Rabu, 17 Februari 2016

KEWAJIBAN BELAJAR MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN

Tafsir Surat Ali Imran : 190 – 191 dan Al-Ankabuut : 19 -20

1. Surat Ali Imran ayat 190 – 191
    Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (190). (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka periharalah kami dari siksa neraka”. (190)
    Sebab turunnya ayat tersebut ialah, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa orang kafir Quraisy datang kepada orang Yahudi untuk bertanya :”Mukjizat apakah yang dibawa Musa kepada kalian ?”. Mereka menjawab :” Tongkat dan tangannya terlihat putih bercahaya”. Kemudian mereka bertanya kepada kaum Nasrani : “Mukjizat apa yang dibawa Isa kepada kalian ?”. Mereka menjawab :” Ia dapat menyembuhkan orang yang berpenyakit sopak dan menghidupkan orang mati”. Kemudian mereka menghadap Nabi SAW. dan berkata :” Hai Muhammad, coba berdo’alah engkau kepada Rabb-mu agar bukit Shafa ini dijadikan emas”. Lalu Nabi SAW. berdo’a dan turunlah ayat tesebut di atas (Q.S. Ali Imron :190) sebagai petunjuk untuk memperhatikan apa yang telah ada, yang akan lebih besar manfaatnya bagi orang yang menggunakan akal. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan Ibnu Abi Hatim yang bersember dari Ibnu Abbas.
    Sedangkan Syekh Showi al-Maliki di dalam kitab Al-Hasyiyah al-‘allamah al-showi ‘ala tafsir al-jalalain, menerangkan sebagai berikut :
Sebab turunnya ayat tersebut ialah sesungguhnya orang kafir Mekkah datang kepada Nabi SAW. dan berkata :” Datangkanlah kepada kami tanda-tanda yang menunjukkan bahwa Allah itu Maha Esa”. Maka Allah befirman:”Sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi ………..Q.S. Ali Imran : 190.
    Tujuan utama surah Ali Imran adalah pembuktian tentang tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah. Hal ini ditegaskan pada ayat ini dan ayat yang sesudanya. Salah satu bukti kebenaran hal tersebut adalah undangan kepada manusia untuk berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti matahari, bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat dilangit, atau dalam pengaturan system kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi pada porosnya yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang, perbedaannya baik dalam masa maupun panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemaha kuasaan Allah bagi ulul yaitu orang-orang yang memiliki akal yang murni. Dan orang-orang yang seperti ini apabila berfikir dan merenungkan tentang fenomena alam raya akan dapat sampai kepada bukti yang sangat nyata tentang keesaan dan kuasaan Allah SWT.
    Berfikir disini adalah seperti yang digambarkan dalam tafsir Ibnu Katsir yang menafsiri ayat : ويتفكرون في خلق السموات والارضbeliau memberi penafsiran sebagai berikut :
اي يفهمون ما فيها من الحكم الدالةعلى عظمة الخالق وقدرته وعلمه وحكمته واختياره ورحمته  
Yaitu berusaha untuk memahami segala sesuatu yang ada di antara langit dan bumi dan beberapa hikmah yang menunjukkan keagungan Sang Pencipta dan ke-Maha Kuasa-Nya, pengetahuan dan hikmah-hikmah-Nya, serta ikhtiar dan rahmat-nya. Allah sangat mencela orang-orang yang tidak bisa mengambil pelajaran dari para makhluk yang menunjukkan atas dzat-Nya, sifat-sifat-Nya, syari’at-Nya, ke-Maha Kuasa-Nya dan tanda-tanda-Nya. Dalam Surat Yusuf : 105-106 Allah berfirman :
وكاين من اية فى السموات والارض يمرون عليها وهم عنها معرضون (105) وما يؤمن اكثرهم بالله الا وهم مشركون (106)
Artinya : Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) dilangit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya (105) Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain)106.

2. Surat A-Ankabuut ayat 19-20

اولم يروا كيف يبدئ الله الخلق ثم يعيده ان ذلك على الله يسير (19) قل سيروا في الارض فانظروا كيف بدا الخلق ثم الله ينشئ النشاة الاخرة ان الله على كل شيئ قدير 
Artinya : Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(19) Katakanlah : “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya. Kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. al-Ankabuut :20)
    Kedua ayat ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari nasihat Nabi Ibrahim kepada kaumnya, setelah beliau melihat tanda-tanda penolakan mereka. Ayat ini merupakan jawaban atas keraguan orang musyrik terhadap hari kebangkitan. 
M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah menjelaskan bahwa disini Allah berfrman : Dan apakah mereka lengah sehingga tidak memperhatikan bagaimana Allah senantiasa memulai penciptaan semua makhluk termasuk manusia. Setelah Allah menciptakan mereka kemudian dia mengulanginya kembali. Sesungguhnya yang demikian itu yakni penciptaan dan pengulangannya bagi Allah semata-mata dan khusus bagi-Nya adalah mudah. Jika demikian, bagaimana mereka mengingkari pengembalian manusia hidup kembali kelak di hari Kemudian ?
Kata (يروا) terambil dari kata (رأى) yang dapat berarti melihat dengan mata kepala atau mata hati/memikirkan atau memperhatikan, maka jawaban dari keraguan atas hari kebangkitan tersebut jawabannya adalah melihat, memperhatikan dan merenungkan tentang penciptaan. Hal ini erat sekali kaitannya dengan ayat selanjutnya.
    Dalam kitab Zaad al-maysir fi al-ilmi al-tafsir, Imam al Jauzi di dalam menafsiri firman Allah قل سيروا في الارضmenjelaskan :
اي انظروا إلى المخلوقات التي في الارض وابحثوا عنها هل تجدون لها خالقا غيرالله فاذا علموا انه لا خالق لهم سواه لزمتهم الحجة في الاعادة
Artinya : Lihatlah kepada makhluk-makhluk yang ada di bumi dan telitilah tentang mereka. Apakah kalian menemukan pencipta mereka selain Allah. Dan apabila mereka telah tahu bahwa tidak ada pencipta selain Allah maka dalil tentang kebangkitan menjadi jelas.
Dari penjelasan ini, maka Allah menegaskan kepada Nabi Muhammad bahwa : Katakanlah kepada mereka : Kalau kamu belum juga mempercayai keterangan-keterangan di atas antara lain yang disampaikan oleh leluhur kamu dan bapak para nabi yakni Ibrahim, maka berjalanlah dimuka bumi kemana saja kaki kamu melangkah, lalu dengan segera walau baru beberapa langkah, perhatikanlah bagaimana allah memulai penciptaan makhluk yang beraneka ragam – manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya – kemudian Allah menjadikannya di kali lain setelah penciptaan pertama kali itu. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Al-Qur’an memberikan prinsip dasar tentang ilmu pengetahuan pada wahyu pertama, yaitu:

Terjemah:
1. Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan
2. Dia yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah
3. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Mahamulia
4. Yang mengajar (manusia) dengan pena
5. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.

    Dalam ayat ini kata iqra’ dapat berarti membaca atau mengkaji. Sebagai aktivitas intelektual dalam arti yang luas, guna memperoleh berbagai pemikiran dan pemahaman, tetapi segala pemikiran itu tidak boleh lepas dari Aqidah Islam, karena iqra` haruslah dengan bismi rabbika. 
Menurut Quraish Shihab, kata iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun, yang mana melahirkan makna lain seperti, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks yang tertulis maupun yang tidak. Wahyu pertama ini tidak menjelaskan hal spesifik tentang apa yang harus dibaca, karena Al-Qur’an menghendaki ummatnya membaca apa saja selama bacaan itu bismi Rabbik, dalam artian bermanfaat bagi manusia. 
    Sementara kata al-qalam adalah simbol transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, nilai dan keterampilan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kata ini merupakan simbol abadi sejak manusia mengenal baca-tulis hingga dewasa ini. Proses transfer budaya dan peradaban tidak akan terjadi tanpa peran penting tradisi tulis–menulis yang dilambangkan dengan al-qalam.
Selanjutnya, dapat diketahui pula bahwa ada dua cara perolehan dan  pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena sebagaimana yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia tanpa pena yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia dan cara kedua adalah mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Meskipun berbeda namun keduanya bersumber dari satu sumber yaitu Allah SWT.
    Wahyu pertama ini dimulai dengan kata ( إقرأ = membaca) yaitu bentuk kata perintah atau فعل الأمر yang merupakan perubahan dari kata bentuk mudhari’ yang dibentuk dengan mengganti awalan katanya dengan huruf alif. Menurut kaidah ushul al-fiqh, bahwa kata-kata dalam al-qur’an yang dimulai dari kata perintah adalah merupakan kewajiban dari perintah iu sendiri, al-ashl fi al-amr lil wujub. Dari sini dapat dipahami bahwa perintah belajar (membaca) merupakan sebuah kewajiban bagi ummat islam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَ مُسْلِمَةٍ

    Menuntut ilmu adalah fardhu bagi setiap muslim dan muslimat 
Menurut Al-Ghazali, hadits ini menerangkan bahwa sekurang-kurangnya yang wajib bagi seorang muslim setelah mencapai akil baligh dan keislamannya adalah mengetahui dua kalimat syahadat dan memaknai maknanya, tidak wajib baginya untuk menyempurnakannya dengan penjelasan-penjelasan terperinci.
    Selain itu, menurut Abuddin Nata, wahyu pertama ini juga mengandung perintah agar manusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap adanya kekuasaan dan kehendak Allah, yang juga mengandung pesan ontologis tentang sumber dari ilmu pengetahuan. Pesan membaca itu dipahami dalam objek yang bermacam-macam, yaitu berupa apa yang tertulis seperti dalam surah Al-‘Alaq itu sendiri dan yang tidak tertulis sperti yang terdapat pada alam jagat raya dengan segala hukum kausalitas yang ada didalamnya, dan dalam diri manusia.
Membaca (belajar) menjadi penting dan wajib karena dengan begitu manusia dapat mengetahui hal-hal baru yang dapat memudahkannya dalam menjalani kehidupannya. Masih menurut Nata, membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam al-Qur’an dapat menghasilkan ilmu-ilmu agama seperti Fiqih, Tauhid, Akhlak dan sebagainya. Sedangkan membaca yang ada dijagat raya dapat menghasilkan ilmu sains seperti fisika, biologi, kimia dan sebagainya. Selanjutnya dengan membaca ayat-ayat Allah yang ada dalam diri manusia dari segi fisiknya menghasilkan sains seperti ilmu kedokteran dan ilmu raga, sedangkan dari tingkah lakunya dapat menghasilkan ilmu ekonomi, politik, sosiologi, antropologi dan lain sebagainya. 
Dengan demikian, karena objek ontologi seluruh ilmu tersebut adalah ayat-ayat Allah, maka sesungguhnya ilmu itu pada hakekatnya adalah milik Allah dan harus diabdikan untuk Allah. Manusia hanya menemukan dan memanfaatkan ilmu-ilmu itu. Maka pemanfaatannya harus ditujukan untuk mengenal, mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah SWT.

Tidak ada komentar: