Rabu, 17 Februari 2016

INTERAKSI ANTARA PENDIDIK DENGAN PESERTA DIDIK DAN PEMBELAJARAN KEIMANAN

A. Interaksi antara Pendidik dengan Peserta Didik

1. Pengertian Interaksi Pendidik dan Peserta Didik
    Menurut UU tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
    Pendidik adalah orang yang mendidik, yaitu orang yang dengan sengaja memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan pendidikan. Semula kata pendidik mengacu pada seseorang yang memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengamalan kepada orang lain. Akan tetapi, sejalan dengan perkembangan keilmuan pendidik, muncul konsep bahwa mendidik bukan hanya mentransfer pengetahuan dari orang yang sudah tahu kepada yang belum tahu, tetapi suatu proses untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Proses seseorang dalam membantu orang lain agar dapat mengontruksi sendiri pengetahuan lewat kegiatan terhadap fenomena dan objek yang diketahui.
Pendidik tidak sama dengan pengajar, sebab pengajar itu hanya sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada peserta didik. Prestasi yang tertinggi yang dapat dicapai oleh seorang pengajar apabila ia berhasil membuat peserta didik memahami dan menguasai materi pengajaran yang diajarkan kepadanya. Tetapi seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi pengajaran kepada peserta didik tetapi juga membentuk kepribadian seorang peserta didik bernilai tinggi.
    Dunia ilmu pengetahuan modern memandang seorang pendidik harus mengembangkan kepribadian seorang anak dan menyiapkannya menjadi anggota masyarakat. Dua fungsi pendidikan adalah untuk melanjutkan kedua peranan yang akan dimainkan dalam hidupnya, yaitu sebagai individu dan sebagai anggata masyarakat.
    Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang terdapat pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik selalu mengalami perkembangan sejak terciptanya sampai meninggal dan perubahan-perubahan secara wajar. Dalam pandangan modern, peserta didik tidak hanya dianggap sebagai objek atau sasaran pendidikan, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek pendidikan.
    Pendidikan merupakan suatu keharusan yang diberikan kepada anak didik. Peserta didik sebagai manusia yang berpotensi perlu dibina dan dibimbing dengan perantara pendidik. Sebagai manusia yang berpotensi, maka didalam diri peserta didik ada suatu daya yang dapat tumbuh dan berkembang disepanjang usianya. Potensi peserta didik sebagai  daya yang tersedia, sedangkan pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk mengembangkan daya itu. Bila peserta didik adalah sebagai komponen inti dalam kegiatan pendidikan, maka peserta didik lah sebagai pokok persoalan dalam interaksi edukatif.
    Interaksi adalah suatu proses saling memberi aksi. Kecenderungan manusia untuk berhubungan melahirkan komunikasi dua arah melalui bahasa yang mengandung tindakan dan perbuatan. Karena adanya aksi dan reaksi, maka interaksi pun terjadi. Karena itu interaksi akan berlangsung apabila ada timbal balik antara dua orang atau lebih.
Interaksi yang berlangsung disekitar kehidupan manusia dapat diubah menjadi interaksi yang bernilai edukatif, yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan seseorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam dunia pendidikan disebut sebagai interaksi edukatif (interkasi pembelajaran).
    Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya, sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna dan kreatif. Semua unsur interaksi edukatif harus berproses dalam ikatan tujuan pendidikan. Karena itu, interaksi edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah antara pendidik dan peserta didik yang berlangsung dalam ikatan tujuan pendidikan.
    Proses interaksi edukatif adalah suatu proses yang mengandung sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus pendidik transfer kepada peserta didik. Karena itu, wajarlah bila interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan yang mengantarkan kepada tingkah laku sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik.
    Dengan demikian dapat dipahami bahwa interaksi edukatif adalah hubungan dua arah antara pendidik dan peserta didik dengan sejumlah norma sebagai mediumnya untuk mencapai tujuan pendidikan.

2. Faktor-Faktor Interaksi Pendidik dan Peserta Didik
    Masalah interaksi belajar mengajar merupakan masalah yang kompleks, karena melibatkan berbagai faktor yang saling terkait satu sama lain. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi proses dan hasil interaksi belajar mengajar; terdapat dua faktor yang sangat menentukan, yaitu faktor pendidik sebagai subjek pembelajaran dan faktor peserta didik sebagai objek pembelajaran. Tanpa ada faktor pendidik dan peserta didik dengan berbagai potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki, tidak mungkin proses interaksi belajar mengajar dikelas atau ditempat lain dapat berlangsung dengan baik. Namun, pengaruh berbagai faktor lain tidak boleh diabaikan, misalnya faktor media dan instrumen pembelajaran, fasilitas belajar, infrastruktur sekolah, fasilitas laboratorium, manajemen sekolah, sistem pembelajaran dan evaluasi, kurikulum, metode dan strategi pembelajaran dan sebagainya.
    Kesemua faktor-faktor diluar faktor pendidik dan peserta didik tersebut berkontribusi berarti dalam meningkatkan kualitas dan hasil interaksi belajar mengajar dikelas dan tempat belajar lainnya.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam interaksi edukatif diantaranya :
a. Fasilitas Belajar
    Fasilitas belajar yang tersedia dalam jumlah yang memadai di suatu sekolah atau lembaga pendidikan memberikan sumbangan yang besar dalam menyukseskan proses belajar mengajar misalnya ruang kelas, meja, kursi, dsb. Tanpa ada fasilitas belajar yang tersedia dalam jumlah yang memadai di Sekolah, proses interaksi belajar mengajar antara pendidik dan peserta didik  kurang berjalan secara maksimal dan optimal.
b. Faktor Kurikulum
Kurikulum yang disusun sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan mental peserta didik, sesuai dengan tuntutan kebutuhan orang tua peserta didik, masyarakat, dan dunia kerja, serta sesuai dengan kebutuhan pendidik dan pembelajaran dikelas akan mendukung pencapaian interaksi belajaryang optimal dan maksimal, sehingga keluaran suatu lembaga pendidikan akan lebih berkualitas.
c. Faktor Metode dan Strategi serta Pendekatan Pembelajaran
Metode dan strategi serta pendekatan pembelajaran yang digunakan oleh pendidik juga mempengaruhi kelancaran dan kesuksesan interaksi belajar mengajar dikelas.  Pendidik menerapkan metode, strategi, dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan minat dan kebutuhan dan perbedaan individu peserta didik akan dapat memperlancar dan menyukseskan interaksi belajar mengajar dikelas
d. Sistem Manajemen Sekolah
Suatu sekolah yang menerapkan manajemen terbuka dan transpan akan lebih berpeluang sukses dalam mengelola sistem pembelajaran secara profesional melalui interaksi belajar mengajar dikelas daripada sekolah yang menerapkan manajemen tertutup. Pahkan Fattah menyatakan bahwa manajemen berbasis sekolah yang diterapkan oleh suatu sekolah merupakan strategi pemmberdayaan sekolah dalam rangka peningkatan mutu dan kemandirian sekolah.
e. Sistem Evaluasi Proses dan Hasil Pembelajaran
Pendidik yang menerapkan sistem evaluasi dengan pendekatan penilaian berbasis kelas dan  penilaian yang menekankan pada proses dan hasil, akan meningkatkan intensitas interaksi belajar mengajar dikelas karena para peserta didik dituntut oleh suatu target belajar dan target kelulusan yang diterapkan oleh pendidik. Selain itu pendidik akan memotivasi maksimal dan optimal para peserta didik untuk belajar keras dan intensif, karena penilaian ditekankan kepada proses dan hasil pembelajaran.
Kesemua faktor-faktor penentu keberhasilan interaksi belajar mengajar dan permasalahannya yang telah dikemukakan diatas harus di perhatikan para pendidik serta peserta didik. Pengetahuan dan pemahaman tentang faktor-faktor penentu keberhasilan interaksi belajar mengajar dan permasalahannya oleh para pendidik  dan peserta didik dalam menjalankan  interaksi belajar mengajar dikelas. Interaksi belajar mengajar yang sukses dikelas akan mempengaruhi kualitas proses dan hasil pembelajaran dikelas secara mikro dan pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat lembaga pendidikan, serta kualitas pendidikan secara makro (regional dan nasional).

3. Prinsip-prinsip Interaksi antara Pendidik dan Peserta Didik
    Dalam rangka menjangkau dan memenuhi sebagian besar kebutuhan peserta didik, dikembangkan beberapa prinsip dalam interaksi pembelajaran. Prinsip-prinsip itu diharapkan mampu menjembatani dan memecahkan masalah yang sedang pendidik hadapi dalam kegiatan interaksi edukatif. Peserta didik yang aktif dan kreatif adalah yang diharapkan dari penerapan semua prinsip itu. Dalam penerapannya tidak boleh sembarangan, tetapi harus mempertimbangkan akibatnya bagi peserta didik. Mengabaikannya berarti pendidik membuat masalah bagi dirinya, selain pengajarannya akan kurang kondusif juga merugikan peserta didik dipihak lain. Untuk itu semua prinsip yang akan diuraikan berikut ini sebaiknya pendidik kuasi dan pahami betul-betul agar kegiatan interaksi edukatif dapat mencapai tujuannya secara efektif dan efisien.
Menurut Syaiful Bahri prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Motivasi
    Dalam interaksi edukatif tidak semua peserta didik termotivasi untuk bidang studi tertentu. Motivasi anak didik untuk menerima pelajaran tertentu berbeda-beda, ada pesrta didik yang memiliki motivasi tinggi, sedang, dan ada juga yang sedikit sekali memiliki motivasi. Hal ini perlu disadari oleh pendidik agar dapat memberi motivasi yang bervariasi kepada peserta didik.
b. Berangkat dari Persepsi yang Dimiliki
    Setiap anak didik yang hadir di kelas memiliki latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang berbeda. Menyadari akan hal ini pendidik dapat memanfaatkannya guna kepentingan pengajaran. Kebingungan yang pendidik hadapi diantaranya disebabkan penjelasan pendidik yang sukar dipahami oleh sebagian besar peserta didik. Hal ini terjadi karena penjelasan pendidik yang mengabaikan pengalaman dan pengetahuan yang bersifat apersepsi dari setiap peserta didik.
c. Mengarah kepada Titik Pusat Perhatian Tertentu (Fokus Tertentu)
    Pelajaran yang direncanakan dalam suatu bentuk atau pola tertentu akan mengaitkan bagian-bagian yang terpisah dalam suatu pelajaran. Tanpa suatu pola, pelajaran dapat terpecah-pecah dan para peserta didik akan sulit memusatkan perhatian. Titik pusat dapat tercipta melalui upaya merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan konsep yang hendak ditemukan. Titik pusat (fokus) akan membatasi keluasan dan kedalaman tujuan belajar serta akan memberikan arah kepada tujuannya.
d. Keterpaduan
    Salah satu sumbangan pendidik untuk membantu peserta didik dalam upaya mengorganisasikan perolehan belajar adalah penjelasan yang mengaitkan antara suatu pokok bahasan denga pokok-pokok bahasan yang lain dalam mata pelajaran yang berbeda. Misalnya dalam menjelaskan pokok bahasan moral dalam mata pelajaran pendidikan Pancasila, pendidik menghubungkannya dengan masalah akhlak dalam mata pelajaran aqidah akhlak. Keterpaduan dalam pembahasan dan peninjauan ini akan membantu anak didik dalam memadukan perolehan belajar dalam kegiatan interaksi edukatif.
e. Pemecahan Masalah yang Dihadapi
    Dalam kegiatan interaksi edukatif, pendidik perlu menciptakan suatu masalah untuk dipecahkan oleh peserta didik dikelas. Salah satu indikator kepandaian peserta didik banyak ditentukan oleh kemampuan memecahkan masalah yang dihadapinya. Pemecahan masalah dapat mendorong peserta didik untuk lebih tegar menghadapi masalah belajar. Karena itu dalam interaksi edukatif, pendidik perlu menciptakan suatu masalah berdasarkan pokok bahasan tertentu dalam mata pelajaran tertentu untuk dipecahkan oleh peserta didik.
f. Mencari, Menemukan, dan Mengembangkan Sendiri
    Anak didik sebagai individu pada hakikatnya mempunyai potensi untuk mencari dan mengembangkan dirinya. Lingkunganlah yang harus diciptakan untuk menunjang potensi peserta didik tersebut. Dalam rangka ini pendidik tidak perlu berdaya upaya menjejali peserta didik dengan segudang informasi sehingga membuat peserta kurang kreatif dalam mencari dan menemukan informasi dan ilmu pengetahuan yang ada dalam buku-buku bacaan. Pendidik yang bijaksana akan membiarkan dan memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mencari dan menemukan sendiri informasi. Atau bila memberikan informasi, hanya yang mendasar saja sebagai dasar pijakan bagi peserta didik dalam mencari dan menemukan informasi lainnya.
g. Belajar Sambil Bekerja
    Belajar secara verbal terkadang kurang membawa hasil bagi peserta didik. Karena itulah dikembangkan konsep belajar secara realistis atau belajar sambil bekerja (learning by doing). Belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi peserta didik, sebab kesan yang didapatkan oleh peserta didik lebih tahan lama tersimpan dibenaknya.
h. Hubungan Sosial
    Dalam belajar tidak selamanya peserta didik harus seorang diri, tetapi sewaktu-waktu peserta didik harus juga belajar bersama dalam kelompok. Konsepsi belajar seperti ini dimaksudkan untuk mendidik peserta didik terbiasa bekerjasama dalam kebaikan. Belajar bersama merupakan salah satu cara untuk menggairahkan peserta didik dalam menerima pelajaran dari pendidik. Peserta didik yang tidak bergairah belajar seorang diri, akan menjadi bergairah bila dilibatkan dalam kerja kelompok.
i. Perbedaan Individual
    Ketika pendidik hadir dikelas pendidik akan berhadapan dengan peserta didik dengan segala perbedaannya. Perbedaan ini perlu disadari, sehingga pendidik tidak akan terkejut melihat tingkah laku dan perbuatan peserta didik yang berlainan antara yang satu dengan yang lainnya.
Akhirnya, dalam mengajar pendidik perlu menerapkan prinsip-prinsip tersebut agar kegairahan belajar peserta didik dapat bertahan dalam waktu yang relativ lama dengan suasana kelas yang kondusif.

4. Tujuan Interaksi antara Pendidik dengan Peserta Didik
    Interaksi edukatif adalah suatu interaksi yang bernilai normatif, ini berarti interaksi edukatif merupakan suatu aktivitas yang dilaksanakan secara sadar dan bertujuan. Tujuannya adalah agar anak didik menjadi manusia yang dewasa susila. Dengan kata yang sederhana, agar terjadi perubahan dalam diri anak didik setelah mereka melakukan kegiatan belajar.
Interaksi antara pendidik dan peserta didik yang di implementasikan dalam suatu lembaga pendidikan adalah untuk mencapai tujuan pendidikan, yang menurut rumusan formal ada beberapa jenjang tujuan pendidikan, yaitu sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan nasional, adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat nasional. Hasil pencapaiannya akan berwujud warga negara yang berkepribadian nasional dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat, bangsa dan tanah air.
b. Tujuan institusional, yakni merupakan tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat lembaga pendidikan. Hasil pencapaianya akan berwujud tamatan sekolah yang mampu melaksanakan bidang pekerjaan tertentu dan atau mampu didik lebih lanjut menjadi tenaga profesional dalam bidang tertentu dan pada jenjang tertentu pula.
c. Tujuan kurikuler, adalah tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat mata pelajaran atau bidang studi-bidang studi. Hasil pencapaian akan berwujud siswa yang menguasai disiplin mata pelajaran atau bidang studi yang dipelajarinya.
d. Tujuan instruksionalatau tujuan pembelajaran, yakni tujuan pendidikan yang ingin dicapai pada tingkat pengajaran. Hasil pencapaiannya berwujud siswa yang secara bertahap terbentuk wataknya, kemampuan berpikir dan keterampilan teknologinya.

5. Pola Interaksi Pendidik dan Peserta Didik
    Untuk mencapai interaksi dalam pembelajaran dibutuhkan komunikasi antara pendidik dan peserta didik, yang memadukan dua kegiatan, yaitu kegiatan mengajar (usaha pendidik) dan kegiatan belajar (tugas peserta didik). Pendidik perlu mengembangkan komunikasi secara efektif dalam proses pembelajaran.
Menurut Ramayulis ada tiga pola komunikasi dalam proses balajar mengajar, antara lain sebagai berikut :
a. Komunikasi sebagai aksi atau komunikasi satu arah
Dalam komunikasi ini pendidik berperan sebagai pemberi aksi dan peserta didik sebagai penerima aksi. Pendidik aktif, peserta didik pasif.
b. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi dua arah
Pada komunikasi ini antara pendidik dan peserta didik memiliki peranan yang sama yakni pemberi aksi dan penerima aksi dengan aksi keduanya dengan saling member dan saling menerima.
c. Komunikasi sebagai interaksi atau komunikasi banyak arah.
Komunikasi ini tidak hanya melibatkan interaksi yang dinamis antara pendidik dan peserta didik , tetapi juga melibatkan interaksi dinamis antara peserta didik dengan peserta didik lainnya .

B. Pembelajaran Keimananan

1. Pengertian Iman dan Hakekatnya
    Iman menurut bahasa berarti percaya. Sedangkan menurut istilah iman adalah pembenaran dan keyakinan didalam hati, pernyataan dengan lisan, dan pengamalan dengan anggota tubuh. 
Para ahli berbeda pendapat dalam menetapkan masalah iman dan secara umum semuanya terbagi menjadi dua pernyataan.
Pendapat pertama, menyatakan bahwa iman adalah sebuah istilah yang berdiri diatas tiga unsur yaitu: pengikraran dengan lisan, pembenaran dengan hati, dan pengamalan dengan anggota badan. Pernyataan ini merupakan pendapat segolongan besar ahlussunnah. Adapun penyataan-pernyataan yang memperkuat pendapat adalah:
a. Pernyataan Shahirah :
“Madzhab Ahlussunnah berpendapat bahwa iman itu adalah membenarkan dengan hati, mengamalkan dengan anggota badan, dan mengucapkan dengan lisan”. 
b. Pernyataan Imam Syafi’i :
“ijma’ para sahabat dan tabi’in setelah mereka dan generasi penerus mereka berpendapat, bahwa iman itu terdiri dari ucapan, amalan, dan niat (kata hati), yang satu dengan yang lainnya tidak diapat dipisah-dipisahkan”.
c. Pernyataan Imam Ahmad :
“Iman adalah ucapan (lisan dan hati) yang diikuti oleh amal perbuatan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat ahlussunnah”.
d. Al-Hafiz bin Abdil Bardi dalam bukunya “At-Tahmid” mengatakan :
“Ahli fiqh dan al-hadits sepakat untuk manyatakan bahwa iman itu terdiri dari ucapan (lisan dan hati) dan amal perbuatan, dan tidak ada amal tanpa disertai niat. Dan iman itu akan selalu bertambah dengan adanya ketaatan serta sebaliknya akan menyusut dengan adanya kemaksiatan. Hampir semua ahli menyatakan ketaatan itu termasuk iman, kecuali Imam Abu Hanifah dan para pengikutnya yang berpendapat bahwa ketaatan itu tidak selalu bisa dikategorikan dalam unsur iman. Mereka (Abu Hanifah dan pengikutnya) berpendapat bahwa sesungguhnya iman itu adalah pembenaran dan ikrar”. 
    Pendapat kedua, menyatakan: bahwa iman adalah sebuah istilah yang terdiri atas pernyataan ikrar dengan lisan dan pembenaran dengan hati sedangkan amalan dan anggota badan tidak termasuk kedalamnya. Walaupun demikian, bukan berarti mereka mengesampingkan amalan oleh anggota badan. Mereka yang mendefinisikan iman hanya pada ikrar dan tashdiq (pembenaran) ini berpendapat bahwa mengamalkan setiap yang sah dari Rasulullah SAW (yaitu berupa syariat dan penjelasan-penjelasan) adalah hak yang wajib bagi setiap muslim. 
    Berdasarkan keterangan-keterangan dari kitab dan as-sunnah, maka lebih nampak jelaslah bagi kita bahwa pendapat pertama lebih cenderung kepada kebenaran, karena daripadanya juga tersirat pendapat kedua.

2. Macam-macam Iman 
    Malaikat Jibril pernah bertanya kepada Rasulullah: ”beri tahukan kepadaku tentang iman itu!” beliau bersabda: “yaitu beriman kapada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan beriman kapada takdir yang baik dan yang buruk” 
a. Iman kepada Allah
    Iman kepada Allah berarti percaya bahwa Allah itu ada. Keberadaan Allah itu adalah mutlak, ini dapat dibuktikan antara lain bahwa ada ciptaan-Nya dan dibenarkan oleh pangalaman batin manusia ataupun fitrahnya
Manusia melalui pengalaman panca indera serta kecerdasannya tidak mungkin menyangkal bahwa Allah yang Maha Pencipta, termasuk juga menciptakan manusia itu sendiri. Dimensi tercipta tidak mungkin akan sama dengan dimensi yang diciptakan-Nya, dan untuk memahaminya diperlukan pemikiran yang mendalam serta kejujuran yang sebenar-benarnya. 
    Manusia sebagai makhluk yang dikaruniai akal sebenarnya mampu mengetahui wujud Allah, yaitu melalui ciptaan-ciptaan-Nya, pengalaman-pengalaman batin atau fitrahnya, namun umumnya masih belum merasa puas dan menginginkan pembuktian yang secara langsung.  Keinginan semacam itu tentu saja tidak dimungkinkan kecuali dalam pembuktian yang tetap masih bersifat relatif (nisbi) dan terbatas sekali. Oleh karenaya cara pembuktian lain yang paling akurat ialah melalui Al-qur’an dan sunnah nabi, tentu saja hal ini terutama ditujukan kepada orang-orang yang beriman, sebab tanpa adanya keimanan hal ini juga kurang manfaat. 
Adanya iman pada seseorang dalam rangka menghayati wujud Allah adalah modal utama dan paling menentukan. 
b. Iman kepada malaikat
    Malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah dari cahaya. Dalam sebuah hadits disebutkan :
خلقت الملا ءكة من نوروخلق  الجن من ما رج و خلق ادم مما وصف لكم       
Artinya: “Malaikat diciptakan dari cahaya, jin diciptakan dari nyala api, dan adam (manusia) diciptakan sebagai yang telah Allah gambarkan kepada kalian (dalam Al-Qur’an).” (HR Muslim).
    Sifat atau pembawaan malaikat antara lain selalu taat dan patuh kepada Allah, serta senantiasa membenarkan dan melaksanakan perintah Allah. Para malaikat mempunyai tugas tertentu dialam dunia dan di alam ghaib. Tugas malaikat dialam dunia antara lain menyampaikan wahyu kepada manusia melalui para rasul-Nya, mengukuhkan hati orang-orang yang beriman, memberi pertolongan kepada manusia, membantu perkembangan rohani manusia untuk berbuat baik, mencatat perbuatan manusia, dan melaksanakan hukuman Allah. 
Dari uraian tugas para malaikat tersebut jelas bahwa tugas-tugas itu berhubungan langsung dengan pertumbuhan dan pengembangan rohani manusia. Itulah salah satu sebabnya mengapa manusia wajib meyakini adanya makhluk yang bertugas untuk menumbuhkan dan mengenbangkan rohaninya. 
c. Iman kepada Kitab-Kitab Allah
    Agar keimanan seorang muslim menjadi sempurna, maka ia harus beriman kepada seluruh kitab yang diturunkan Allah kepada para seluruh nabi terdahulu, seperti lembaran suhuf nabi Ibrahim, suhuf kepada nabi musa dan tauratnya, zabur milik nabi dawud, injil milik nabi isa, dan al-Qur’an kepada nabi Muhammad SAW.
    Semua kitab-kitab tersebut menyerukan kepada ketauhidan (mengesakan Allah), dimana para rasul yang mulia menyerukan kepada hal tersebut.Allah berfirman:
Artinya : “Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, Maka sembahlah olehmu sekalian akan aku".(QS Al- Anbiya : 25).
    Jadi tauhid dan keimanan adalah risalah seluruh nabi. Hanya saja, kitab-kitab suci yang diturunkan sebelum sebelum Al-Qur’an bisa diselewengkan dan mengalami perubahan. Namun seorang muslim harus tetap beriman (meyakini) bahwa kitab-kitab suci itu diturunkan Allah kepada para rasulnya, menyeru kepada ketauhidan (pengesaan Allah) pada setiap masa para rasul tersebut.
Selanjutnya turunlahAl-Qur’an yang merupakan firman dan wahyu dari Allah. Dia adalah pemberi cahaya yang terang dan pemberi petunjuk kejalan yang lurus. Seorang muslim beriman bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah, baik secara lafadz maupun makna. Malaikat jibril menurunkan Al-Qur’an kepada Rasulullah, sedangkan mushaf asy-syarif merupakan kumpulan Al-Qur’an dan ayat-ayat yang ada didalamnya. 
d. Iman Kepada Para Nabi dan Rasul
    Iman kepada para nabi dan rasul Allah merupakan salah satu asas keimanan teragung dari asas-asas keimanan lainnya, dimana para rasul merupakan perantara, yang melalui mereka, kita dapat mengetahui wahyu Allah, kitab-kitab sucinya, dan syari’atnya.
Dalam Al-qur’an dan hadits disebutkan beberapa nama para nabi dan rasul, mereka adalah Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Musa, Harun, Ilyasa’, Dawud, Sulaiman, Yunus, Ayyub, Ilyas, Khidir, Syu’aib, Zakariya, Yahya, Isa, dan penutup para rasul Muhammad, sang utusan pembawa rahmat bagi seluruh alam. 
    Rasul-rasul terbaik disebut dengan ulul azmi, mereka adalah Nuh, Ibrahim, Musa, Isa dan Muhammad. Rasul terbaik diantara mereka adalah nabi Muhammad sAW. Namun Masing-masing rasul tersenut memiliki kemuliaan yang dianugerahkan oleh Allah. 
Nabi berbeda dengan rasul. Nabi adalah orang yang mendapatkan wahyu dari Allah, namun tidak diperintahkan untuk menyampaikannya. Adapun rasul adalah orang yang mendapat wahyu dari Allah dan diperintahkan untuk menyampaikan wahyu tersebut. Atas dasar penjelasan tersebut dapat dikatakan bahwa setiap rasul itu pasti juga nabi, sedangkan seorang nabi belum tentu Rasul. 
e. Iman Kepada Hari Akhir
    Iman kepada hari akhir sangat penting dalam rangka kesatuan  rukun iman lainnya, karena orang yang beriman kepada hari akhir berarti dia percaya akan kekuasaaan Allah dalam membangkitkan manusia dari kubur mereka setelah mereka meninggal dunia. 
Keimanan kepada hari akhir adalah salah satu unsur terpenting agar kehidupan ini menjadi tenteram dan bahagia. Jika manusia beriman kepada hari kebangkitan dan perhitungan, maka dia akan berusaha semampu mungkin agar amal perbuatannya menjadi amal sholih dan jauh dari bentuk kerusakan dan kemaksiatan. Pada saatnya nanti kehidupannya akan bahagia dan manusia yang bersangkutanpun akan berbahagia pula. 
f. Iman kepada Qadha dan Qadar
    Didalam  sejarah Islam, perkataan Qadha dan Qadar disebut juga takdir dalam pembicaraan sehari-hari. Yang dimaksud dengan qadha adalah ketentuan mengenai sesuatu atau ketetapan tentang sesuatu, sedangkan qadar adalah ukuran sesuatu menurut hukum tertentu. Dapat pula dikatakan bahwa qahda adalah ketentuan atau ketetapan, sedangkan qadar adalah ukuran. Dengan demikian qadha dan qadar atau takdir adalah ketentuan atau ketetapan Allah menurut ukuran atau norma tertentu. 
    Dalam memahami rukun iman ini ada beberapa hal yang perlu dijelaskan. Diantara yang terpenting adalah hubungan takdir dengan kehandak bebas manusia. Menurut Al-Qur’an manusia bebas memilih perbuatan yang akan dilakukannya. Ia bebas pula menentukan kepercayaan yang dianutnya dan dia akan memperoleh sesuatu baik hukuman atau pahala sesuai dengan pilihannya itu. Allah hanya menunjukkan jalan yang seyogyanya diikuti oleh manusia. Manusia bebas memilih untuk mengikuti atau tidak menuruti jalan itu. Oleh karena itu manusia harus mengerjakan penyelamatan dirinya dan penyelamatan ini hanya dapat dalam beriman dan beramal shaleh.
    Sedangkan untuk memahami takdir, manusia harus hidup dengan ikhtiar, sebab dalam kehidupan sehari-harinya takdir Allah berkaitan erat dengan usaha manusia. Usaha manusia harus maksimal dan optimal diringi dengan doa dan tawakal. Tawakal yang dimaksud adalah tawakal dalam makna menyerahkan nasub dan kesudahan usaha kita kepada Allah, sementara kita harus berikhtiar serta yakin bahwa penentuan terakhir sagala-galanya dalam kekuasaan Allah. Inilah takdir yang sebenarnya, yang berlangsung melalui proses  usaha (ikhtiar), doa dan tawakkal. 

3. Metode Pembelajaran Keimanan
    Dalam rangka menumbuhkan rasa iman, rasa cinta kepada Allah SWT, seorang pendidik dapat menggunakan metode yang telah diterapkan Nabi Muhammad SAW seperti berikut ini: 
a. Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi
    Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif yang tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain selain bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi mempunyai beberapa keistimewaan yang membuatnya mempunyai dampak psikologi dan edukatif yang sempurna. 
    Kisah Qur’ani dan Nabawi dapat digunakan dalam pengajaran keimanan. Pemberian kisah-kisah yang diambil dari Al Qur’an maupun kisah para Nabi dan Sahabat dapat mendidik perasaan keimanan dengan cara:
1) Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, rida, dan cinta.
2) Mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada suatu puncak yaitu kesimpulan kisah.
3) Melibatkan pembaca atau pendengarnya ke dalam kisah itu sehingga secara emosional ia terlibat.
b. Metode Amtsal
    Metode amtsal atau perumpamaan dalam cara penyampaiannya sama dengan metode kisah, yaitu menggunakan metode ceramah. Metode ini mirip dengan metode kisah Qur’ani dan Nabawi karena dalam menggunakan perumpamaan mengambil dari Al-Qur’an. Penggunaan perumpamaan dalam pengajaran dapat merangsang kesan terhadap makna yang tersirat dalam perumpamaan tersebut. 
    Sebagai contoh dalam Q. S Al Ankabut ayat 41, Allah mengumpamakan sesembahan atau Tuhan orang kafir dengan sarang laba-laba. Perumpaman orang yang berlindung selain kepada Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Padahal rumah yang paling lemah adalah rumah laba-laba. 
Dari perumpamaan diatas, anak dapat memahami bahwa menyembah selain kepada Allah ibarat berlindung pada sesuatu yang lemah dan tidak berdaya. Anak akan menyadari bahwa tidak ada kekuasan yang lebih besar dari kekuasaan Allah SWT. Sehingga dalam diri anak akan tertanam rasa keimanan yang tinggi dan pengakuan yang besar terhadap ke-esaan Allah SWT.
    Penggunaan perumpaman dalam pendidikan haruslah logis, dan mudah dipahami. Perumpamaan harus memperjelas konsep bukan malah mengaburkan penjelasan. Dengan perumpamaan anak dapat memahami konsep yang abstrak karena perumpamaan menggunakan benda-benda yang konkrit. 
c. Metode Ibrah dan Mauizah
    Metode ibrah adalah suatu cara yang dapat membuat kondisi psikis seseorang (siswa) mengetahui intisari perkara yang mempengaruhi perasaannya, yang diambil dari pengalaman-pengalaman orang lain atau pengalaman hidupnya sendiri. Sedangkan metode mauizah adalah suatu cara penyampaian materi pelajaran melalui tutur kata yang berisi nasihat-nasihat dan peringatan tentang baik buruknya sesuatu. 
Metode ibrah sangat diperhatikan dalam pendidikan Islam. Hal ini dilakukan agar anak didik dapat mengambil intisari atau pelajaran dari kisah-kisah Al Qur’an atau pengalaman-pengalaman yang diceritakan. Demikian pula dengan metode mauizah, seorang pendidik hendaknya memberi nasehat secara berulang-ulang agar nasehat tersebut dapat meninggalkan kesan sehingga anak didiknya tergerak untuk mengikuti nasehat itu.
Metode ibrah dan mauizah apabila digunakan bersama-sama dalam pendidikan Islam memang tidak mudah. Penerapan metode ini membutuhkan keikhlasan dan berulang-ulang sehingga nasehat tersebut menyentuh kalbu pendengarnya. Nasehat yang dapat menimbulkan kesan yang mendalam menyebabkan nasehat tersebut tidak hanya tertanam dalam hati saja yang dapat menebalkan iman tetapi anak juga melaksanakan nasehat tersebut. 
d. Metode Targhib dan Tarhib
    Metode ini berhubungan dengan pujian dan penghargaan. Imbalan atau tanggapan terhadap orang lain itu terdiri dari dua, yaitu penghargaan (targhib) dan hukuman (tarhib). Targhib bertujuan agar orang mematuhi aturan Allah. Sedangkan tarhib bertujuan agar orang menjauhi kejahatan. Metode ini didasarkan atas fitrah manusia yaitu sifat kesenangan, keselamatan dan tidak menginginkan kepedihan dan kesengsaraan. 
Metode ini dapat menumbuhkan rasa keimanan dalam diri anak didik. Dengan proses pemberian ganjaran dan hukuman tersebut, anak akan belajar mana yang boleh dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan. Proses tersebut akan kuat tertanam dalam diri anak karena apabila anak diberi suatu hadiah atau penghargaan tatkala dia melakukan sesuatu yang terpuji, anak tersebut akan cenderung mengulanginya dan mencoba menemukan sesuatu yang baik lainnya yang menyebabkan dirinya diberi penghargaan. 
    Sebaliknya, apabila anak diberi hukuman tatkala melakukan sesuatu, tentu anak akan berpikir bahwa yang dilakukannya salah dan tidak akan mengulanginya lagi karena hukuman yang dia rasakan. Dengan ini maka anak akan menghindari hal-hal yang menyebabkan dia dihukum. Anak akan lebih patuh dan melaksanakan hal-hal yang diperintahkan Allah. 
    Dalam penerapan metode ini diupayakan bahwa intensitas pemberian hukuman tidak sebesar pemberian hadiah. Dengan pemberian penghargaan yang lebih besar persentasenya, anak akan termotivasi untuk lebih berusaha berbuat kebaikan.
e. Metode Pembiasaan
    Dalam dunia pendidikan, baik keluarga, masyarakat, maupun sekolah, metode pembiasaan terbukti ampuh dalam menentukan kepribadian. Akan tetapi dalam pelaksanaan metode ini diperlukan pengertian, kesabaran, dan ketelatenan orang tua, pendidik dan dai terhadap anak atau peserta didiknya. 
    Misalnya, agar anak atau peserta didik dapat melaksanakan sholat secara benar dan rutin maka mereka perlu dibiasakan sholat sejak masih kecil, dari waktu kewaktu. Itulah sebabnya kita perlu mendidik mereka sejak dini atau kecil agar mereka terbiasa dan tidak merasa berat untuk melaksanaknnya ketika mereka sudah dewasa.
    Pembiasaantidaklah memerlukan keterangan atau argumen yang logis. Pembiasaan akan berjalan dan berpengaruh kerena semata-mata kebiasaan itu. Maksudnya, biasakanlah anak didik kita dan tidak perlu benar dijelaskan mengapa harus begitu. Biasakanlah bangun pagi, shalat subuh tidak kesiangan, dan tidak perlu dijelaskan berulang-ulang mengapa harus begitu. Dengan demikian, pembiasaan itu datangnya dari kebiasaan itu sendiri.
f. Metode Keteladanan
    Metode ini merupakan metode yang paling unggul dan paling jitu dibandingkan metode-metode lainnya. Teladan merupakan pengarahan tidak langsung bagi peserta didik. Melalui metode ini para orang tua dan pendidik memberi contoh atau teladan terhadap anak/peserta didiknya bagaiman cara berbicara, berbuat, bersikap, mengerjakan sesuatu atau cara beribadah, dsb.
    Melalui metode ini maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan meyakini cara sebenarnya sehingga mereka dapat melaksanaknnya dengan lebih baik dan lebih mudah.
    Dalam pengajaran keimanan dengan menggunakan metode teladan ini, yaitu meneladani kisah-kisah para nabi, rasul ataupun para sahabat. Misalnya saja pada masa Nabi Ibrahim, yang mana nabi Ibrahim mencari tuhannya. Dengan cerita itu, maka dapat menambah keyakinan makna adanya Allah.
g. Metode Nasihat 
    Metode inilah yang paling sering digunakan oleh para orang tua, pendidik dan da’i terhadap peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat sebenarnya merupakan kewajiban kita selaku muslim seperti tertera antara lain dalam Q.S al- Ashar ayat 3, yaitu agar kita senantiasa memberi nasihat dalam hal kebenaran. 
    Metode pemberian nasihat yang dijadikan sebagai metode dalam pengajaran keimanan, mempunyai peran yang sangat penting. Nasihat-nasihat yang diberikan oleh guru dengan memperhatikan kondisi dan situasi anak didiknya akan lebih meresap di hati. Apalagi ketika guru menyelipkan ayat-ayat atau kisah-kisah orang shalih yang sesuai dengan apa yang dialami anak didik. Hal ini dapat memupuk rasa keimanan dalam diri anak.

4. Tujuan Pembelajaran Keimanan
    Pembelajaran keimanan bertujuan untuk memantapkan keyakinan seseorang kepada Allah SWT, dengan menggunakan dalil naqli (Al-qur’an dan hadits) dan dalil aqli (rasio). Ilmu tauhid/keimanan dalam diri seseorang berusaha menghilangkan keragu-raguan  terhadap Tuhan yang melekat pada hati seseorang dengan godaan syetan baik dari golongan jin dan manusia. Ia bersedia membela dan mempertahankan kepercayaan kita kepada Tuhan. Dan juga ilmu tauhid meluruskan aqidah-aqidah yang menyeleweng dan keliruan akibat kekacauan pada masa khulafaurrasyidin yang terakhir. 
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran keimanan diantaranya:
a. Sebagai sumber dan motivator perbuatan kebajikan dan keutamaan.
b. Membimbing manusia kejalan yang benar, sekaligus mendorong mereka untuk beribadah dengan penuh keikhlasan.
c. Mengeluarkan jiwa manusia dari kegelapan, kekacauan, dan kegoncangan hidup yang dapat menyesatkan.
d. Mengantarkan umat manusia kepada kesempurnaan lahir dan batin.

Kesimpulan
    Interaksi antara pendidik dan peserta didik merupakan hubungan yang aktif dua arah yaitu antara pendidik dengan peserta didik yang berlangsung dalam tujuan pembelajaran. Proses interaksi mengandung sejumlah norma. Semua norma itulah yang harus pendidik transfer kepaada peserta didik. Oleh karena itu, interaksi tidak berproses pada kehampaan, akan tetapi dalam penuh makna. Interaksi merupakan jembatan yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan dan perbuatan yang mengantarkan kepada tingkah laku yang sesuai dengan tujuan pengetahuan yang diterima peserta didik.
    Dalam berinteraksi antara pendidik dan peserta didik, harus ada aturan yang mengikat pendidik dan  peserta didik, agar tidak semaunya sendiri dalam bertindak. Karena apabila tidak ada aturan akan merendahkan martabat pendidik atau mungkin saja pendidik akan semena-mena kepada peserta didiknya.
    Interaksi yang baik akan membangun hubungan yang akrab dan hangat antara pendidik dan peserta didik. Hubungan terwujud bila pendidik menjalankan peran sebagai pendidik begitu juga peserta didik menjalankan perannya dengan baik. Pendidik dan peserta didik dapat saling memahami dan menerima kemampuan dan karakter masing-masing, serta bergaul dengan baik. Dengan demikian akan terwujud rasa saling mencintai antara pendidik dan peserta didik. Apabila telah tumbuh rasa cinta peserta didik kepada pendidik, maka peserta didik akan mencintai pelajarannya dan akan lebih mudah untuk menerima dan memahaminya. Begitujuga sebaliknya, apabila pendidik telah mencintai peserta didiknya, maka akan lebih bersemangat dalam menyampaikan materi pelajaran.
    Interaksi juga sebagai media yang digunakan oleh pendidik dalam menanamkan nilai-nilai keimanan kepada peserta didik. Dimanan pendidik mengajarkan nilai-nilai keimanan disertai dengan contoh tindakan konkrit, tentunya tindakan yang mencerminkan sikap pribadi yang beriman. Contoh dan tindakan itulah yang akan ditiru peserta didik. Dengan demikian, tujuan pembelajaran keimanan akan mudah dicapai,  yaitu mewujudkan pribadi-pribadi yang memiliki keimanan yang kuat, dapat mengaplikasikan nilai-nilai keimanan dalam kehidupan sehari-hari.   
    Sistem pembelajaran yang dapat mengimplementasikan nilai-nilai keimanan yang mapan adalah dengan sistem teori, praktek, dan pembiasaan. Pendidik menjelaskan materi pelajaran tentang keimanan peserta didik sampai paham, setelah peserta didik memahami hendaknya peserta didik segera untuk mempraktekkan nilai-nili keimanan yang telah diajarkan oleh pendidik. Disini pendidik juga ikut serta aktif dalam mempraktekkan apa yang telah sampaikan kepada peserta didik serta mengawasi prilaku peserta didiknya.

    Berdasarkan kesimpulan dari penelitian ini, penulis memberikan saran-saran sebagai berikut:
1. Pendidik yang dalam berinteraksi dengan peserta didik masih kurang, sebaiknya ditingkatkan lagi. Karena dengan interaksi yang baik akan lebih mudah untuk memberikan materi pelajaran kepada peserta didik.
2. Pendidik  dalam mengajarkan materi keimanan kepada peserta didik sebaiknya tidak sekedar materi saja, akan tetapi diwujudkan dalam tindakan dan sikap yang mencerminkan pendidik yang beriman kepada Allah SWT.
3. Pendidik hendaknya memantau perkembangan peserta didiknya, terlebih dalamhal ibadahnya sebagai wujud pengamalan nilai-nilai keimananan.
4. Pendidik dan peserta didik hendaknya saling menjaga dan menaati norma yang berlaku, senantiasa belajar meningkatkan kemampuan dalam hal keilmuan, keimanan, amalan untuk meraih kebahagiaan dunia sampai akhirat.

Tidak ada komentar: