Ukuran perusahaan
berpengaruh terhadap pengungkapan intellectual capital, karena
perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak dan biasanya
memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan nilai jangka
panjang. (2) Perusahaan besar lebih sering diawasi oleh kelompok stakeholder
yang berkepentingan dengan bagaimana manajemen mengelola modal intelektual yang
dimiliki, seperti pekerja, pelanggan dan organisasi pekerja. Dengan adanya
pengawasan lebih dari para stakeholder ini, maka akan meningkatkan
pengukuran dari customer capital yang berorientasi pada jangka panjang.
Responden Penelitian Partiwi Dwi Astuti (2011) adalah seluruh perusahaan jasa
di Propinsi Bali, dengan sampel adalah Bank dan Lembaga Keuangan di Propinsi
Bali sedangkan penelitian ini adalah di seluruh perusahaan yang terdaftar di
Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah Propinsi Daerah (BKPMD) Tingkat I Jawa
Tengah dengan alasan (1) Karena faktor lingkungan kerja di Jawa Tengah masih dipengaruhi
oleh budaya Jawa yang terkenal ramah tamah dan masih tingginya rasa
kekeluargaan yang mempengaruhi customer capital, karena dengan adanya
pelayanan dari perusahaan yang ramah tamah maka akan memperkuat hubungan timbal
balik pelanggan kepada perusahaan dan menambah citra positif perusahaan. (2)
Karena faktor perilaku masyarakat yang masih menggunakan insting dalam
menjalankan pekerjaannya juga pengalaman yang masih relative kurang sehingga
tidak begitu mempedulikan keberadaan intellectual capital sebagai intangible
assets. Dengan hal inilah apakah nantinya trust, cultur organisasi
dan ukuran perusahaan akan memperkuat pengungkapan intellectual capital dalam menentukan kinerja perusahaan. Kondisi
ini akan sangat berbeda ketika suatu perusahaan berada pada lingkungan di
tengah masyarakat yang sudah berpengalaman dan dengan perilaku yang sudah
dipengaruhi dengan teknologi sehingga suatu perusahaan akan memaksimalkan
konsep demi memajukan kinerjanya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalah penelitian
ini sebagai berikut :
1. Apakah intellectual capital
berpengaruh positif terhadap business performance?
2. Apakah intellectual capital
berpengaruh positif terhadap bussiness performance dengan trust sebagai
variable moderating?
3. Apakah intellectual capital
berpengaruh positif terhadap bussiness performance dengan cultur
organisasi sebagai variable moderating?
4. Apakah intellectual capital
berpengaruh positif terhadap bussiness performance dengan ukuran perusahaan
sebagai variable moderating?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan
yang ingin dicapai penelitian ini adalah :
1. Untuk
membuktikan pengaruh intellectual capital terhadap business
performance.
2. Untuk membuktikan pengaruh intellectual
capital terhadap business performance dengan trust sebagai
variable moderating.
3. Untuk
membuktikan pengaruh intellectual capital terhadap business
performance dengan cultur organisasi sebagai variable moderating.
4. Untuk
membuktikan pengaruh intellectual capital terhadap business performance
dengan ukuran perusahaan sebagai variable moderating.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis bagi masyarakat mengenai pengaruh
intellectual capital terhadap business performance dengan trust,
kultur organisasi dan ukuran perusahaan sebagai variabel moderating.
Sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagi masyarakat
tentang pentingnya pengungkapan intellectual capital dan
mengaplikasikannya dalam kegiatan mereka dalam perusahaan.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Tela’ah Teori
2.1.1
Business
Performance
Kinerja
organisasi; merupakan pencapaian hasil (outcome) pada level atau unit
analisis organisasi. Kinerja pada level organisasi ini terkait dengan tujuan
organisasi, rancangan organisasi, dan manajemen organisasi (Maritza Ellanyndra
Puspitasari, 2011).
Di
dalam sistem kontrol formal ukuran kinerja meliputi ukuran financial dan
non financial (Fisher, 1998). Ukuran financial sebenarnya
menunjukkan berbagai tindakan yang terjadi di luar bidang keuangan. Peningkatan
financial return merupakan akibat dari berbagai kinerja
operasional yang diantaranya adalah meningkatnya kepercayaan konsumen
terhadap produk yang dihasilkan perusahaan, meningkatnya cost effectiveness proses
bisnis internal yang digunakan perusahaan untuk menghasilkan produk dan meningkatnya
produktivitas serta komitmen pegawai (Mulyadi & Setyawan, 2001).
Business
performance atau kinerja perusahaan dapat dilihat dari segi keuangan maupun
non keuangan. Kinerja keuangan perusahaan lebih berorientasi jangka pendek,
yaitu untuk mencari keuntungan atau profit. Ukuran dari jangka pendek adalah
sekitar satu tahun siklus hidup perusahaan. Sedangkan kinerja non keuangan
perusahaan lebih bersifat jangka panjang, misalnya untuk menciptakan value (nilai)
serta menjaga agar perusahaan tetap dapat bertahan hidup, tumbuh, dan
berkembang. Orientasi jangka panjang umumnya adalah lebih dari satu tahun
siklus hidup perusahaan (Maritza Ellanyndra Puspitasari, 2011).
Sebuah
perusahaan harus dapat me-maintaince kinerjanya agar dapat
mempertahankan keunggulan kompetitifnya dan tetap dipandang memiliki daya saing
oleh para stakeholder-nya. Mengacu pada penelitian Chen (2005), terhadap
hubungan positif antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa jika pegelolaan intellectual capital semakin
baik maka kinerja perusahaan akan semakin baik pula. Contohnya adalah dengan
pengelolaan sumber daya manusia yang baik dalam perusahaan, produktivitas
karyawan akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya produktivitas karyawan,
maka diharapkan akan meningkatkan profit perusahaan, yang kemudian nilai pasar
saham perusahaan akan meningkat pula (Maritza Ellanyndra Puspitasari, 2011).
2.1.2
Intellectual
Capital
Intellectual
capital (IC) secara sederhana dapat diartikan sebagai modal yang berbasis
pengetahuan yang dimiliki perusahaan, yang mana IC meliputi intangible
assets tidak hanya yang bersifat tradisional saja (seperti brand names, dan
trademark), tetapi juga bentuk intangible yang baru (seperti knowledge,
technology value, dan good customer relationship).
IC
yang merupakan intangible assets adalah sesuatu yang tidak mudah untuk
diukur, karena itulah kemudian muncul konsep value added intellectual coefficient
(VAIC™) yang menjadi solusi untuk mengukur dan melaporkan IC dengan mengacu
pada informasi keuangan perusahaan (Pulic, 1998; 2000).
Beberapa
definisi intellectual capital adalah sebagai berikut :
a.
Intellectual capital bersifat elusive, tetapi sekali ditemukan
dan dieksploitasi akan memberikan organisasi basis sumber baru untuk
berkompetisi dan menang (Bontis, 1996).
b.
Intellectual capital adalah istilah yang diberikan untuk
mengkombinasikan intangible asset dari pasar, property intelektual,
infrastruktur dan pusat manusia yang menjadikan suatu perusahaan dapat
berfungsi (Brooking, 1996).
c.
Intellectual capital adalah materi intelektual (pengetahuan, informasi,
property intelektual, pengalaman) yang dapat digunakan untuk menciptakan
kekayaan. Ini adalah suatu kekuatan akal kolektif atau seperangkat pengetahuan
yang berdaya guna (Stewart, 1997).
d.
Intellectual capital adalah pengejaran penggunaan efektif dari
pengetahuan (produk jadi) sebagaimana beroposisi terhadap informasi (bahan
mentah) (Bontis, 1998).
e.
Intellectual capital dianggap sebagai suatu elemen nilai pasar
perusahaan dan juga market premium (Olve, Roy & Wenter, 1999).
Stewart
(1997) mendefinisikan modal intelektual sebagai materi intelektual yaitu
pengetahuan, informasi, kekayaan intelektual, pengalaman yang digunakan untuk
menciptakan kesejahteraan. Banyak para praktisi yang menyatakan bahwa intellectual
capital terdiri dari tiga elemen utama (Stewart 1998, Sveiby 1997,
Saint-Onge 1996, Bontis 2000) yaitu:
1.
Human
Capital (modal manusia)
Human
capital merupakan lifeblood dalam modal
intelektual. Disinilah sumber innovation dan improvement, tetapi
merupakan komponen yang sulit untuk diukur. Human capital juga merupakan
tempat bersumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan
kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan
kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan
pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaan tersebut. Human
capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang
dimiliki oleh karyawannya. (Brinker 2000) memberikan beberapa karakteristik
dasar yang dapat diukur dari modal ini, yaitu training programs, credential,
experience, competence, recruitment, mentoring, learning programs,
individual potential and personality.
2.
Structural
Capital atau Organizational
Capital (modal organisasi)
Structural
capital merupakan kemampuan organisasi atau
perusahaan dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang
mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal
serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya: sistem operasional
perusahaan, proses manufakturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan
semua bentuk intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang
individu dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika
organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka intellectual capital
tidak dapat mencapai kinerja secara optimal dan potensi yang ada tidak
dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Modal struktural terdiri atas modal-modal inovasi yaitu kapabilitas organisasional suatu perusahaan untuk memenuhi permintaan pasar. Modal struktural
mencakup rutinitas dan struktur organisasi yang mendukung pekerja dan untuk 5
keseluruhan kinerja bisnis. Individu/karyawan dapat memiliki tingkat
intelektual yang tinggi, tapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang
jelek maka akan mengakibatkan keseluruhan modal intelektual tidak akan mencapai
potensial yang penuh ( Lina Anatan, 2000).
3.
Relational
Capital atau Costumer Capital (modal
pelanggan)
Elemen
ini merupakan komponen modal intelektual yang memberikan nilai secara
nyata. Relational capital merupakan hubungan yang harmonis/association
network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para mitranya, baik yang
berasal dari para pemasok yang andal dan berkualitas, berasal dari pelanggan
yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, berasal
dari hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar. Relational
capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan
yang dapat menambah nilai bagi perusahaan tersebut (Tjiptohadi Sawarjuwono Dan
Agustine Prihatin Kadir, 2000).
Menurut
Hidayat (2000) modal intelektual telah menyebabkan pergeseran dalam
paradigma melakukan bisnis, sumber kekuatan akan bergeser dari modal fisik
menjadi sumber daya manusia, dari sumber daya alam menuju sumber daya
pengetahuan, dari posisi sosial seseorang menjadi proses hubungan, dan dari
kekuatan pemegang saham menjadi kekuatan pelanggan. Kini perusahaan mengakui
pentingnya modal intelektual yang bersifat abstrak dan tidak nyata untuk
dijadikan penggerak utama dalam pengembangan bisnis. Oleh karena itu modal
intelektual telah menjadi aset yang sangat bernilai dalam dunia bisnis modern
(Maritza Ellanyndra Puspitasari, 2011).
Pergeseran paradigma yang muncul dalam teori pemasaran seperti fokus
pada hubungan jangka panjang daripada transaksi pertukaran jangka pendek,
membawa perbaikan yang signifikan bagi perusahaan. Melalui interaksi jangka panjang
dengan konsumen perusahaan dapat memperoleh akses secara detail dan pengetahuan
yang berguna tentang konsumen. Oleh karena itu konsumen yang loyal merupakan
salah satu modal hubungan yang paling penting sehingga perusahaan harus menaruh
perhatian lebih dalam masalah tersebut. Perusahaan membangun hubungan dan
aliansi strategi yang berbeda-beda diantara patner-patner nya seperti
jaringan kerja, cross boundary teams, supply chain patnering dan aliansi
strategis untuk menyebarkan pengetahuan dan inovasi. Modal konsumen mewakili
hubungan kerjasama dan strategic change patners (Roos dan Roos, 1997).
2.1.3
Trust
Trust
atau kepercayaan yaitu suatu kepercayaan dari atasan untuk bawahan atau
sebaliknya. Hubungan tersebut merupakan hal yang sangat penting agar kerjasama
dapat tercipta dengan efektif. Bentuk trust yang muncul sangat jelas terjadi
ketika atasan dan bawahan saling mengenal Knowledge Based Trust atau pengetahuan
berdasarkan kepercayaan, namun baik diawal hubungan mereka ketika mereka masih
menjadi stranger atau orang asing (Patria Rizko, 2010).
M
Rahmadani (2010), Trust merupakan suatu hal yang penting bagi sebuah
hubungan karena di dalamnya terdapat kesempatan untuk melakukan aktifitas yang
kooperatif . Hal itu sejalan dengan pendapat (Johnson dan Johnson, 1997) yang
menyatakan bahwa trust memiliki lima aspek penting di dalamnya, yang
mendasari suatu hubungan intra personal yaitu openness (keterbukaan)
yaitu ketika pasangan dapat saling membagi informasi, ide-ide, pemikiran,
perasaan, dan reaksi isu-isu yang terjadi, sharing (berbagi) dimana
pasangan menawarkan bantuan emosional dan material serta sumber daya kepada
pasangannya dengan tujuan untuk membantu mereka menuju penyelesaian tugas, acceptance
(penerimaan) yaitu ketika adanya komunikasi penuh penghargaan terhadap
pasangan support (dukungan) yaitu komunikasi dengan orang lain yang
diketahui kemampuannya dan percaya bahwa dia mempunyai capabilitas yang
dibutuhkan, dalam hal ini seseorang percaya bahwa pasangannya memiliki
capabilitas dan kemampuan yang dibutuhkan dalam menjalankan hubungan
intrapersonal, dan yang terakhir adalah cooperative intention yaitu
adanya pengharapan bahwa seseorang dapat bekerjasama untuk mencapai pemenuhan
tujuan dan dalam hal ini pasangan percaya bahwa pasangannya dapat bekerja sama
dalam mencapai pemenuhan tujuannya. Jadi ketika kita dan pasangan sudah
memenuhi kelima aspek tersebut, maka kita dan pasangan telah memiliki mutual
trust satu dengan lainnya.
Henslin
(dalam King, 2002) memandang trust sebagai harapan dan kepercayaan
individu terhadap reliabilitas orang lain. Pondasi trust meliputi saling
menghargai satu dengan yang lainnya dan menerima adanya perbedaan (Carter, 2001).
Individu yang memiliki trust tinggi cenderung lebih disukai, lebih bahagia,
dianggap sebagai orang yang paling dekat dibandingkan dengan individu yang
memiliki trust rendah (Marriages, 2001). Hanks (2002) menyatakan bahwa trust
merupakan element dasar bagi terciptanya suatu hubungan baik. Jadi dapat
disimpulkan bahwa trust adalah suatu elemen dasar bagi terciptanya suatu
hubungan baik antara kedua belah pihak yang berisi tentang harapan dan
kepercayaan individu terhadap reliabilitas seseorang (M Rahmadani, 2010).
Mayer et al. (1995) setelah
melakukan Review literatur dan pengembangan teori secara komprehensif menemukan
suatu rumusan bahwa kepercayaan (trust) dibangun atas tiga dimensi, yaitu kemampuan (ability),
kebaikan hati (benevolence),dan integritas (integrity). Tiga
dimensi ini menjadi dasar penting untuk membangun kepercayaan seseorang agar
dapat mempercayai suatu media, transaksi, atau komitmen tertentu (Ainur Rofiq,
2007).
2.1.4
Kultur Organisasi
Budaya
organisasi adalah satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implicit
oleh kelompok dan menentukan bagaimana kelompok tersebut rasakan, pikirkan dan
bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka ragam. Ataupun biasa
diartikan budaya organisasi adalah sebuah sistem makna
bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dari
organisasi-organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini adalah sekumpulan karakteristik kunci
yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Budaya merefleksikan nilai-nilai
dan keyakinan yang dimiliki oleh anggota organisasi. Nilai-nilai tersebut
cenderung berlangsung dalam waktu lama dan lebih tahan terhadap perubahan.
Tujuan penerapan budaya organisasi adalah agar seluruh individu dalam
perusahaan atau organisasi mematuhi dan berpedoman pada system nilai keyakinan
dan norma-norma yang berlaku dalam perusahaan atau organisasi tersebut (Dicky
Syuhada, 2011).
Menurut
Taliziduhu Ndraha (1997) dalam Sawarjuwono (2003), mengemukakan bahwa: “Budaya organisasi
sebagai input terdiri dari pendiri organisasi, pemilik organisasi, sumber daya
manusia, pihak yang berkepentingan, dan masyarakat. Berikut ini dikemukakan
beberapa pengertian budaya organisasi menurut beberapa ahli :
a.
Menurut
Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001), budaya organisasi
adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi
dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri.
b.
Menurut
Tosi, Rizzo, Carroll seperti yang dikutip oleh Munandar (2001), budaya
organisasi adalah cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan
pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian
organisasi.
c.
Menurut
Robbins (1996), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut
oleh anggota-anggota organisasi itu.
d.
Menurut
Schein (1992), seperti yang dikutip oleh Dicky Syuhada (2011) budaya organisasi
adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan
masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan
mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada
anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam
mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi ( Wood, Wallace,
Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001).
Menurut Cushway dan Lodge (2000), budaya
organisasi merupakan sistem nilai organisasi dan akan mempengaruhi cara
pekerjaan dilakukan dan cara para karyawan berperilaku. Dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan budaya organisasi dalam
penelitian ini adalah sistem nilai organisasi yang dianut
oleh anggota organisasi, yang kemudian mempengaruhi cara bekerja dan berperilaku
dari para anggota organisasi (Dicky Syuhada, 2011).
Cultur organisasi yang
baik diharapkan dapat mengubah seluruh
konsep manusia organisasi dan menggantinya dengan paradigma baru yang menekankan potensi manusia, menekankan pertumbuhan manusia, dan
diangkat peran manusia dalam masyarakat industry
(Kolb et al (1999).
Menurut Robbins (1996), fungsi budaya organisasi sebagai
berikut:
a. Budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya
mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada
kepentingan diri individual seseorang.
d. Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
2.1.5
Ukuran Perusahaan
Ukuran
perusahaan merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai
total asset perusahaan yang terdapat pada neraca akhir tahun (Sujoko dan
Soebiantoro, 2007) dalam Maritza Ellanyndra Puspitasari (2011), Semakin besar
total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Dalam penelitian
ini, ukuran perusahaan dihitung berdasarkan nilai natural log (ln) dari
total asset perusahaan pada akhir tahun (Maritza Ellanyndra Puspitasari,
2011).
Ukuran
perusahaan merupakan nilai yang menunjukkan besar kecilnya perusahaan. Terdapat
berbagai proksi yang biasanya digunakan untuk mewakili ukuran perusahaan, yaitu
jumlah karyawan, total aset, jumlah penjualan, dan kapitalisasi pasar. Semakin
besar aset maka semakin banyak modal yang ditanam, semakin banyak penjualan
maka semakin banyak perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar maka
semakin besar pula ia dikenal dalam masyarakat (Sudarmadji dan Sularto, 2007)
dalam (Restie Ningsaptiti,2010).
Perusahaan
yang berukuran besar biasanya memiliki peran sebagai pemegang kepentingan yang
lebih luas. Hal ini membuat berbagai kebijakan perusahaan besar akan memberikan
dampak yang besar terhadap kepentingan publik dibandingkan perusahaan kecil.
Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka lebih
berhati-hati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan
tersebut harus melaporkan kondisinya lebih akurat (Restie Ningsaptiti,2010).
Purnomosidhi
(2006) menyatakan ukuran perusahaan digunakan sebagai variabel independen
dengan asumsi bahwa perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih
banyak dan biasanya memiliki banyak unit usaha dan memiliki potensi penciptaan
nilai jangka panjang. Perusahaan besar lebih sering diawasi oleh kelompok
stakeholder yang berkepentingan dengan bagaimana manajemen mengelola modal
intelektual yang dimiliki, seperti pekerja, pelanggan dan organisasi pekerja.
Marwata
(2001) menyatakan bahwa perusahaan dengan sumber daya yang relatif kecil
mungkin tidak memiliki informasi siap saji sebagaimana perusahaan besar,
sehingga perlu ada tambahan biaya yang relatif besar untuk dapat melakukan
pengungkapan selengkap yang dilakukan perusahaan besar. Perusahaan kecil
umumnya berada pada situasi persaingan yang ketat dengan perusahaan yang lain.
Mengungkapkan terlalu banyak tentang jati dirinya kepada pihak eksternal dapat
membahayakan posisinya dalam persaingan sehingga perusahaan kecil cenderung
tidak melakukan pengungkapan selengkap perusahaan besar (Maritza Ellanyndra
Puspitasari, 2011).
2.2 Review Penelitian Sebelumnya
Tabel 1
Review penelitian sebelumnya
No
|
Nama
peneliti
|
Judul
penelitian
|
Sample
penelitian
|
Alat
analisis
|
Hasil
penelitian
|
1
|
Partiwi
Dwi Astuti (2011)
|
Trust
dan cultur organisasi sebagai
penggerak intellectual capital terhadap kinerja organisasi
|
seluruh
perusahaan jasa di Propinsi Bali dengan sampel adalah Bank dan Lembaga
Keuangan di Propinsi Bali sebanyak 200
|
AMOS
7,0
|
_Trust berpengaruh positif signifikan
terhadap human capital.
_Human capital ditemukan berpengaruh
positif dan signifikan dengan structural capital.
_customer capital berpengaruh positif
signifikan terhadap structural capital.
|
2
|
Djoko
Suhardjanto dan Mari Wardhani (2010)
|
Praktik
Intellectual Capital Disclosure Perusahaan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
|
seluruh
perusahaan yang
terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia (BEI).
Data
berasal dari Indonesian Capital Market
Directory
(ICMD) 2008, situs milik Indonesian
Stock
Exchange (IDX), dan beberapa
situs
resmi perusahaan.
|
SPSS
release 16
|
ukuran
perusahaan
berpengaruh positif signifikan
terhadap
keluasan pengungkapan informasi
intellectual
capital.
Profitabilitas
berpengaruh positif signifikan terhadap intellectual capital disclosure.
|
3
|
Partiwi
Dwi Astuti (2005)
|
Pengaruh
intellectual capital terhadap business performance
|
Seluruh
perusahaan di Jawa Tengah dengan
Perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah
Propinsi
Daerah (BKPMD) Tingkat I Jawa Tengah
|
AMOS
4,01
|
Human
capital berhubungan positif dan
Signifikan
dengan customer capital. Human capital berhubungan positif dan signifikan
dengan structural capital.
Customer
capital berhubungan positif dan tidak signifikan dengan business
Performance.
Structural
capital berhubungan positif dan signifikan
Dengan
business performance.
|
Sumber
: data primer diolah, 2012
2.3 Kerangka Pemikiran Teoritis
Penelitian ini terdiri dari tiga
variable, yaitu : variable independen yang meliputi intellectual capital,
variable dependen meliputi business performance dan variable moderating
meliputi trust, cultur organisasi dan ukuran perusahaan.
Business
performance yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi kinerja bisnis yang
bersifat financial ataupun non financial. Kinerja bisnis yang
bersifat financial didasarkan pada laba, pertumbuhan penjualan, return
on assets setelah pajak, sedangkan kinerja bisnis yang bersifat non
finansial didasarkan sejauhmana kepemimpinan perusahaan dalam industry,
pandangan masa depan, respon keseluruhan terhadap persaingan, tingkat
keberhasilan di dalam peluncuran produk baru dan bussiness performance
secara keseluruhan (Partiwi Dwi Astuti, 2005).
Menurut Partiwi Dwi Astuti (2011),
Bontis (1998), menyatakan bahwa Intellectual capital dapat berpengaruh
terhadap business performance. Intellectual capital sebagai assets
tidak berwujud memiliki peran yang sangat penting sekali terhadap kelangsungan
hidup suatu perusahaan. Dengan tiga elemen pokoknya yaitu human capital, structural
capital dan customer capital. Human capital atau modal
manusia merupakan assets perusahaan yang tidak berwujud berupa sumber
daya manusia, kemampuan para karyawan dalam perusahaan yang nantinya akan menentukan kualitas kinerja perusahaan
tersebut. Structural capital atau modal organisasi berupa kemampuan
dalam mengatur organisasi secara baik dimana semua anggota organisasi dapat
digerakkan sesuai dengan tugas masing-masing sehingga aktivitas perusahaan dapat
berjalan dengan lancar sesuai dengan visi
misinya dan kinerja perusahaan akan berhasil dengan baik. Customer capital atau
modal pelanggan yaitu hubungan antara perusahaan dengan pelanggan yang terjalin
dengan baik, dimana pihak perusahaan dapat mempertahankan pelanggannya dalam
jangka waktu yang panjang dan pelanggan dapat menunjukkan timbal balik berupa
loyalitas pada perusahaan.
Menurut Partiwi Dwi Astuti (2011) Intellectual
capital dapat berpengaruh terhadap business performance dengan trust
sebagai variabel moderating. Trust merupakan
suatu kepercayaan yang di berikan oleh suatu
perusahaan kepada individu, bahwa
seorang individu pada dasarnya memiliki kompetensi dan mampu melakukan tindakan
yang fair dan etis. Trust akan mempengaruhi seluruh hubungan antara individu
tersebut dengan kelompok individu yang lain dan juga dapat menciptakan kerjasama yang bersifat sukarela.
Untuk memperoleh keunggulan kompetitif, hubungan dengan pihak luar juga harus
dilakukan berlandaskan trust, saling menghormati, dan dilakukan dengan
cara-cara yang sesuai (Bontis, 2001).
Adanya saling kepercayaan dalam hubungan
dengan pihak luar organisasi antara lain akan menimbulkan kesediaan konsumen
memberikan umpan balik bagi organisasi dan terciptanya loyalitas konsumen.
Organisasi juga akan memberikan yang terbaik bagi konsumennya dengan selalu
mewujudkan keinginan dan kebutuhan konsumen dengan terus menerus berusaha
membuat konsumen puas. Sehingga dapat sesuai dengan yang dinyatakan oleh
Partiwi Dwi Astuti (2011) dalam penelitiannya yaitu semakin besar trust
yang ada dalam suatu perusahaan maka akan semakin memperkuat pengungkapan intellectual
capital terhadap suatu kinerja perusahaan (business performance).
Menurut Partiwi Dwi Astuti (2011), Intellectual
capital dapat berpengaruh terhadap business performance dengan cultur
organisasi sebagai variabel moderating. Cultur merupakan kumpulan
pemikiran, kebiasaan, sikap, perasaan, dan pola perilaku (Clemente dan
Greenspan, 1999). Kultur organisasi meliputi asumsi-asumsi, keyakinan,
dan nilai-nilai, baik yang dinyatakan maupun yang tidak dinyatakan, yang
menggerakkan seluruh aspek kehidupan organisasi. Dengan adanya kultur
organisasi positif, maka lingkungan kerja cenderung menjadi lebih menyenangkan,
sehingga akan mendorong semangat kerja (Sadri dan Lees, 2001). Dengan lingkungan
kerja tersebut, kerjasama dan sharing informasi diantara anggota
organisasi dapat meningkat dan dapat pula membuka ide-ide baru (Goffe dan
Jones, 1996). Dan sesuai dengan Penelitian Partiwi Dwi Astuti (2011), bahwa
semakin baik kultur organisasi dalam suatu perusahaan akan memperkuat
pengungkapan intellectual capital terhadap business performance.
Menurut Penelitian Partiwi Dwi Astuti
(2011), Partiwi Dwi Astuti
dan Sabeni (2005) yang menyatakan bahwa intellectual capital berpengaruh
positif terhadap business performance dan juga penelitian White, et
al. (2007), Djoko Suhardjanto dan Mari Wardhani (2010) yang menyatakan
ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan intellectual capital, sehingga dari kedua
statement tersebut dapat dibuat suatu model penelitian baru yaitu : Intellectual
capital dapat berpengaruh terhadap business performance dengan ukuran
perusahaan sebagai variabel moderating. Ukuran perusahaan mencerminan besar
kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca
akhir tahun (Sujoko dan Soebiantoro, 2007) dalam (Maritza Ellanyndra
Puspitasari, 2011. Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu
perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih
banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan
dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan intellectual
capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja intellectual
capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk
aktivitas operasional perusahaan. Dari keterangan yang telah dipaparkan dapat
diambil kesimpulan bahwa semakin besar ukuran suatu perusahaan maka akan
semakin memperluas pengungkapan intellectual capital yang nantinya akan
berdampak terhadap business performance.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis
mengajukan model penelitian sebagai berikut :
Gambar 1
Model Penelitian
Intellectual
Capital
(X)
|
Business
performance
(Y)
|
Trust
(M1)
Cultur
organisasi (M2)
Ukuran
perusahaan (M3)
|
Sumber : Data primer diolah, 2012
2.4
Hipotesis Penelitian
Setelah mengadakan penelaahan yang
mendalam terhadap berbagai sumber untuk menentukan anggapan dasar, maka langkah
berikutnya adalah merumuskan hipotesis.
Pengembangan Hipotesis akan
dijabarkan dalam beberapa bagian di bawah ini :
2.4.1 Pengaruh intellectual capital
terhadap business performance
Perusahaan
yang senantiasa meningkatkan modal intellektualnya yaitu berinvestasi besar
untuk menjadi fokus pada konsumen, sumber daya manusia dan structural menjadi
penentu pasar secara mutlak maka akan dapat meningkatkan atau memperbaiki business
performancenya. Konsumen merupakan kunci survive tidaknya suatu perusahaan. Jika konsumen loyal terhadap
perusahaan, maka business performance akan dapat terjaga. Hal tersebut
sesuai dengan Bontis (1998).
Perusahaan
yang mempunyai kinerja intellectual capital yang baik cenderung akan
mengungkapkan intellectual capital yang dimiliki oleh perusahaan dengan
lebih baik. Semakin tinggi kinerja intellectual capital perusahaan, maka
semakin baik tingkat pengungkapannya, karena pengungkapan mengenai intellectual
capital dapat meningkatkan kepercayaan para stakeholder terhadap
perusahaan. Dengan pemanfaatan dan pengelolaan intellectual capital yang
baik, maka business performance juga semakin meningkat. Di samping itu,
hasil penelitian yang lain menunjukkan bahwa terhadap hubungan yang positif
antara intellectual capital dengan kinerja perusahaan (Pulik,
1998). Senada dengan penelitian pulic (1998), Bontis (1998),menemukan bahwa
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara structural capital
dengan kinerja perusahaaan. Kesimpulan yang sama juga diperoleh dari penelitian
Bontis et al, (2000). Koefision beta untuk hubungan tersebut menunjukkan
path yang positif dan signifikan untuk industry jasa maupun non jasa
(Patiwi Dwi Astuti, 2005). Berdasarkan
uraian di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut :
H1 : Intellektual Capital berpengaruh
positif terhadap business performance.
2.4.2 Pengaruh intellectual
capital terhadap business performance dengan trust sebagai
variabel moderating
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Partiwi Dwi Astuti (2011) menyatakan bahwa Trust
berpengaruh positif signifikan terhadap customer capital. Dengan demikian,
maka eksistensi trust mampu menjadi penggerak intellectual capital,
khususnya bagi customer capital. Henslin (dalam king, 2002) memandang
trust sebagai harapan dan kepercayaan individu terhadap reliabilitas orang
lain. Pondasi trust meliputi saling menghargai satu dengan yang lainnya
dan menerima adanya perbedaan (carter, 2001). Individu yang memiliki trust
tinggi cenderung lebih disukai, lebih bahagia, dianggap sebagai orang yang
paling dekat dibandingkan dengan individu yang memiliki trust rendah (marriages,
2001). Hanks (2002) menyatakan bahwa trust merupakan element dasar bagi
terciptanya suatu hubungan baik. Trust mampu mempengaruhi perusahaan
baik internal maupun eksternal. Trust dari segi pengaruh internal
perusahaan dapat dilihat dari kepercayaan yang diberikan oleh atasan kepada
bawahan ataupun sebaliknya. Dengan adanya rasa kepercayaan ini kepada pihak
individu maka ia akan semakin bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya
karena ia merasa telah dipercaya mampu untuk melakukan tugas tersebut. Trust
dari segi pengaruh eksternal yaitu kepercayaan yang diberikan oleh
perusahaan kepada relasinya atau sebaliknya. Suatu kerjasama akan berhasil dan
solid ketika personil yang bekerjasama saling percaya satu sama lain. Dan
hubungan antara perusahaan dan relasinya akan bertahan dalam jangka waktu yang
panjang. Berdasarkan uraian di atas, maka disusun hipotesis sebagai berikut :
H2 : Intellectual capital
berpengaruh positif terhadap business performance dengan trust sebagai
variabel moderating.
2.4.3 Pengaruh intellectual
capital terhadap business performance dengan kultur organisasi
sebagai variabel moderating
Dalam
Penelitian Bontis (2001) menyatakan bahwa cultur organisasi adalah
sebagai driver intellectual capital. Hal ini dapat dilihat dari sisi human
capital, ketika anggota organisasi mengenal kultur organisasi positif, maka
lingkungan kerja cenderung menjadi lebih menyenangkan, sehingga akan mendorong
semangat kerja. Dengan lingkungan kerja tersebut, kerjasama dan sharing informasi diantara anggota
organisasi dapat meningkat dan dapat pula membuka ide-ide baru (Goffee dan
Jones, 1996). Kultur organisasi positif akan menggerakkan customer capital. Misalnya,
adanya disiplin waktu dalam hal pengiriman yang dilakukan dengan cepat akan
mengakibatkan konsumen memiliki persepsi yang baik terhadap perusahaan. Kultur
organisasi positif juga menjadi penggerak structural capital. Adanya
kultur organisasi yang positif menyebabkan antara lain birokrasi dalam
perusahaan dirasakan tidak rumit dan struktur organisasi menyebabkan anggota
organisasi merasa dekat satu dengan lainnya.
Penelitian
Partiwi Dwi Astuti (2011) menyatakan bahwa Kultur organisasi ditemukan
berpengaruh positif tidak signifikan terhadap human capital, kultur
organisasi ditemukan berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap customer
capital dan structural capital. Sehingga berdasarkan hal
tersebut maka kultur organisasi perusahaan-perusahaan bank dan lembaga
keuangan di Bali belum mampu meningkatkan atau memperbaiki human capital,
customer capital, dan structural capital. Hasil penelitian Partiwi
Dwi Astuti ini tidak konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Bontis
(2001). Penelitian Partiwi Dwi Astuti (2011) menyebutkan Kultur
organisasi positif pada perusahaan-perusahaan bank dan lembaga keuangan di
Bali belum mampu menggerakan intellectual capital (human capital, customer
capital, structural capital) dan menyarankan untuk penelitian kultur
organisasi selanjutnya pada obyek yang lebih luas.
Menurut Robbins (1996), fungsi budaya organisasi
sebagai berikut:
a. Budaya
menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
b. Budaya
membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
c. Budaya
mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan
diri individual seseorang.
d. Budaya
merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan
memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan.
e.
Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan
kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Kultur
organisasi merupakan sebuah budaya/kebiasaan yang
ada dalam suatu perusahaan. Budaya / kebiasaan perusahaan akan membentuk sikap
atupun karakter dari perusahaan itu sendiri yang akan selalu diamati oleh para stakeholder.
Jika karakter perusahaan baik, citra perusahaan juga akan menjadi baik, dan
akan berpengaruh terhadap customer capital. Ketika karakter dan citra
perusahaan terlihat baik dimata pelanggan, maka secara otomatis pelanggan akan
kembali berlangganan dengan perusahaan tersebut dibanding berpindah pada
perusahaan yang belum dikenalnya. Budaya organisasi di dalam suatu perusahaan
juga mempengaruhi structural capital, karena dengan kebiasaan organisasi
yang positif seperti disiplin, tepat waktu dan mengutamakan kepentingan
perusahaan misalnya, hal tersebut akan mengoptimalkan kinerja masing-masing
individu dalam organisasi perusahaan. Dengan adanya kultur organisasi yang
positif ini, waktu yang digunakan untuk bekerja dalam perusahaan benar-benar
dimanfaatkan dengan baik, sehingga kinerja perusahaan pun akan maksimal. Berdasarkan
uraian diatas, maka disusun hipotesis sebagai berikut :
H3 : Intellektual capital
berpengaruh positif terhadap business performance dengan kultur
organisasi sebagai variable moderating.
2.4.4 Pengaruh intellectual
capital terhadap business performance dengan ukuran perusahaan
sebagai variabel moderating
Djoko
Suhardjanto dan Mari Wardhani (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ukuran
perusahaan berpengaruh signifikan terhadap
keluasan intellectual capital disclosure. Koefisien ukuran perusahaan
ini juga bernilai positif, yang berarti semakin besar ukuran (size)
perusahaan (TA) semakin tinggi pula level pengungkapan intellectual capital.
Hal ini Konsisten dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Bozzolan dkk.
(2003), Garcia-Meca dkk. (2005), dan Oliveira dkk. (2008) yang menunjukkan
bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap keluasan
pengungkapan informasi intellectual capital. Semakin besar ukuran perusahaan,
maka akan semakin tinggi tingkat pengungkapan informasi intellectual capital
dalam annual report. Hal ini disebabkan karena semakin besar
perusahaan semakin besar pula perhatian atau sorotan stakeholder. Perhatian
para pemangku kepentingan tersebut akan semakin tinggi dengan semakin besarnya
perusahaan karena dampak maupun pengaruh ekonomis, sosial maupun aspek lainnya
terhadap lingkungannya. Oleh karena itu perusahaan dituntut untuk semakin
banyak melaporkan informasi termasuk intellectual capital disclosure
(Akin Septiawan Permono, 2011)
Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Sri Layla Wahyu Istanti (2009) menyatakan bahwa
adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara ukuran perusahaan terhadap
pengungkapan sukarela modal intelektual, yang berarti bahwa semakin besar
ukuran perusahaan, maka pengungkapan modal intelektual yang dilakukan oleh
perusahaan akan semakin luas. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan yang
mempunyai ukuran perusahaan yang besar memiliki kesadaran yang lebih tinggi terhadap
praktek pengungkapan modal intelektual.
Banyak peneliti yang menemukan pengaruh
firm’s size terhadap tingkat disclosure (Singhvi dan
Desai, 1971; Cooke, 1992; Craig dan Diga, 1998). Di dalam penelitian
tersebut, pengaruh positif ditemukan antara ukuran perusahaan dan keluasan
pengungkapan. Perusahaan yang terus membesarkan perusahaannya akan memiliki
ruang gerak yang luas dalam mengungkapkan intellectual capital. Ia dapat
memperluas jaringan relasinya dan juga menarik banyak stakeholder dengan
nama perusahaan yang telah didapatkannya. Dengan ukuran perusahaan yang besar
akan terjamin fasilitas penunjang yang akan membantu pekerjaan masing-masing individu
dalam melaksanakan tugasnya. Sumber daya manusianya pun akan senantiasa
berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi, sehingga mereka akan up
date terhadap informasi terbaru mengenai perusahaan yang dapat mendukung
kinerja perusahaan untuk selalu berkembang.
Berdasarkan uraian diatas, maka disusun hipotesis sebagai berikut :
H4: Intellectual Capital
berpengaruh positif terhadap business performance dengan ukuran perusahaan
sebagai variabel moderating.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran
Variable
3.1.1 Business performance
Business
performance yang dimaksud dalam penelitian ini
meliputi kinerja bisnis yang bersifat financial ataupun non financial.
Kinerja bisnis yang bersifat financial didasarkan pada laba, pertumbuhan
penjualan, return on assets setelah pajak, sedangkan kinerja bisnis yang
bersifat non finansial didasarkan sejauhmana kepemimpinan perusahaan
dalam industry, pandangan masa depan, respon keseluruhan terhadap persaingan,
tingkat keberhasilan di dalam peluncuran produk baru dan bussiness
performance secara keseluruhan (Partiwi Dwi Astuti, 2005). Variabel business
performance diukur dengan menggunakan instrument yang dikembangkan oleh
Bontis (1997) dan juga dipakai oleh Partiwi Dwi Astuti (2011). Kuesioner
terdiri dari sepuluh pertanyaan yang menggunakan lima skala rating (1 = paling
rendah sampai 5 = paling tinggi). Penggunaan 5 skala rating merupakan reduksi
yang digunakan bontis (1997) dengan tujuan untuk mempermudah responden dalam
menjawab pertanyaan.
3.1.2 Intellectual
Capital
Intellectual
Capital yang dimaksud dalam penelitian ini
diartikan sebagai interaksi dari human capital, customer capital dan structural
capital (Bontis, 1998). Variabel human capital, customer capital,
dan structural capital diukur dengan menggunakan instrumen yang
dikembangkan Bontis (1997), diisi sampai sejauh mana responden setuju dengan
lima skala Likert (1 = sangat tidak setuju sampai dengan 5 = sangat setuju).
3.1.3 Trust
Trust yang
dimaksud dalam penelitian ini diartikan sebagai pendorong upaya bersama untuk lebih tinggi meningkatkan kerja sama, dan sikap yang
lebih positif
(Rich, Gregory A, 1997). Variabel trust diukur
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Rich (1997) yang telah dimodifikasi,
terdiri dari 5 item pertanyaan dengan lima skala Likert (1 = sangat tidak
setuju sampai dengan 5 = sangat setuju).
3.1.4 Kultur Organisasi
Kultur
organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah mengubah seluruh konsep manusia organisasi dan
menggantinya dengan paradigma baru yang menekankan potensi manusia, menekankan
pertumbuhan manusia, dan diangkat peran manusia dalam masyarakat industry
(Kolb et al (1999). Variabel kultur organisasi diukur
menggunakan instrumen yang dikembangkan oleh Kolb et al (1999), terdiri dari 7
item pernyataan dengan lima skala Likert (1 = sangat tidak setuju sampai dengan
5 = sangat setuju).
3.1.5 Ukuran Perusahaan
Ukuran
perusahaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan sebagai instrument
corporate governance sebagai bukti tata kelola yang baik dalam keberhasilan
usaha (Sugiono, 2007). Variabel ukuran perusahaan diukur menggunakan instrument
yang dikembangkan oleh Sugiyono (2007). Terdiri dari 5 pertanyaan dengan lima
skala Likert (1 = sangat tidak setuju sampai dengan 5 = sangat setuju).
3.2 Populasi Dan Sample Penelitian
Populasi
penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Badan Koordinasi
Penanaman Modal Daerah di Propinsi Jawa Tengah (BKPMD) Tingkat 1 Jawa Tengah, dengan
sampel Staff Biasa sampai Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan yang
bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut. Pola pengambilan sampel secara sample
random sampling.
3.3 Metode
Pengumpulan Data
Metode
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan angket (kuesioner). Kuesioner
adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari
responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui
(Arikunto, 2002). Pada penelitian ini teknik pengumpulan data menggunakan
kuesioner. Kuesioner disebarkan dengan cara melalui jasa pos, mail survey, dan
mengantar langsung kepada responden.
3.4 Tekhnik Analisis Data
3.1.1
Uji Kualitas Data
a.
Uji
Validitas
Uji
validitas digunakan untuk mengukur sah atau tidaknya suatu kuesioner. Suatu
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut. Uji validitas
yang digunakan adalah dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing
butir pertanyaan dengan total skor setiap konstruknya (Ghozali, 2006).
Pengujian ini menggunakan Pearson
Correlation.
b.
Uji
Reliabilitas
Uji
reliabilitas dikatakan reliabel atau handal, jika jawaban seseorang adalah
konsisten atau stabil dari waktu ke waktu. Uji reliabilitas ini menggunakan
reliabilitas konsistensi internal yaitu Cronbach’s
Alpha (α). Menurut Nunnally (1967) dalam Ghozali (2006) apabila Cronbach’s Alpha dari hasil pengujian
> 0,6 maka dapat dikatakan bahwa variabel ini adalah reliabel.
c.
Uji
Non Response Bias (T-Test)
Uji
non response bias dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan
jawaban kuesioner atau tidak antara kuesioner yang dikembalikan oleh responden
sebelum tanggal cut off sebagai batas waktu keterlambatan pengembalian
dengan kuesioner yang dikembalikan oleh responden setelah tanggal cut off tersebut.
Uji non response bias dilakukan dengan independen sampel t tes dengan
cara membandingkan rata-rata jawaban responden sebelum tanggal cut off dengan
rata-rata jawaban responden setelah tanggal cut off. Jika rata-rata
jawaban responden sebelum tanggal cut off tidak berbeda secara statistik
dengan rata-rata jawaban responden setelah tanggal cut off, berarti data
yang diberikan oleh responden baik sebelum tanggal cut off maupun
setelah tanggal cut off dapat diolah semuanya sebagai bahan pembuktian
hipotesis penelitian.
3.1.2
Uji
Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas bertujuan untuk
mengetahui apakah analisis antara variabel dependen dan variabel independen
mempunyai distribusi normal. Model regresi yang baik adalah distribusinya
datanya normal atau mendekati normal. Untuk menguji apakah distribusi normal
dilakukan dengan cara menggunakan uji kolmogrov-smirnov. Dasar
pengambilan keputusan adalah jika pr obabilitas signifikannya di atas
kepercayaan 5 % maka model regresi memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2006).
b. Multikolinieritas
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen).
Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel
independen. Untuk melihat ada atau tidaknya multikolinieritas maka dilakukan
dengan melihat nilai tolerance dan lawannya variance inflation
factor (VIF). Apabila nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0, 1 maka
tidak terjadi multikolinieritas antar variabel independennya (Ghozali, 2006).
c. Heterokedastisitas
Uji Heterokedastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk melakukan
pengujian terhadap asumsi ini dilakukan dengan menggunakan analisis dengan
grafik plots.
Apabila titik-titik menyebar secara acak
baik di atas maupun di bawah angka nol pada sumbu y maka dinyatakan tidak
terjadi heteroskedastisitas (Ghozali, 2006).
3.1.3
Uji
Hipotesis
Metode
statistik yang digunakan adalah Metode regresi sederhana dan Moderating
Regretion Analysis (MRA).
a. Analisis regresi sederhana untuk menguji
hipotesis 1 (satu).
Analisis
regresi pada dasarnya adalah studi mengenai ketergantungan variabel dependen
(terikat) dengan satu atau lebih variabel independen (bebas) dengan
tujuan untuk menginteraksikan atau memprediksi rata-rata populasi atau nilai
rata-rata variabel dependen berdasarkan nilai variabel independen
(Gujarat, 2003 dalam Ghozali, 2006).
Analisis
regresi sederhana yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh Intellektual Capital terhadap Business Performance.
Persamaan regresinya
sebagai berikut :
Y = α + β1X1+ e
…………….. (1)
Keterangan :
Y = Business Performance
α = konstanta
β1 = koefisien regresi
X1 = Intellectual Capital
e = standar eror
b. Analisis regresi dengan pendekatan Moderating
Regretion Analysis (MRA).
Pengujian
kedua dalam penelitian ini menggunakan Moderating Regretion Analysis (MRA),
metode ini digunakan untuk menentukan pengaruh intellectual capital terhadap business performance dengan trust
sebagai variabel moderating sesuai dengan hipotesis kedua, intellectual
capital terhadap business performance dengan cultur organisasi sebagai
variabel moderating sesuai dengan hipotesis ketiga dan pengaruh intellectual
capital terhadap business performance dengan ukuran perusahaan
sebagai variabel moderating sesuai dengan hipotesis keempat. Berdasarkan
pendekatan yang diadopsi dari Govinda Raj dan Gupita (2005) dalam Ghozali
(2006) untuk menjawab hipotesis kedua, ketiga dan keempat secara matematis
ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut :
Y = α + βX + βM1+ βM2+
βM3 + βXM1 + βXM2 + βXM3 + e…………….. (2)
Dimana :
Y = Bussiness
Performance
X = Intellectual
Capital
M1 = Trust
M2 = Kultur Organisasi
M3 = Ukuran Perusahaan
α = konstanta
β = koefisien
regresi
XM1 = pengaruh
antara Intellektual Capital dengan Trust
XM2 = pengaruh
antara Intellektual Capital dengan Kultur Organisasi
XM3 = pengaruh
antara Intellektual Capital dengan Ukuran Perusahaan
Variabel
moderating karena menggambarkan pengaruh variabel moderasi M1, M2 dan M3
terhadap hubungan X dan Y. Jika hasil perkalian antara X dan M1 yang merupakan
pengaruh M1 terhadap hubungan X dan Y adalah signifikan dan positif maka
pengaruh Intellektual Capital terhadap Bussiness Performance dengan
Trust sebagai variabel moderating diterima. Jika hasil perkalian antara
X dan M2 yang merupakan pengaruh M2 terhadap hubungan X dan Y adalah signifikan
dan positif maka pengaruh Intellektual Capital terhadap Bussiness
Performance dengan Kultur Organisasi sebagai variabel moderating
diterima. Jika hasil perkalian antara X dan M3 yang merupakan pengaruh M3
terhadap hubungan X dan Y adalah signifikan dan positif maka pengaruh Intellektual
Capital terhadap Bussiness Performance dengan Ukuran perusahaan
sebagai variabel moderating diterima. Dalam penelitian ini pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen di uji dengan tingkat signifikan (α = 0,
05).
DAFTAR
PUSTAKA
Adityas Wicaksana. 2011. “Pengaruh
Intellectual Capital Terhadap Pertumbuhan Dan Nilai Pasar Perusahaan Pada
Perusahaan Perbankan Yang Tercatat Di Bursa Efek Indonesia”. Fakultas
ekonomika dan bisnis universitas diponegoro. Semarang.
Ainur Rofiq. 2007. “Pengaruh Dimensi
Kepercayaan (Trust)
Terhadap Partisipasi Pelanggan E-Commerce” (Studi Pada Pelanggan
E-Commerce Di Indonesia). Program pasca sarjana fakultas ekonomi Universitas
Brawijaya Malang.
Akin
Septiawan Permono. 2011. “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan
Sukarela Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan Keuangan Yang Listing
Di BEI Tahun 2010).
Arikunto
.2003., “Manajemen Penelitian”, Edisi Baru, Cetakan Keenam, PT.Rineka
Cipta, Jakarta.
Bijlsma,
K. and Koopman, P. 2003. Introdution: Trust within Organisation. Personnel
Review. Vol. 32, No. 5: 543-556.
Blackburn
. 1998. The Impact of Culture and Governance on
Corporate Social Reporting, Journal of Accounting and Public Policy
Bontis, N., 1998. “Intellectual Capital:
An Exploratory study that Develops Measures and Models,” Management
Decision, Vol. 36 No.2, pp. 63-76.
Bontis, N And William Chua Chong Keow Dan
Stanlay Richardson. 2000. “Intellektuall Capital And Business Performance In
Malaysian Industries”. Journal Of Intellektual Capital. Vol. 1 No.
1, Pp. 85-100.
Bozzolan, S., F. Favotto, and F. Ricceri.
2003. “Italian annual intellectual capital disclosure; An empirical analysis”.
Journal of Intellectual Capital. Vol. 4 No.4. pp. 543-558.
Brinker, Barry. 2000. “Intellectual
Capital: Tomorrows Asset, Today’s Challenge”,
http://www.cpavision.org/vision/wpaper05b.cfm.
Brooking, A. 1996. Intellectual Capital – Core
Asset for the Third Millenium Entreprise, International Thompson Business
Press, London, Vol. 8, No.12-13, pp.76
Bukh
. 2003. “Commentary: The Relevance of Intellectual Capital Disclosure: A
Paradox?” Accounting, Auditing & Accountability Journal, 16 (1),
49-56.
Carter. 2001. Intellectual Capital and “The
Capable firm: Narrating, Visualizing for Managing Knowledge, Canada.
Chen, M.C., S.J. Cheng, Y. Hwang. 2005. “An empirical
investigation of the relationship between intellectual capital and firms’
market value and financial performance”. Journal
of Intellectual Capital. Vol. 6 N0. 2. pp. 159-176
Cooke,
T. E. 1992. The Impact of Size, Stock Market Listing and Industry Type on
Disclosure in the Annual Reports of Japanese Listed Corporations.
Accounting and Business Research, 22 (87), 229-237.
Craig,
R. dan Diga, J. 1998. Public Disclosure in ASEAN. Journal of
International Financial Management and Accounting, 9 (3), 247-273.
Cushway
dan lodge. 2000. Intellectual Capital Performance
of Commercial Banks in Malaysia. Journal of Intellectual Capital, 6(3),
385-396. Malaysia.
Cummings,
L.L. and Bromiley, P. 1996. “The Organizational Trust Inventory (OTI),
Development and Validation” in Bijlsma and Koopman. 2003. “Introduction : Trust
within Organisations”. Personel Review. Vol. 32, No. 5: 543-555.
Curral, S.C. and Judge, T.H. 1995.
“Measuring Trust Between Organizational Boundary Role Persons”. Organizational
Behavior and Human Decision Process. Vo. 64, No. 2: 151-70.
Dicky Syuhada. 2011. “ Budaya Organisasi”.
Gunadarma University.
Fisher,
J.E., 1998. “Contingency Theory, Management Control Systems and Firm Outcomes :
Past Result And Future Directions”. Behavioral Research in Accounting. Vol.
10, pp. 48-63.
Freedman,
M., Jaggi, B. 2005. “Global Warming, Commitment to The Kyoto Protocol, and
Accounting Disclosures by The Largest Global Public Firms from Polluting
Industries”. The International Journal of Accounting, 40, 215– 232.
Garcia-Meca, E., and Martinez, I. 2005. Assessing the Quality of
Disclosure on Intangibles in the Spanish Capital Market. European Business
Review, 17(4), pp. 305-313. http://dx.doi.org/10.1108/09555340510607352
Goffee, R. and Jones, G. 1996. “What Holds
the Modern Company Together?”. Harvard Business Review. Vol. 74, No. 6:
133-48.
Hanks
. 2002.Corporate Governance and Intellectual
Capital: Some Conceptualisations. Corporate Governance, 9(4),
pp.259-275. http://dx.doi.org/10.1111/1467-8683.00254
Hidayat. 2000.
“Peranan Strategis Modal Intelektual dalam Persaingan Bisnis di Era Jasa.” EKUITAS. Vol 5, No. 3, 293-312.
Ihyaul
Ulum. 2008. “Intellectual
Capital Dan Kinerja Keuangan Perusahaan; Suatu
Analisis Dengan Pendekatan Partial Least
Squares”.
Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI). 2007. Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan No. 19. Salemba Empat. Jakarta.
Imam Ghozali. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro,
Semarang.
Istanti,
Sri Laila Wahyu. 2009.“Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Sukarela
Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Listing Di
Bei)”. Program Studi Magister Sains Akuntansi Program Pasca Sarjana
Universitas Diponegoro.
King.
2002. “The Resurgence of Intellectual
Capital: The Emphasis Shifts From Measurement to Management”, Jerman.
Kolb,
Davit et al. 1999. Organizational Behavior: An Experimental Approach. McGraw
Hill. New York.
Lina Anatan. 2000. “Manajemen Modal
Intelektual: Strategi Memaksimalkan Nilai Modal Intelektual Dalam Technology
Driven Business”.
Marr, B., Mouritsen,
J., and Bukh, P.N. . 2003. Perceived Wisdom. Financial Management,
July/August, p. 32.
Marriages
. 2001.Corporate Governance in Knowledge Economy. The Relevance of Intellectual Capital. Research
Project, Pondicherry, India.
Maritza
Ellanyndra Puspitasari. 2011.” Pengaruh Intellectual Capital Terhadap
Business Performance Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa
Efek Indonesia (BEI)”. Fakultas ekonomi Universitas Diponegoro.
Marwata
. 2001. Hubungan Antara Karakteristik Perusahaan dan Kualitas Ungkapan
Sukarela Dalam Laporan Tahunan Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium
Nasional Akuntansi IV, 155-172.
Munandar
. 2001.“Intellectual Capital: Sebuah Tantangan Akuntansi Masa Depan”, Media
Akuntansi, Edisi 2, Thn VIII, hal 65-72
Mulyadi dan Johny Setyawan. 2001. “Sistem
Perencanaan & Pengendalian Manajemen”. Edisi 2. Salemba Empat. Jakarta.
Oliveira, Lídia, Lúcia Lima Rodrigues, dan Russell Craig . 2008. Applying
Voluntary Disclosure Theories to Intangibles Reporting: Evidence from the
Portuguese Stock Market. www.ssrn.com
Olve, N.E., Roy, J and Wetter, M. 1999. “A
Practical Guide to Using the Balanced Scorecard-Performance Penggeraks”. John
Wiley dan Sons. Chichester.
Partiwi Dwi Astuti. 2011. “Trust dan Cultur
Organisasi sebagai Penggerak Intellectual Capital terhadap Kinerja Organisasi”.
Partiwi Dwi Astuti.2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business
Performance.” Jurnal MAKSI. Vol
5, 34-58.
Partiwi Dwi Astuti dan Arifin
Sabeni. 2005. “Hubungan Intellectual Capital dan Business Performance Dengan
Diamond Specification : Sebuah Perspektif Akuntansi”. Simposium Nasional
Akuntansi VIII. Universitas Sebelas Maret. Solo.
Patria Rizko. 2010.” Pengertian
Holding Company, Trust, Kartel, Asosiasi Perdagangan, Joint Venture, Gentlement
Agreement, Franchise, Lisensi, Hybrid”.
Pulic, A. 1998. “Managing the Performance of
Intellectual Potential in Knowledge Economy”. http://www.measuring-ip.at/Opapers/Pulic/Vaictxt.vaictxt.html.
Purnomosidhi, Bambang. 2006. “Praktik Pengungkapan Modal
Intelektual pada Perusahaan Publik di BEJ.” Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia. Vol 9, No. 1, 1-20.
Restie Ningsaptiti. 2010. “Analisis Pengaruh
Ukuran Perusahaan Dan Mekanisme Corporate Governance Terhadap Manajemen
Laba”. (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia 2006-2008) Fakultas ekonomi universitas diponegoro semarang.
Rich, Gregory A. 1997. The Sales Manager as
a Role Model: Effects on Trust, Job Satisfaction and Performance of Salespeople.
JAMS, 25 (4): 319-28.
Robins. 1996. Great Save From Nottingham
Panthers Netminder Trevor "The Robber"
Roos, G., and Roos, J., 1997. Measuring Your
Company’s Intellectual Performance,” Long Range Planning, Vol.30, no. 3,
pp.413-426.
Sadri, G. and Lees, B. 2001. “Developing
Corporate Culture as a Competitive Advantage”. Journal of Management
Development. Vol. 20, No. 10: 853-859.
Sawarjuwono, T. 2003. “Intellectual Capital: Perlakuan,
Pengukuran, Dan Pelaporan (sebuah library research)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol. 5 No. 1. pp. 35-57.
Sawarjuono, Tjiptohadi, Agustine Prihatin
Kadir, 2003. “Intellectual Capital : Perlakuan, Pengukuran, Dan Pelaporan
(Sebuah Library Research . Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, Mei 2003, vol.5,
no. 1
Schein. 1992. A Study of
the Relationship between Corporate Governance Structures and the Extent of
Voluntary Disclosure. Journal of International Accounting, Auditing &
Taxation, 10(2), pp.139-156.
http://dx.doi.org/10.1016/S1061-9518(01)00041-6
Singhvi,
S. S. dan Desai, H. B. 1971. An Empirical Analysis of The Quality of Corporate
Financial Disclosure. The Accounting Review, 46 (1), 129-138.
Smith, J.B. and Barclay, W.B. 1997. “The
Effect to Hell, the Dynamics of Distrust in a Era of Quality” in Bijlsma and
Koopman. 2003. “Introduction : Trust within Organisations”. Personel Review.
Vol. 32, No. 5: 543-555.
Stewart, Thomas A . 1991. “Brainpower”,
Fortune ,Juny, page 53-55
Stewart,
Thomas A. 1994., “Your company’s Most Valuable Assets Intellectual Capital”,
Fotune, (October): page 68-74
Stewart, T., 1997. Intellectual Capital:
The New Wealth of Organization, Doubleday, New York, NY.
Sugiyono. 2003. Metoda Penelitian Bisnis.
Bandung: CV Alfabeta.
-----------
. 1998. Intellectual Capital “Modal Intelektual Kekayaan Baru Organisasi”, Jakarta:
PT Elekmedia Komputindo
Tjiptohadi
Sawarjuwono Dan Agustine Prihatin Kadir. 2000. “Intellectual Capital:
Perlakuan, Pengukuran Dan Pelaporan (Sebuah Library Research)”, Staf
Pengajar Fakultas Ekonomi – Universitas Airlangga Surabaya.
Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt,
Osborn. 2001.Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Komitmen Organisasi pada Karyawan
PT Nasional Bhirawa Tama di Malang.
Yuniasih. 2010. “Eksplorasi Kinerja Pasar Perusahaan:
Kajian Berdasarkan Modal Intelektual (Studi Empiris Pada Perusahaan
Keuangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar